Beberapa saat sebelumnya.
"Mau ngapain?!" Sinis Dafa karena Ani tiba-tiba berpindah posisi disebelahnya, ia dengan sangat terpaksa harus membawa perempuan ini ke rumah karena perempuan ini memaksa ingin membahas tentang kerjasama mereka. Sejujurnya ia sedikit lega karena Celine tidak terlihat, pasti gadis itu sudah tidur.
"Cepat kita selesaikan!" Tegas Dafa sungguh muak terus berada di ruangan yang sama berdua dengan perempuan modelan Ani.
Ani justru terkekeh pelan. "Oh ayolah Daf, kita sudah sama-sama dewasa, kenapa kamu sangat kaku. Bukankah kamu duda, seharusnya kamu lebih berpengalaman, kan." Ani menggigit bibir merah merona nya sensual, kuku berwarna-warni itu membelai dada bidang Dafa mencoba menggoda.
Namun yang ada Dafa justru jijik. "Singkirkan tangan kotormu!"
"Aish .. gak asik kamu."
Dafa mendengus, kesabarannya sudah habis. Dengan emosi lelaki itu beranjak dari sofa yang didudukinya namun ulah Ani selanjutnya benar-benar sangat gila! Ani menarik kemejanya membuat Dafa yang tidak siap jadi terhuyung jatuh terlentang diatas sofa. Dan bola mata Dafa hampir menggelinding jatuh saat bibirnya dipaksa berciuman dengan bibir penuh filler Ani.
BRAK!
Seolah belum habis rasa keterkejutannya kemunculan Celine yang secara tiba-tiba di hadapannya membuat jantung Dafa hampir berhenti berdetak. Lelaki itu yang tersadar seutuhnya langsung mendorong kasar tubuh wanita di atas nya sampai terjatuh keras, ia tidak peduli.
"CELINE!!' Teriak Dafa mengejar gadis itu yang berlari keluar rumah. Dafa ketakutan, benar-benar ketakutan saat melihat raut penuh benci di wajah Celine.
Bagaimana kalau gadis itu salah paham.
Bagaimana kalau Celine meninggalkan nya.
Ia tidak rela, ia harus segera menemukan gadis itu. Tapi sungguh sialan, entah darimana datangnya taksi yang tiba-tiba melintas di depan depan rumahnya membuat ia kehilangan jejak Celine karena perempuan itu naik taksi. Dafa berjalan besar-besar memasuki rumahnya, bisa melihat Ani yang duduk nyaman dengan senyuman menjijikkannya.
"Aduh .. seperti sinetron saja." Celetuk Ani terlihat sangat puas melihat wajah merah padam Dafa.
PLAK!
Ani melotot, menatap sengit Dafa. "KURANG AJAR! BERANI KAMU TAMPAR SAYA?!"
"KENAPA TAKUT?!" Dafa mencekram kuat rahang lancip hasil operasi milik Ani, rasanya seperti ingin meremukkannya. "Dasar murahan! Tidak punya harga diri!!" Maki Dafa tidak main-main sarkasnya.
Ani terlihat makin emosi. "Kamu lupa saya adalah investor besar di perusahaan kamu?!" Ancam nya membuat Dafa terdiam sesaat, Ani langsung tersenyum kemenangan. "Seperti---"
"Saya gak butuh rekan bisnis seperti Anda!" Tukas Dafa, Ani tersentak. "Anda kira tanpa uang Anda saya bangkrut? Saya tidak semiskin itu!!" Savage, ucapan Dafa menusuk jantungnya. Dafa menyeringai devil. "Bahkan kalau kerjasama ini gagal sepertinya yang lebih rugi adalah Anda, dimana lagi Anda bisa dapat perusahaan besar seperti milik saya!" Desis Dafa membuat Ani terdiam. Dafa selanjutnya menjambak rambut perempuan itu keluar rumah yang tentu saja membuat Ani menjerit ngilu.
Bruk!
"AHH!" Teriak Ani setelah Dafa menjatuhkan tubuhnya ke lantai dengan kasar. Dafa menunduk menatap penampilan Ani yang kacau dengan make up berantakan tak karuan.
"Sampah memang pantasnya berada di tanah!"
Dan selanjutnya Dafa berlari menuju mobilnya, jujur ia tidak tau tujuannya akan kemana tapi yang jelas .. "Aku harus nemuin Celine." Gumamnya menelan ludah susah payah.
***
"Kalo gak punya uang jangan naik taksi dong Neng!" Omel supir taksi itu lalu meninggalkan Celine di pinggir jalan.
"Ya mana aku tau kalau gak bawa duit!!!" Teriaknya baru berani setelah sang supir pergi. Celine sangat marah, yakali ia menyempatkan dulu bawa dompet sebelum kabur, bahkan HP saja ia lupa bawa.
Matanya memicing melihat mobil yang sangat familiar, Celine mengerjap tanpa sadar berjalan mendekati objek sasaran itu. Mobil yang parkir di luar restauran 24 jam itu ia amati dengan seksama, sepertinya memang benar--
"Celine?!"
"Aaah!" Celine memegang dadanya yang megap-megap, di depannya Riski justru tertawa melihat ekspresinya.
"Hahaha kamu ngapain disini?" Puas ketawa Riski baru sadar kenapa Celine berada di tempat seperti ini?
Gadis itu membuang muka, mengusap lengannya sendiri. Jujur sebenarnya ia malu terlihat menyedihkan seperti ini di depan Riski.
"Kamu lapar?"
Celine menoleh cepat, tanpa sadar meneguk ludah melihat makanan yang ditenteng Riski. "Mau?" Tawar nya membuat Celine mengangguk antusias.
"Yaudah ayo masuk mobil." Ajaknya menggandeng tangan Celine, kebiasaan lelaki ini setiap bersama dirinya.
Begitu sampai di dalam mobil gadis itu tak menyia-nyiakan kesempatan untuk melahap makanannya, emosi itu butuh tenaga apalagi ia sampai berjalan kaki karena gak punya duit. Tuhan sepertinya sangat sayang kepadanya sehingga mempertemukan nya dengan lelaki baik ini.
Di sisi lain Riski diam-diam menahan kedutan senangnya saat melihat Celine yang makan dengan lahap, bahkan dengan telaten lelaki itu membantu mengikatkan rambut Celine agar tidak terjatuh ke makanan.
"Maaf ya tadi siang aku ngaku-ngaku sebagai pacar kamu."
"Uhuk-uhuk!!" Tersedak sudah dirinya, Riski dengan panik mengambilkan botol minuman dan memberikannya pada Celine.
"Maaf harusnya aku gak bahas itu sekarang ya." Ujarnya jadi merasa bersalah.
Celine memaksakan senyumannya, udah tau pake nanya! Batinnya.
"Ah gak kok." Ujarnya lembut berbanding terbalik dengan suara hatinya.
"Yaudah kamu lanjutin makan dulu." Titahnya lembut menepuk punggungnya, Celine jadi melenguh, mendadak selera makannya lenyap.
"Aku kabur dari rumah Pak Dafa."
"Kab-- APA?!" Riski memekik kaget.
Celine membuang muka, bahunya menurun. "Saya suka sama Pak Dafa." Akunya.
Syok.
Riski tertegun, ekspresinya tidak dapat dijabarkan.
Membuat keheningan melanda beberapa saat.
"S-sejak kapan?" Celine menoleh, Riski yang gantian membuang muka. "Sejak kapan kamu suka sama Dafa?" Tanyanya tanpa menatap kearah Celine.
"Gak tau." Jujurnya menunduk kecil.
"Lalu kenapa kamu kabur dari rumahnya Dafa?"
Tes.
Celine langsung mengusap kasar air matanya, tapi telat karena terlanjur dipergoki Riski. Lelaki itu spontan memeluk tubuh Celine yang tiba-tiba bergetar menangis.
"Apa Dafa ... tolak perasaan kamu?" Ada nada getir di suara Riski saat harus menanyakan perasaan orang yang cintainya. Iya, dirinya menyukai Celine.
Celine tidak menjawab apapun, tapi dari suara tangisan nya yang kian kencang sudah menjelaskan segalanya. Dengan kelembutan Riski membenamkan wajah Celine ke dadanya.
"Apa ..." Riski memejamkan matanya. "Aku tidak punya kesempatan?" Lirihnya miris.
***
Celine melangkah perlahan memasuki apartemen Riski, beberapa kali ia tampak mencuri-curi lirik pada Riski. Ia tadi mendengar apa yang dikatakan oleh lelaki ini, tapi jujur ia tidak punya keberanian menjawabnya.
Celine tak mau munafik, kalau hatinya hanya menyukai Dafa.
"Kamu bisa pake apartemenku," Celine menoleh, Riski memunguti beberapa bajunya yang tercecer. "Aku bisa tinggal di rumah orang tuaku dulu."
"Gak papa?"
Riski justru tersenyum dengan tangan penuh tumpukan pakaian. "No problem, kamu bisa tinggal sepuasnya disini."
Celine menatap sendu lelaki itu yang sedang menaruh pakaiannya di mesin cuci, Riski lebih baik, lebih pengertian, bahkan lebih mengutamakan dirinya.
Tapi kenapa ia justru menyukai lelaki sebrengsek Dafa?! Celine ingin memaki dirinya sendiri.
"Besok pagi aku kesini bawain kamu makanan dan baju baru, hari ini kamu makan apapun yang ada di kulkas dulu ya." Riski menatap Celine tulus.
Celine menipiskan bibir, mengangguk kikuk. Ia sungguh seperti parasit bagi lelaki ini.
"Aku pulang, ah iya ini HP aku kamu bawa aja. Kalo ada apa-apa hubungi nomor ini, ini nomor telepon rumah aku." Riski menunjukkan sebuah nomor di daftar kontak.
Celine makin merasa sangat sungkan. "G-gak usah deh--"
"Keamanan kamu yang utama, jangan tolak!" Tegasnya memaksa menyodorkan HP nya membuat Celine mau tidak mau menurut patuh. Riski tersenyum samar, tangannya perlahan terulur ingin mengelus kepala Celine tapi ia urungkan, tak ingin terlalu larut dalam perasaan ia dengan cepat membuang muka. "Aku pulang."
"Hati-hati!" Pesan Celine.
Riski yang sudah sampai di ujung pintu tidak menoleh tapi mengacungkan jempolnya sebelum benar-benar pergi.
Celine langsung duduk di sofa, merebahkan dirinya. Ini hari yang panjang dan sangat melelahkan. "Hidup aku makin kacau, apa yang harus aku lakukan setelah ini. Haaah!" Celine menghela napas berat, mendongak memejamkan mata dengan sebelah lengan menutupi wajahnya.
Ting Tong!
Celine tersentak, mengerjap kaget. Apa Riski balik lagi karena ada barangnya yang ketinggalan? Celine sedikit berlari menuju pintu, membukanya buru-buru karena tak ingin Riski menunggu. Setidaknya ia tau diri.
Ceklek.
"Kenap--"
Dan ucapannya seketika menggantung di udara, saat yang ia lihat justru Dafa.
***
TBC.
Riski baek bgt kasian jadi sadboy😭