Northmen Saga

De rdvillam

41.7K 11.9K 315

Versi Bahasa Inggrisnya sebentar lagi akan terbit di Amazon Kindle dan Kobo. --- Daftar Pendek (Nominasi Pem... Mais

Bab 1 ~ Gua Iddhurun
Bab 2 ~ Batu Hitam
Bab 3 ~ Pandai Besi
Bab 4 ~ Pendekar Pedang
Bab 5 ~ Si Jubah Hitam
Bab 6 ~ Prajurit Bayaran
Bab 7 ~ Kisah Masa Lalu
Bab 8 ~ Pesan Dari Mimpi
Bab 9 ~ Hari Pemakaman
Bab 10 ~ Ajakan Rogas
Bab 11 ~ Kedai Horsling
Bab 12 ~ Demi Tiga Keping
Bab 13 ~ Belati Panjang
Bab 14 ~ Jebakan?
Bab 15 ~ Korban Pertama
Bab 17 ~ Tidak Ada Jalan Lain
Bab 18 ~ Merasakanmu
Bab 19 ~ Hidup Pasti Berubah
Bab 20 ~ Desa Nelayan
Bab 21 ~ Resiko Prajurit
Bab 22 ~ Pasukan Taupin
Bab 23 ~ Pemimpin Pasukan
Bab 24 ~ Tawar-Menawar
Bab 25 ~ Rencana Rogas
Bab 26 ~ Benda Keberuntungan
Bab 27 ~ Kawan Lama
Bab 28 ~ Rumah Kosong
Bab 29 ~ Si Rambut Kuning
Bab 30 ~ Orang-Orang Hilang
Bab 31 ~ Tempat Mereka Mati
Bab 32 ~ Si Rambut Merah
Bab 33 ~ Sepuluh Perahu Panjang
Bab 34 ~ Raungan di Atas Tebing
Bab 35 ~ Serangan Kedua?
Bab 36 ~ Bodoh dan Gila
Bab 37 ~ Ahruhr Vallanir
Bab 38 ~ Kata Yang Salah
Bab 39 ~ Bukan Kesalahan
Bab 40 ~ Serigala Besar
Bab 41 ~ Tebing Curam
Bab 42 ~ Pengejaran
Bab 43 ~ Sang Penakluk
Bab 44 ~ Tentang Keberuntungan
Bab 45 ~ Menghilang
Bab 46 ~ Kalung Jelek
Bab 47 ~ Pengkhianat
Bab 48 ~ Pertolongan Kedua
Bab 49 ~ Menyelesaikan Urusan
Bab 50 ~ Membunuh Sesuatu
Bab 51 ~ Awal Mula
Bab 52 ~ Orang-Orang Logenir
Bab 53 ~ Bukan Orang Hualeg
Bab 54 ~ Musuh Lama
Bab 55 ~ Tiga Orang Asing
Bab 56 ~ Kuil Kesatria
Bab 57 ~ Sumpah Setia
Bab 58 ~ Batu Bercahaya
Bab 59 ~ Keputusan Penting
Bab 60 ~ Vallanir
Bab 61 ~ Hardingir
Bab 62 ~ Ayah dan Anak
Bab 63 ~ Janji Kepala Suku
Bab 64 ~ Rapat Perang
Bab 65 ~ Bau Kematian
Bab 66 ~ Angin Dingin
Bab 67 ~ Ancaman Terbesar
Bab 68 ~ Sekutu di Utara
Bab 69 ~ Penjelasan Kepala Suku
Bab 70 ~ Pengkhianatan
Bab 71 ~ Demi Keamanan
Bab 72 ~ Tantangan
Bab 73 ~ Penyesalan
Bab 74 ~ Doa
Bab 75 ~ Pertempuran Terakhir
Bab 76 ~ Harapan
Bab 77 ~ Menemui Dukun
Bab 78 ~ Alasan Itu Tidak Cukup?
Bab 79 ~ Legenda
Bab 80 ~ Tempat Yang Lebih Bagus
Bab 81 ~ Nilai-Nilai Kehidupan
Bab 82 ~ Yang Kamu Mau
Bab 83 ~ Percabangan Sungai
Bab 84 ~ Gubuk di Tengah Hutan
Bab 85 ~ Suara Bisikan
Bab 86 ~ Jalan Rahasia
Bab 87 ~ Di Balik Tirai Air
Bab 88 ~ Melepaskan Semuanya
Bab 89 ~ Bukan Orang Biasa
Bab 90 ~ Situasi Sudah Berubah
Bab 91 ~ Kesempatan Kecil
Bab 92 ~ Mencoba Lolos
Bab 93 ~ Keluarga Kepala Suku
Bab 94 ~ Sang Dukun
Bab 95 ~ Pemandangan di Puncak Bukit
Bab 96 ~ Hari Yang Berat
Bab 97 ~ Kebenaran
Bab 98 ~ Pengumuman
Bab 99 ~ Makan Malam Yang Buruk
Bab 100 ~ Perkenalan
Bab 101 ~ Bukan Lagi Perang Kecil
Bab 102 ~ Pertempuran
Bab 103 ~ Pengepungan
Bab 104 ~ Hadiah Dari Musuh
Bab 105 ~ Kebohongan
Bab 106 ~ Bertahan Melewati Ini
Bab 107 ~ Bicara Saat Mabuk
Bab 108 ~ Suara-Suara
Bab 109 ~ Hukuman
Bab 110 ~ Hancur
Bab 111 ~ Maaf
Bab 112 ~ Sesal
Bab 113 ~ Warisan
Bab 114 ~ Perjalanan
Bab 115 ~ Heiri Hardingir
Epilog 1 ~ Musim Dingin
Epilog 2 ~ Quazar dan Kesatria
Epilog 3 ~ Hanya Debu
Epilog 4 ~ Terus Menunggu
Epilog 5 ~ Dengan Lebih Sabar
Epilog 6 ~ Pulang (1)
Epilog 6 ~ Pulang (2)
Gambar Tokoh
Gambar Peta
Ucapan Terima Kasih
The Emperor
Segera Terbit di Amazon Kindle dan Kobo

Bab 16 ~ Menjadi Musuh

360 122 3
De rdvillam

William mengacungkan pedangnya ke depan, bersiap-siap menghadapi serangan dari dua musuhnya yang tersisa. 

Dua lawan dua. Sebenarnya kedudukannya sekarang seimbang. Itulah mungkin kenapa suara tawa mengejek dari Rogas tiba-tiba terdengar di sampingnya.

"Wah! Temanmu itu tampaknya benar-benar ketakutan, Mornitz!" seru Rogas. "Apa kau tidak kasihan dan mau terus memaksanya bertarung? Dengar, bagaimana kalau kalian menyerah saja? Daripada mati di sini!"

Mornitz menoleh lagi pada Si Codet. "Heh! Tunggu apa lagi? Serang bocah itu! Kau tidak ingin membalas kematian teman-temanmu?"

Mendapat bakaran semangat dari Mornitz, emosi Si Codet akhirnya tersulut. Ia mengeluarkan teriakan kalap. Putaran pedangnya kuat dan cepat. Ia memang lebih tangguh dibanding ketiga rekannya. William langsung merasakannya begitu beradu tenaga dengan laki-laki itu. Ia melepaskan belati di tangan kirinya dan menggenggam pedang dengan kedua tangan.

Bagi William, bunyi pedang beradu yang memenuhi telinganya kini hampir sama seperti dentang-denting yang biasa ia dengar saat menghantam lempengan-lempengan besi di bengkelnya. Ia sudah terbiasa, dan mungkin itu yang membuatnya bisa bergerak tanpa ragu dan semakin ganas. 

Pedangnya berputar-putar bagai puting beliung, penuh tenaga, mendesak Si Codet semakin jauh dari tempatnya semula hingga mulai mendekati tepi sungai.

Musuhnya semakin kalap dan gerakannya mulai tak beraturan. Panik, tak menyangka William mampu mengimbanginya, Si Codet mencoba berbagai serangan, menusuk dari kiri, menyabet dari kanan, juga lurus ke depan.

Semuanya sia-sia. William bisa menangkis semua serangan itu dan balik merangsek dengan hantaman-hantaman yang bagaikan palu godam. Si Codet semakin terdesak dan kehabisan napas. Laki-laki itu tak mampu mengendalikan emosi dan akhirnya malah memaksakan diri untuk balik menyerang.

Namun sapuan pedangnya gagal mencapai sasaran. William menghantam pedang musuhnya itu ke samping hingga membuat tubuh Si Codet hampir terputar kehilangan keseimbangan. Tak ingin menyia-nyiakan kesempatan, William menebas dari atas ke bawah, menggores punggung lawannya.

Si Codet meraung kesakitan. Laki-laki itu dengan susah payah berusaha memutar tubuh sambil mengayunkan pedangnya mendatar sekali lagi. 

William mengelak, lalu kembali menyabetkan pedangnya. Kali ini paha kanan bandit itu terkoyak lebar. Tubuhnya pun berlutut bersimbah darah. Pedangnya jatuh. William langsung menendang dada musuhnya itu hingga dia telentang.

William memandangi musuhnya dengan emosi menggelegak. Kalau tak berpikir panjang pasti ia sudah mengayunkan lagi pedangnya untuk membelah kepala musuhnya. Hal semacam itulah yang biasa dilakukan saat perang seperti dalam cerita-cerita Rogas atau orang-orang kasar lainnya di desa. 

Namun ketika saat itu benar-benar datang padanya William ternyata belum bisa sekejam itu. Rasa ibanya masih ada, menutupi amarahnya begitu ia melihat laki-laki di depannya yang kini terbaring tak berdaya.

William menelan ludah, bibirnya bergetar. Selama beberapa saat ia kebingungan. Haruskah ia menghabisi musuhnya, atau memberi ampun?

Sederet pertanyaan mampir di benaknya. Memangnya untuk apa ia membunuh laki-laki ini? Apakah mereka memang musuhnya? Atau justru bukan sama sekali? Jikapun benar mereka itu musuh, apakah harus dibunuh?

"William!" seruan Rogas terdengar.

William menoleh, memandangi rekannya yang tengah terduduk sambil meringis kesakitan. Laki-laki itu menunjuk ke arah sungai dengan pedangnya.

"Mornitz! Dia kabur!"

Mornitz, laki-laki berjubah hitam yang sebelumnya tampak begitu meyakinkan dan berbahaya, ternyata sudah lari ke tepi sungai dan kini mendorong sebuah perahu yang tadi digunakan anak buahnya. Laki-laki itu melompat naik lalu mendayung. Ia dan William saling menatap.

Bahkan dari jarak beberapa meter William bisa merasakan sorot mata benci dan dendam yang meluap-luap dari lelaki berjubah hitam itu.

Sesaat kemudian William terhenyak, karena di dekat perahu-perahu itu seingatnya tadi ada Muriel. Di mana dia? Apakah dia baik-baik saja?

Untunglah, gadis itu kemudian muncul berlari ke arah William. Wajah gadis itu pucat pasi dan tubuhnya gemetar.

"Kejar dia, William! Ambil perahu yang satu lagi! Jangan biarkan dia lolos!" Rogas berseru. 

Ia menggeram kesal sambil memegangi pahanya. Ternyata dia terluka cukup dalam dan tak mampu berlari. Itulah kenapa Rogas menyuruh William untuk mengejar Mornitz.

"Ke—kenapa?" William bertanya gugup. "Kenapa harus dikejar? Yang penting dia sudah pergi. Kita sudah selamat!"

"Selamat? Sudah selamat?!" Susah payah Rogas berdiri sambil bertumpu pada pedangnya. Dengan langkah terseret ia berjalan mendekati William. 

Wajahnya tampak bengis. "Kau ini bodoh atau apa, hah?"

Dia berdiri di samping musuh terakhir William yang masih merintih kesakitan. Si Codet. Tanpa terduga Rogas mengangkat pedangnya, lalu mengayunkannya, menebas leher orang itu. 

Muriel menjerit seraya menutupi wajah dengan kedua tangan. William melongo, kaget bukan kepalang.

Rogas melotot. "Mereka itu musuhmu! Itulah kenapa kau harus mengejar Mornitz! Bukan hanya itu! Saat kau punya kesempatan, bunuh mereka!"

William menggeleng-geleng tak percaya. "Tapi ... dia, Mornitz ... dia orang yang berbahaya! Kurasa tidak mungkin aku mengejar—"

"Dia takut!" seru Rogas. "Dia takut padamu, William! Dia sudah melihat bagaimana kau mengalahkan orang-orang ini! Bukan kau yang seharusnya takut, tapi dia! Dia takut dan juga payah! Dia tidak sehebat yang kau duga. Cepat! Kejar dia!" 

Tatapannya berkobar-kobar menahan emosi. Lalu setelah beberapa saat, begitu ia sadar William belum mau menuruti permintaannya, suaranya merendah hampir seperti memohon, "Bunuh dia ..."

Rahang William mengeras, kepalanya menggeleng tanpa ragu. 

"Tidak. Dia bukan musuhku, dan aku juga bukan musuhnya. Kau musuhnya! Kau yang dia incar, entah kenapa alasannya aku tidak tahu. Aku tidak mau tahu. Aku tidak ada hubungannya dengan ini semua!"

Rogas tertegun. "Tidak ada hubungannya? Astaga, kau ini benar-benar bocah tolol rupanya!"

"Aku hanya membantumu tadi! Cuma itu!"

"Ya, kau telah membantuku, terima kasih!" tukas Rogas. "Tapi apa kau pikir setelah ini kau bisa pulang ke rumah, hidup tenang dan berpura-pura semua ini tidak pernah terjadi? Kau dan gadis ini berpikir seperti itu?"

William memandangi Muriel yang juga tengah menatapnya. 

Melihat wajah Muriel yang ketakutan pemuda itu gelisah. Rasa takutnya muncul. Gambaran kejadian buruk yang mungkin terjadi nanti membayangi benaknya. Tentu saja! William sudah membunuh beberapa orang malam ini. Apakah dia benar-benar berharap setelah kejadian ini semuanya akan baik-baik saja?

Rogas menggeleng-gelengkan kepalanya kesal. "Mulai malam ini Mornitz sudah menganggapmu sebagai musuh. Berkat kebodohanmu, dia berhasil selamat. Suatu hari nanti dia akan datang mencarimu, ke rumahmu, dengan membawa lebih banyak orang. Dan kau pikir nanti dia datang hanya untuk berkunjung atau memesan pedang? Tidak! Dia akan datang untuk membunuhmu! Kau mengerti? Satu-satunya cara sekarang, kalau kau ingin selamat, adalah pergi dari kota ini. Menghilang sampai entah berapa lama, sampai akhirnya dia melupakanmu, atau tidak peduli lagi padamu!"

Continue lendo

Você também vai gostar

678K 76.5K 25
[Paranormal & (Minor)Romance] Yume, seorang gadis indigo yang tidak pernah menyukai bakat dari garis keturunan ayahnya, tiba-tiba saja mengetah...
1.2M 106K 52
(𝐒𝐞𝐫𝐢𝐞𝐬 𝐓𝐫𝐚𝐧𝐬𝐦𝐢𝐠𝐫𝐚𝐬𝐢 𝟏) 𝘊𝘰𝘷𝘦𝘳 𝘣𝘺 𝘸𝘪𝘥𝘺𝘢𝘸𝘢𝘵𝘪0506 ғᴏʟʟᴏᴡ ᴅᴀʜᴜʟᴜ ᴀᴋᴜɴ ᴘᴏᴛᴀ ɪɴɪ ᴜɴᴛᴜᴋ ᴍᴇɴᴅᴜᴋᴜɴɢ ᴊᴀʟᴀɴɴʏᴀ ᴄᴇʀɪᴛᴀ♥︎ ⚠ �...
528K 30.8K 36
Meredith Boone tidak pernah berpikir bahwa hidupnya bakal berubah. seratus delapan puluh derajat. Kematian ayahnya membuatnya diusir dari rumahnya di...
34.8K 7.5K 51
[ Daftar Pendek The WattysID 2021 - Nominasi Pemenang ] Gadis itu sudah mati, pria itu masih hidup. *** "Jadi, Anda ini apa? Anda semacam dewi? Pe...