FRASA [✓]

By helicoprion_

34.3K 8.3K 9.8K

#1 Frasa [08/04/21] #2 Aksara [11/01/22] Frans Amnesia Musibah tak diminta itu tidak hanya menghilangkan inga... More

Prolog
Part 1: Frasa
Part 2: Titipan
Part 3: Pembawa sial
Part 4: Pindah
Part 5: Larangan
Part 6: Pemberhentian
Part 7: Salah langkah
Part 8: Nanti
Part 9: Lo siapa?
Part 10: Rindu
CAST 💙
Part 11: Salah Paham
Part 12: Pelukan
Part 13: Maaf
Part 14: Genggaman
Part 15: Pilihan
Part 16: Penantian
Part 17: Kecewa
Part 18: Bayangan
Part 19: Rasi
Part 20: Memori
Part 21: Bullshit
Part 22: Isu
Part 23: Tugas Akhir
Part 24: Kecewa
Part 25: Rasa
Part 26: Peringatan
Part 27: Ketakutan
Part 28: Penyebutan
Part 29: Terungkap
Part 30: Keadilan
Part 31: Perintah
Part 32: Pengakuan
Part 33 : Pertanyaan
Part 34: Kekhawatiran
Part 35: Rasa Bersalah
Part 36: Perdamaian
Part 37: Tunda
Part 38: Be mine
Part 39: Status Kepemilikan
Part 40: Lelah
Part 41: Perubahan
Part 42: Perlawanan
Part 43: Happy Valentine 💙
Part 44: Tanda pengenal
Part 45: Kalung
Part 46: Paket
Part 47: Kesempatan
Part 48: Kenyataan
Part 49: Akses
Part 50: Perihal Rasa
Part 51: Pamit
Part 52: Lima Belas Juta
Part 53: Pesaing
Part 54: Setelah semua
Part 55: Permintaan
Part 56: happy birthday, Frans (1)
Part 57: Happy Birthday, Frans (2)
Part 58: Aku pulang, ya?
Part 60: Titik balik
Part 61: Fakta
Part 62: Menyerah
EPILOG
KARSA

Part 59: Pergi!

298 51 58
By helicoprion_

Lama banget ya nunggu part ini update? :"(

Maaf :"

Absen dong, ada yang kangen Frasa?

Dihimbau untuk baca ulang part 56, 57, sama 58 ya...

Karena aku tau sebagian dari kalian lupa alur karena ngaretku yang agak-agak gatau diri😭

Dan part ini gabisa dibaca tanpa kalian ngerti apa yang terjadi di part-part sebelumnya.

Oiya...

Janji , ya? Banyakin komen di part ini biar aku juga nggak ngaret lagi updatenya😭

Love u all, happy reading💙

•|FRASA|

"Lo bilang Aksara kesini?"

"Hah?" Malvin menganga bingung, "gue?" tudingnya pada diri sendiri.

Frans mengangguk. Sudah terhitung satu jam sejak dirinya datang dan Aksara tidak juga menampakkan batang hidungnya. Suara berisik yang dulu terlalu mengusik juga tidak lagi terdengar menyapa. Padahal Frans benar benar merindukan adanya.

"Gue nggak ada bilang gitu perasaan. Eh, gue bilang gitu gak, si?" Malvin menyenggol Nata yang tengah menuangkan soda.

"Ya mana gue tau. Yang punya mulut siapa yang ditanya siapa."

"Yang waktu di depan kelas, ogeb!"

"Oh. Ga ada deh perasaan," –Nata menggerakkan leher demi menghadap Frans, "keknya organ lo satu-satu pada ngilang ya, Frans? Habis hati, otak, mata, sekarang kuping. Besok apaan?"

"Hidung," balas Malvin asal.

"Bagus deh. Frans emang pantes jadi Voldemort."

Frans tak menghiraukan. Dia sudah tau Nata masih marah. Dan peduli apa? Lagipula dirinya sudah minta maaf dan sangat paham mulut seorang Nata yang mirip ranjau darat. Frans sendiri juga cukup sadar diri kalau orang-orang takkan bersedia memaafkannya semudah itu.

"Gue nggak ada bilang Aksara bakal kesini. Seinget gue, gue cuma bilang Aksara yang minta lo kesini."

"Lo kok bisa tau kalo dia nyuruh gue ke sini?"

"Ya... Tau."

"Ya tau dari mana?"

"I know. Just it," elak Malvin.

"Sinting, lo!" maki Frans.

"Pengen ketemu Aksa?"

"Masih nanya?"

Malvin terkekeh pelan. Tangannya sibuk menata botol-botol yang akan digunakan bermain game malam nanti. "Ntar malem lo liat dia," ucapnya.

"Ngapain, lo?" sapa Aurel pada Malvin.

"Personil kita masih kurang satu."

"Udah bisa lo hubungin?"

"Gue udah bisa ngehubungin dari awal dia pergi, kali. Lo lupa? Dia murid kelas gue sekarang," tuturnya pongah. Bibir Malvin mengembangkan senyum sempurna. Memamerkan fakta kalau orang yang sedang mereka bicarakan kini menjadi bagian dari kelasnya.

Aurel melirik sinis. Kemudian atensinya beralih pada layar. Ia hanya diam menunggu sembari sesekali melongok pada laptop Malvin yang masih berusaha menghubungi seseorang.

"Frans! Sini!" teriak Aurel membuat cowok pemilik nama tersebut mendekat. "Duduk sini kalo kangen."

Frans menurut saja. Di sebelahnya juga sudah duduk Nata dengan yupi nya, serta beberapa teman lain yang memenuhi halaman belakang Villa sebagai tempat piknik malam dan kegiatan sejak tadi siang. Iya. Mereka semua yang hadir memang tengah berkumpul di satu tempat. Yang tentu saja mengenal siapa mereka satu per satu bukan prioritas Frans sekarang.

Atau dengan kata lain, Frans tak peduli siapa mereka.

Acara ini sangat sangat santai. Tidak ada kegiatan formal sama sekali. Banyak game sudah mereka lalui tapi tak satupun membuat Aksara kembali.

"Hei, Cil. Tes tes, denger gak?"

"Denger."

"Bentar, gue sambungin ke speaker sama layar dulu."

Malvin mengotak-atik properti komputer yang ada di hadapannya. Dan suara itu, ah... Setidaknya Frans tau Aksara baik-baik saja.

"Hai!" sapa Aksara dari layar. Menyapa siapapun yang bisa mendengarnya di tempat reuni itu. Villa Klausa.

Iya. Semua. Dan itu artinya juga termasuk seorang Frans Arelta.

"Aksa!!! Kapan pulang?" Aurel memekik heboh.

"Sa lo kemana?" tanya cewek lainnya.

"Sa itu siapa?" Perempuan dengan rambut hitam legam nan panjang juga menyusul.

"Nggak enak ya nggak bisa ikutan?" Kini giliran Pria berambut blonde yang meledek.

"Belum puas pindah kelas sekarang lo pindah sekolah jugak, ya?" Malvin terdengar menyesal.

"Kalo entar pulang bawain Yupi." Sudah jelas kan siapa pemilik suara yang ini?

"Pulang, Sa. Lo nggak pingin liat Sania dimusuhi satu sekolah?" Ah... Selalu ada kompor di setiap permasalahan. Pemilik jaket hijau ini misalnya.

"Sa, maaf."

Dua kata yang terdengar paling nyentrik itu membuat semua orang di sana terdiam seketika.

"Missing your family, Greeny?"

Frans melihat pria di belakang Aksara tersenyum menghadap mereka. Dan, siapa dia? Frans tak suka. Silahkan saja kalau mau dibilang egois. Tapi rasanya memuakkan ketika melihat Aksara terus saja dikelilingi pria pria mengagumkan. Sedangkan dalam posisi dirinya bahkan tak tau kapan bisa memperbaiki keadaan.

"Get ready to meet my family, master!" Aksara tertawa sepintas. "Maybe if  i'll die in this trivial travel, they can sue all of you."

"You said something, newbie?" Pria itu terlihat menahan tawa. "And may i meet them for a while now?"

"I think it's not a good idea, master. I'm afraid my friends will continue to defend about you. And you have to be responsible for actually meeting them." Aksara terlihat menahan tawa.

Apanya yang lucu, sih, keluh Frans dalam hati.

"Or, your best friend?" Suara seorang wanita terdengar. Mata Frans menangkap ekspresi Aksa yang langsung tersenyum canggung.

"Great. Enjoy your time, newbie. And take a rest fully."

Satu, dua, tiga, empat, lima, hitung Frans dalam pikirannya. Ternyata Aksara tidak hanya bersama orang yang tersenyum tadi. Tapi juga bersama dua perempuan dan dua pemuda lain.

Teman-temannya menatap kagum ke arah layar. Sampai akhirnya kelima orang tersebut pergi. Menyisahkan Aksara yang kini kembali fokus menatap acara reuni.

"Hai!" ulang Aksara riang.

"Anjir, cakep! Sapa tuh, Sa?" tanya seorang cewek di ujung gerombolan. Frans meliriknya tajam.

"Yang mana?"

"Yang tadi ngeliat kesini."

"Coach Noah. Tapi semua panggilannya sama. Master. Baik banget dia." Aksara tak henti-hentinya menyunggingkan tawa tipis.

Mendengar satu nama yang menurutnya cukup pasaran, Nata kembali bertanya. "Kalo yang lainnya siapa? Ceweknya cakep, paketin ke sini dong, Sa."

"Nggak boleh ngasih tau kata mereka. Btw, Happy birthday, Nata!"

Pemilik rambut hitam dan wajah menggemaskan dengan Yupi kesayangan. Mendengar dua kata bahsa Inggris ditambah dengan nama panggilannya sama sekali tidak membuat cowok itu tertarik untuk menjawab. Nata malah menoleh pada Frans. Juga orang-orang lain di sekitar, mereka semua melakukan hal yang sama.

Sedangkan Aksara? Aksa sangat sangat sadar apa yang dia ucapkan. Juga sangat sadar efek dari ucapannya.

"Gimana surprise nya? Maaf ya nggak bisa ikutan langsung."

"Hah? Suprise? Apaan?"

Aurel memijat jidat. Bodoh sekali tidak ada yang memberitahu cewek polos itu kalau rencana kejutan untuk Nata dan Frans telah ditunda nanti di akhir video call bersama Aksara. Tujuan mereka adalah agar Aksa ikut merayakan kejutan ulangtahun Frans juga. Bukan sekedar mendapat informasi bahwa kejutan itu sudah terjadi.

"Surprise ulangtahunmu," balas Aksara kelewat lugu. Wajahnya cengo ikut bingung.

Bukankah seharusnya dari respon seorang Nata dia harusnya menyadari jika remaja yang baru berumur tujuh belas tahun itu belum mendapatkan surprise apapun?

Nata menoleh kanan-kiri. Mendapati teman-temannya yang mendadak tidak memerhatikan layar sama sekali. Sibuk berbincang dengan orang-orang di sebelah masing-masing.

"Eh? Surprise nya nggak jadi, Vin?"

Malvin tersenyum paksa. "Jadi. Kalo lo nggak bocor," jawabnya.

"Apa, Mang?"

"Kita bahas itu entaran," –Malvin kembali menghadap Aksara. "Sa lo beneran di sana sampe kita lulus?"

Mendengarnya, Frans melotot tak terima. Urat lehernya menegang. Tamparan yang cukup mengejutkan. Sampai lulus? Itu masih satu setengah tahun lagi dan Frans bahkan sama sekali tak tau dari mana posisi Aksara menghubungi mereka. Secepat mungkin pemuda itu kembali menghadap layar. Menatap Aksara kian tak percaya. Namun gadis cantik yang kini tak bisa Frans gapai tersebut hanya tersenyum hangat tanpa menjawab apapun.

"Gue nanya serius, Sa," –Malvin melirik sebentar pada Frans, "ni anak nanyain lo mulu soalnya."

Aksara mengernyitkan dahi. "Siapa?"

"Frans."

"Oh. Bilang aja kalian nggak tau."

Selugu apapun seorang Aksara Aurellin Pradikta, semua umat juga tau kalau kalimat itu sangatlah disengaja. Gadis berambut coklat gelap bergelimang itu tidaklah buta. Semua pun yakin kalau Aksara melihat Frans yang juga hadir di sana.

"Dan kenapa gue nggak boleh tau?"

Sergahan Frans terdengar sangat jengah. Tangannya mengepal kuat seiring pita suara yang menekankan nada tak terima. Membuat urat-urat nadinya membiru saling bersilangan, turut serta meneriakkan protes akan ketidakadilan.

"Butuh berapa lama buat lo maafin gue?"

"Satu minggu lagi? Satu bulan? Setahun?"

Aksara hanya diam.

"Atau lo minta setara dengan waktu gue jadi bego? Sama kayak waktu gue jahat ke elo?"

Ditatapnya Aksara dengan sorot mata nanar. Aksara ada tapi sama sekali tak bisa ia gapai. Asal menyebut, Frans siap menerima hukuman. Frans siap mendengar jawaban dari lama waktu yang Aksara minta. Paling tidak berikan seorang Frans kepastian.

"Perlu gue kasih tau? Lo bisa tanya ke semua yang ada di sini. Harus kayak gimana lagi gue nyari lo, Sa? Harus berapa orang lagi gue tanyain tau dimana keberadaan lo apa enggak? Tanya sama mereka gimana sekarang lo ngerubah gue jadi pengemis informasi!"

Bukankah sepadan?

Yang lalu Frans juga membuat seolah gadis itu menjadi pengemis pertemanan. Yang dulu Frans juga membuat Aksara menjadi pemulung perhatian.

"Lo bisa tanya ke mereka semua. Gimana gue segila itu buat hampir bunuh orang cuma karena pengen tau lo ada dimana."

"Atau... Lo tau tapi lebih milih nggak mau tau?"

"Gue mau bunuh dia, Sa. Sayangnya lo udah bunuh gue duluan."

"You think i'll give up with your scorch trials?"

Aksara masih saja diam tanpa jawaban pasti dan tanpa raut wajah yang berarti.

"Lo pergi, Sa. Dan lo ninggalin siksa."

"Lo lari, gue mati."

Dinginnya malam menghunus tajam hingga ke dalam tulang. Mengisyaratkan kesengsaraan takkan reda hanya dengan satu permohonan. Namun begitu Frans tak peduli. Ia hanya ingin Aksaranya kembali.

Pertemuan virtual ini terlalu membakar untuk dikatakan trivial, tapi juga terlalu beku untuk membenahi hati yang telah layu.

"Maafin gue, Sa," pinta Frans untuk yang ke sekian kali.

Sebagian dari mereka menahan nafas. Melihat Frans memohon-mohon kepada seorang Aksara memang sesuatu yang mereka tunggu sejak dulu. Tapi kalau dilihat-lihat, lama lama kasian juga.

"Maafin, Sa," ujar Aurel. "Lo bisa percaya sama kita gimana Frans bener bener nyesel sama semua perbuatannya."

"Iya, Sa. Maafin dia. Lo harus tau dia bikin heboh satu sekolah cuma gara-gara dia nggak tau lo ada dimana dan kita semua nggak mau ngasih tau." Malvin menyambung.

"Jangan maafin, Sa. Dia bikin gue ketinggalan flashsale  yupi seribuan."

Satu dua orang di sana menahan tawa. Suasana tegang langsung cair dengan celotehan ngawur yang keluar dari mulut Nata. Yang mana langsung mendapat lirikan tajam dari beberapa orang lainnya termasuk Malvin dan Aurel.

"Apa?" Nata heran menghadapi Malvin yang sekarang malah menatapnya pertanda suruh diam. Kalau Aurel dan Malvin bisa meminta Aksa memaafkan Frans, dia juga punya hak berpendapat, kan?

"Apaan? Lo pada nggak inget masalah pelacur berwajah polos? Ngga inget berapa kali Aksa dipermaluin di depan satu sekolah?" –Nata menatap mereka satu persatu. "Biarin suka suka Aksa lah. Masalah yang gue bilang barusan, gue nggak becanda. Gue emang tim ngga dimaafin."

Nafas Frans terasa pendek. Matanya berkaca-kaca benar benar memohon belas kasihan. Pembelaan dari Aurel ataupun Malvin? Frans tak butuh itu. Atau efek kompor dari Nata? Frans pun tak peduli akan hal itu. Frans hanya mau Aksara yang benar benar bersedia menempatkan hatinya kembali.

"Gue udah liat foto-foto kita, Sa. Gue baik sama Kayla. Gue berusaha inget semua walaupun itu diluar batas kemampuan gue, Sa." Frans tersenyum tulus.

"Gue tiap hari tanya sama Mama, Aksara kemana? Dan setelah gue tau lo baik-baik aja, tega lo pergi gitu aja?"

"Kalo lo emang nggak bisa ngasih kesempatan gue buat memperbaiki," –Frans mengangguk membuat satu tetes air matanya luruh lagi, "gue terima," susulnya.

"Gue bakal terima keputusan lo buat nggak ngasih gue kesempatan memperbaiki. Tapi tolong... Tolong jangan sejahat itu dengan nggak ngasih gue kesempatan buat mulai dari awal lagi."

"Kita bisa mulai dari awal," tegas Frans dengan senyuman penuh harapan. Rintihan kata demi kata yang ia lontarkan terdengar sangat ngilu dengan nada pilu.

"Lo nggak capek diem? Lo nggak capek bohongi diri lo sendiri? Lo nggak capek hidup cuma buat lari?" –Frans tertawa sepintas, "jangan becanda, Sa. Gue nggak sukak liat lo nyiksa diri sendiri."

"Tolong kali ini jangan bilang gue sok tau. Karena kalo lo bilang gitu, gue ngga segan-segan ngomong kalo lo pura-pura lugu."

"Karena harusnya lo udah ngerti, perasaan nggak bisa dibuat sesimpel ini."

Aksara masih terus diam. Pergerakan yang ia lakukan hanyalah berkedip. Hanya berkedip.

"Ngomong, Sa! Jangan diem aja!" desak Frans sedikit berteriak. "Kenapa? Malu lo ngakuin kalo lo juga kesiksa? Malu lo ngakuin kalo lo pergi cuma buat lari?!"

Malvin mendekat, memegang bahu kanan Frans dan membisikkan sesuatu. "Jangan kasar," tuturnya memperingatkan.

"Liat? Malvin bilang gue nggak boleh kasar sama lo. Gue nggak tau sa definisi kasar itu kayak gimana."

"Jadi apa? Gue harus berlutut biar lo maafin gue?"

Tak ada jawaban.

Dan Frans membuktikan ucapannya.

Aksara juga kaget. ini hanya Frans yang terlalu berharap, atau memang mata Aksaranya juga memperlihatkan adanya selaput air mata? Cewek dalam layar itu bahkan sekarang sedikit mendongak.

Frans berlutut.

Membuat semua pasang mata menatapnya nestapa. Desis ngilu dari pertanyaan pertanyaan yang terus saja Frans lontarkan membuat hati mereka ikut berantakan.

"Masih kurang? Lo minta gue sujud?"

Tidak bisa dipungkiri kalau cowok berambut coklat gelap itu juga membuktikan ucapannya.

"Cukup, Frans!" Aksara berbisik tegas, yang tentu saja bisa didengar semua.

"Cukup," perintahnya lirih.

Yang barusan namanya disebut menggeleng kuat. "Jangan minta gue berhenti kalo lo belum bisa ngasih jaminan nggak bakal lari lagi."

Cukup sudah. Air mata Aksara mungkin telah lelah membuat matanya berlapiskan kaca bening. Kumpulan molekul itu sekarang memilih luruh bersama jutaan teriakan yang berusaha ia tahan. Sangat kontras dengan Frans yang sudah tak bisa menghitung berapa banyak luka berjatuhan dari pelupuk mata.

"Pelan pelan," saran Malvin yang hanya bisa didengar Frans. "Hatinya Aksara udah remuk. Kalo lo mainnya kasar, semuanya malah makin berantakan," lanjutnya mengingatkan dengan bijak.

Aksara Aurellin Pradikta hanya melayangkan pandangan datar. Pertemuan virtual membuat aliran air matanya tersamarkan. Ekspresi yang tidak bisa dijabarkan pun membuat pria yang tengah menjadikan lutut sebagai tumpuan seluruh tubuhnya tersebut bingung harus mengatakan apa lagi.

Aksara perlu bukti apa lagi?

Apa saksi segini banyak tidak cukup?

Apa ucapan dan dukungan mereka semua belum bisa memberikan kepuasan akan penyesalan yang Aksara cari?

"Lo minta apa biar gue bisa dapet maaf dari lo?" tanya Frans terdengar ngilu.

"Pergi!"

Frans menggeleng cepat.

"Aku minta kamu pergi," sambung Aksara lagi.

"Nggak, Sa," tegas Frans. "Nggak akan."

Tidak satupun orang yang tidak tercengang ketika melihat adegan berikutnya. Sebagian besar dari mereka bahkan menangis. Nata dan Malvin sama sama langsung memerhatikan Frans yang tengah berlutut.

Sedangkan yang lain? Mereka pun menahan nafas.

Frans tertawa sumbang. Air matanya luruh begitu saja tanpa perlu aba-aba.

Aksara.

Itu Aksara. Dengan cincin di jari manis tangan kanannya.

Itu Aksara. dengan raut muka yang benar-benar berharap Frans pergi dari kehidupannya.

"Pergi, Frans..." ulangnya.

Frans tertawa semakin kencang. Membuat teman temannya meringis ikut kesakitan. Pertemuan ini terlalu jauh dari kata reuni. Dan acara yang ada tak sedikitpun menggambarkan rasa bahagia.

"Dan jangan pernah kembali."

Frans mendongak menatap langit dengan sisa sisa tawa dan derai air mata.

Apa ini adil?

"Oke."

•|FRASA|•

Satu kata untuk part ini?

Komen emot favorit + emot ombak kalau mau part berikutnya di update secepatnya 💙

Continue Reading

You'll Also Like

110K 14.4K 68
Penulis: 麻辣香鍋加辣 Jenis: Kelahiran Kembali Status: Selesai Pembaruan terakhir: 13 Februari 2020 Bab terakhir: Bab 66 (Fan Wai 1) Sinopsis ada Di Dalam...
31.3K 4K 51
COMPLETED!! Dikisahkan seorang gadis sederhana yang sudah kebal dengan semua bully-an yang teman-temannya lakukan. Tanpa kita pungkiri dia memiliki h...
ALZELVIN By Diazepam

Teen Fiction

5.9M 331K 36
"Sekalipun hamil anak gue, lo pikir gue bakal peduli?" Ucapan terakhir sebelum cowok brengsek itu pergi. Gadis sebatang kara itu pun akhirnya berj...
70.6K 4.6K 30
[Teenfic, Friendship, Angst, Romance] ~Second Story~ 🎖 # 1 Penderitaan - 24 Mei 2023 🎖 # 1 Angst - 28 Januari 2022 🎖 # 1 Kesedihan - 7 Januari 202...