Semua telah tiba di rumah Hyunsuk, dan semuanya terlihat penasaran dengan apa yang akan sang tertua sampaikan. Terkecuali Jihoon, Yoshi, dan Junkyu yang telah tahu lebih dulu. Karna mereka adalah sumber dari kabar yang akan Hyunsuk sebarkan malam ini.
Selain mereka bertiga, Jaehyuk juga tak terlihat penasaran. Sejak mendapat tuduhan dari hampir semua temannya tadi pagi, Jaehyuk mendadak jadi lesu. Sosok yang selalu ceria dan banyak bicara itu, kini jadi pendiam dan murung, sangat berbeda dari Jaehyuk yang biasa.
Raga Jaehyuk seolah diisi jiwa yang berbeda.
"Kenapa?" Asahi menyadari jika Jaehyuk terlihat berbeda hari ini, lebih tepatnya sejak tadi pagi.
Jaehyuk memandang Asahi yang duduk di sampingnya, lalu menggeleng pelan. "Nggak papa."
Jaehyuk kembali fokus pada ponselnya, seolah sedang mengerjakan sesuatu. Padahal Asahi tahu pemuda itu tak melakukan apapun, ia hanya menyibukkan diri karna tak ada yang bisa ia lakukan selain bermain ponsel.
Biasanya Jaehyuk akan mengajak yang lain bercerita saat sedang berkumpul seperti ini. Tapi sejak mendapat tuduhan itu, Jaehyuk pikir tak ada lagi yang mau bicara dengannya, dan Asahi merasa sedih akan hal itu.
"Jadi mau ngomong apa, Bang?" tanya Yedam ketika Hyunsuk kembali dari dapur, ia memilih untuk meneguk sedikit air sebelum berbicara banyak.
"Asahi," panggil Hyunsuk, mengabaikan pertanyaan Yedam begitu saja.
Asahi tak menjawab, hanya membalas panggilan Hyunsuk dengan tatapan penuh tanya. Hyunsuk lantas menyodorkan layar ponselnya ke arah Asahi, membuat manik pemuda berdarah Jepang itu melebar.
"Ini—"
"Ini foto yang lo bilang dikirim sama Jaehyuk, tapi ternyata dari internet," potong Hyunsuk sebelum Asahi menyelesaikan kalimatnya.
Semua terkejut mendengar fakta yang Hyunsuk katakan, beberapa dari mereka yang dekat dengan posisi Hyunsuk berusaha untuk melihat apa yang ada di layar ponsel sang tertua, hendak memastikan.
"Bisa jelasin?" tanya Hyunsuk, terdengar menuntut.
"Apa yang perlu dijelasin?" Asahi nampak sudah kembali tenang seperti semula, seolah tak terjadi apa-apa. Padahal beberapa saat lalu, ia terlihat panik karna kebohongannya baru saja ketahuan.
"Pake nanya segala, lo nggak sadar udah bohongin kita semua?" Jihoon nampak kesal karna Asahi tak terlihat merasa bersalah dan malah berpura-pura bodoh atas apa yang terjadi.
"Coba jelasin, kenapa lo ngelakuin ini, Sa?" Yoshi akhirnya angkat suara, mewakilkan pertanyaan dari yang lainnya.
Asahi menghela napas. "Ok, gue ngaku, gue bohong soal foto itu. Itu foto yang gue ambil dari internet, bukan dikirim sama Jaehyuk."
"Kita udah tau itu, Bang," sahut Jeongwoo. "Yang perlu kita tau, kenapa lo ngelakuin itu? Buat ngebelain Bang Jaehyuk?"
"Iya."
"Kenapa lo ngebelain dia?"
"Karna gue percaya, Jaehyuk nggak salah."
"Lo ngebelain Jaehyuk karna percaya dia bukan pelakunya, atau buat ngelindungin partner lo?" celetuk Junkyu.
Asahi mengernyit, nampak tak mengerti. "Maksud lo apa?"
"Kali aja lo ngebantuin Jaehyuk buat ngebunuh Mashiho sama Doyoung, kan?"
"Jaga mulut lo, Bang," tukas Asahi, pelan namun tegas. Ia tatap Junkyu tajam, membuat yang lebih tua sedikit ketakutan. "Gue ngebelain Jaehyuk, murni karna gue percaya dia nggak salah."
"Kenapa lo bisa percaya kalo dia nggak salah?" Hyunsuk tak habis pikir kenapa Asahi begitu percaya pada Jaehyuk setelah semua bukti tertuju padanya. "Padahal dari cerita Yedam waktu itu, udah jelas banget kalo Jaehyuk emang pelakunya, kan?"
"Gue percaya sama Jaehyuk, karna dia temen gue. Gue yakin dia nggak akan ngelakuin hal sejahat itu."
"Kita juga temen Bang Jaehyuk, tapi kita nggak tutup mata sama kesalahan temen sendiri." Yedam mengeluarkan opini. "Ngebela temen yang salah nggak akan ngebuat kita jadi temen yang baik."
"Gue lebih deket sama Jaehyuk dibanding kalian, jadi gue lebih kenal dia. Kalo gue bilang dia bukan pelakunya, berarti bukan." Asahi berucap dengan tegas, seolah yakin dengan kalimatnya dan tak ingin dibantah. "Lagian nggak ada bukti yang jelas, kan? Emang ada yang ngeliat Jaehyuk ngebunuh Mashiho atau Doyoung?"
Tak ada yang menjawab, karna mereka sama sekali tak punya bukti seperti yang Asahi katakan.
"Dan lagi, kalian bilang kalo kalian juga temennya Jaehyuk. Tapi kenapa segampang itu kalian curiga sama temen sendiri? Padahal bukti belum jelas." Asahi memandang teman-temannya dengan tatapan yang tak mampu dideskripsikan. "Temen tuh harusnya saling percaya. Kalo kita beneran temen, harusnya disaat kayak gini kita kerja sama buat nemuin pelakunya, bukan saling tuduh cuma karna bukti yang belum tentu bener."
Asahi adalah yang paling jarang berbicara di antara mereka, dia lebih sering diam dan mendengarkan. Lalu sekarang, ketika ia bicara banyak, semua orang mendengarkan lalu dibuat diam.
Tak ada yang menjawab, semuanya menunduk, merasa tertampar dengan ucapan Asahi. Selain itu, rasa bersalah terhadap Jaehyuk juga mulai muncul dalam diri mereka.
Kecuali si pelaku yang sebenarnya.
••••
Setelah bicara panjang lebar, Asahi mengajak Jaehyuk untuk pulang. Hyunsuk juga menyuruh semua temannya yang tersisa untuk pulang, karna kepalanya mendadak diserang pening dan ia ingin segera istirahat.
Hyunsuk mulai merasa matanya memberat, sepertinya ia akan tertidur. Tapi pintu kamarnya tiba-tiba diketuk dari luar, membuatnya kembali terjaga.
"Siapa?" tanya Hyunsuk dari atas kasur, tak berniat untuk pergi membukakan pintu.
"Jihoon," jawab suara dari luar. "Gue masuk, ya?"
Tanpa menunggu jawaban, Jihoon langsung membuka pintu dan masuk ke dalam.
Hyunsuk sama sekali tak marah, karna Jihoon sudah biasa seperti itu. Malah biasanya lebih parah, dia akan langsung masuk tanpa mengetuk pintu atau memberitahu dari luar, membuat Hyunsuk terkejut karna kedatangannya yang tiba-tiba seperti hantu.
"Kenapa belum pulang?" Hyunsuk bingung karna Jihoon masih ada di rumahnya, padahal ia sudah menyuruh semua untuk pulang sejak tadi.
"Bawain obat." Jihoon mendekati Hyunsuk, lalu meletakkan sebungkus obat di atas nakas. Ia tak membawa minum karna tahu jika Hyunsuk sudah menyediakan air minum sendiri di dalam kamar.
Hyunsuk mengernyit. "Buat apa?"
"Katanya kepala lo pusing, jadi gue bawain obat," jelas Jihoon singkat. "Diminum, biar cepet sembuh."
"Tumben lo baik."
"Gue emang selalu baik, lo aja yang lupa, Bang."
Hyunsuk tertawa pelan. Jihoon tak berbohong soal ucapannya, ia memang selalu bersikap baik pada Hyunsuk, meski sering juga mengusili teman tertuanya itu. Tapi, Hyunsuk tahu jika semua itu hanya sebatas candaan.
Dan mengenai ucapannya tadi, Hyunsuk hanya bercanda. Ia tak mungkin lupa akan semua kebaikan Jihoon padanya selama ini.
"Buruan diminum obatnya."
"Males." Hyunsuk nampak tak berminat menyentuh obat. "Gue nggak suka obat."
"Kalo gitu gimana pusingnya mau hilang?"
Hyunsuk menghela napas. "Sebanyak apapun gue minum obat, pusingnya nggak bakal hilang kalo masalah yang gue pikirin nggak selesai."
"Masalah tentang kematian Mashiho sama Doyoung?"
"Untuk sekarang gue lebih dibuat pusing sama Jaehyuk daripada itu."
"Lo masih curiga sama dia?"
"Gue ngerasa bersalah sama dia, Ji."
"Kenapa?"
"Omongan Asahi bener, semua bukti emang menuju ke arah Jaehyuk. Tapi bukti itu belum jelas kebenarannya, kita harusnya nggak nuduh Jaehyuk sampe segininya, kan?"
Jihoon kembali mengingat ucapan Asahi tadi, lalu merasa setuju dengan perkataan Hyunsuk.
"Dan seperti apa yang Asahi bilang, kalo kita emang temennya Jaehyuk, seharusnya kita nggak segampang itu curiga sama dia." Hyunsuk terdiam sejenak, lalu kembali melanjutkan. "Gue bener-bener ngerasa bersalah."
Hyunsuk tertunduk sedih, terlihat jelas kalau lelaki itu memang merasa bersalah atau apa yang telah ia lakukan pada Jaehyuk.
"Besok lo ikut gue."
Hyunsuk seketika mendongak, menatap Jihoon bingung. "Ke mana?"
"Ketemu Jaehyuk, buat minta maaf."