FRASA [✓]

Par helicoprion_

34.3K 8.3K 9.8K

#1 Frasa [08/04/21] #2 Aksara [11/01/22] Frans Amnesia Musibah tak diminta itu tidak hanya menghilangkan inga... Plus

Prolog
Part 1: Frasa
Part 2: Titipan
Part 3: Pembawa sial
Part 4: Pindah
Part 5: Larangan
Part 6: Pemberhentian
Part 7: Salah langkah
Part 8: Nanti
Part 9: Lo siapa?
Part 10: Rindu
CAST 💙
Part 11: Salah Paham
Part 12: Pelukan
Part 13: Maaf
Part 14: Genggaman
Part 15: Pilihan
Part 16: Penantian
Part 17: Kecewa
Part 18: Bayangan
Part 19: Rasi
Part 20: Memori
Part 21: Bullshit
Part 22: Isu
Part 23: Tugas Akhir
Part 24: Kecewa
Part 25: Rasa
Part 26: Peringatan
Part 27: Ketakutan
Part 28: Penyebutan
Part 29: Terungkap
Part 30: Keadilan
Part 31: Perintah
Part 32: Pengakuan
Part 33 : Pertanyaan
Part 34: Kekhawatiran
Part 35: Rasa Bersalah
Part 36: Perdamaian
Part 37: Tunda
Part 38: Be mine
Part 39: Status Kepemilikan
Part 40: Lelah
Part 41: Perubahan
Part 42: Perlawanan
Part 43: Happy Valentine 💙
Part 44: Tanda pengenal
Part 45: Kalung
Part 46: Paket
Part 47: Kesempatan
Part 48: Kenyataan
Part 49: Akses
Part 51: Pamit
Part 52: Lima Belas Juta
Part 53: Pesaing
Part 54: Setelah semua
Part 55: Permintaan
Part 56: happy birthday, Frans (1)
Part 57: Happy Birthday, Frans (2)
Part 58: Aku pulang, ya?
Part 59: Pergi!
Part 60: Titik balik
Part 61: Fakta
Part 62: Menyerah
EPILOG
KARSA

Part 50: Perihal Rasa

302 57 42
Par helicoprion_

Finallyyy...

Nggak jadi bebetapa hari lagi, sekarang aja T-T

Jadi hari ini update dua part ya 💙

Dan karena hari ini udate 2 part, ada target vote & comment yang harus dipenuhi.

Agak berat si targetnya buat part ini. Jadi silahkan komen sebanyak yang kalian bisa, dan jangan lupa tekan bintangnya, ya ✧

Banjirin kolom komentar aku nggak bakal protes kok.

Kalo aku belum update berarti targetnya belum terpenuhi. Jadi part berikutnya aku update kapan, itu tergantung kalian ya (≧▽≦)

Ah iya... Jangan lupa rekomendasiin Frasa ke temen temen, kakak, atau adek kalian ya. Follow juga kalau berkenan •-• Kalau engga juga gapapa kok. Tetep sayang kalian <3

Siap?

Selamat membaca 💙

•|FRASA|•

Hening membungkam. Suara yang berasal dari seorang siswi bernama Aksara Aurellin Pradikta hanyalah embusan nafas kecil yang terdengar teratur. Tempat ini jauh. Sangat jauh dari riuh suara pensi yang juga bisa disebut konser.

Tadi Aksa berniat menarik Frans menjauhi keramaian. Tapi cewek tetaplah cewek. Bukannya memenuhi niat, justru Frans lah yang menculiknya. Menyeret Aksara dengan susah payah melewati barikade yang sudah dibuka oleh Nata, melewati koridor-koridor lantai satu, lalu berujung di parkiran mobil.

De javu. Aksara pernah diculik Frans juga sebelum ini. Tapi rasanya berbeda. Yang sekarang terlalu memuakkan untuk dituruti. Tapi Aksa lelah. Dirinya juga terlalu lemah untuk membantah.

Dan di sinilah mereka. Di halaman belakang rumah Aksa dengan sofa cream panjang lengkap dengan set meja kecilnya. Dekorasi elegan berupa bunga-bunga imitasi yang juga senada dengan lukisan bertema aesthetic blue di ruas-ruas dinding yang kosong. Kolam ikan dengan air mancur kecil di sudut bebatuan.

"Kenapa diem aja?"

Frans mengangguk ketika Aksara menunjuk dirinya sendiri dengan tatapan heran. Memastikan makhluk Tuhan yang satu ini sedang bicara dengannya.

"Kamu kan yang mau ngomong? Aku nggak ada kepentingan. Jadi kenapa harus aku yang mulai pembicaraan?" Aksara bertanya penuh logika. Yang sayangnya, itu benar.

"Kamu nggak se penting itu," imbuhnya.

"Gue penting."

"Ha-ha-ha."

"Gue penting buat lo, Sa."

"Heh? Mimpi?"

"Gue penting buat lo, Aksara." Frans memaksa.

"Aku yang punya pikiran kok kamu yang ngatur?" Nada tidak terima kentara sekali dari jawaban sekaligus pertanyaan Aksara barusan. Ngeyel sekali penghuni bumi yang satu ini.

"Gue nggak ngatur. Gue cuma ngomong fakta."

"Ada gitu, ya? Kamu nggak ngaca? Aku ada di sini sekarang aja gara-gara kamu paksa. Bukan kemauan aku sendiri. Nggak malu bilang kalo kamu penting buat aku? Nggak malu ngomong kamu lagi bahas fakta?"

"Malu."

Aksa tak mengerti. Kemana perginya ego Frans yang selangit? Aksara akan membayar ojek untuk membawa pergi wajahnya jika menjadi Frans. Semahal apapun itu, Aksara akan mengojek kan wajahnya.

Frans menangkap ekspresi heran dari perempuan di hadapannya ini. Ah... Frans paham sekarang. "Lo ngira gue malu gara-gara bilang gue penting buat lo?"

Bodohnya, Aksara mengangguk lugu. Belum benar benar bisa menjauhkan kepolosannya walaupun untuk sementara.

"Oalah... enggak kok, Sa. Gue nggak malu bilang kayak gitu. Karena emang gue penting buat lo," ujar Frans santai.

"Ngomong ngomong soal malu, gue malu sama perasaan gue sendiri, Sa."

"Gue malu sama lo," mata Frans menatap dalam dalam netra bening Aksa. Menyelami setiap garis dalam iris coklat terang tersebut dengan harapan menemukan celah kejujuran Aksa.

"To the point apa yang mau kamu omongin, habis itu silahkan kamu pulang!"

"Gue belum selesai."

"Aku nggak minta kamu selesain! Aku minta kamu to the point! Dan satu lagi, apapun itu yang mau kamu omongin aku nggak peduli!

"Lo sukak sama gue, kan?"

"Iya."

Mata Frans berbinar. Menyiratkan bahwa sekarang ini pemuda itu haus akan jawaban iya.

"Tapi dulu."

"Sekarang jugak."

Aksara mengangkat satu sudut bibirnya. Berdecih pelan sambil menertawakan Frans. "Nggak usah sok tau!"

"Lo sekarang masih sukak sama gue," ulang Frans menegaskan.

"Belum cukup ngebuang hati sama otak, sekarang kamu ngebuang telinga jugak ya?"

"S-"

"Kamu buang kemana, Frans? Atau kamu jual buat menuhi tuntutan pacarmu itu?"

Emosi Aksara benar benar tidak stabil hari ini. Ditambah dengan perpisahannya dengan Leon yang terasa sangat tiba-tiba membuat Aksa pusing beberapa hari terakhir. Diluar itu, Aksa juga sangat berharap agar tak pernah berurusan dengan Frans lagi.

Setelah berbulan bulan membenci Aksa dan berminggu-minggu mereka tak saling bicara, Frans kembali dan mempertanyakan perasaannya.

Entah tanggapan apa yang harus Aksa berikan sekarang. Apakah dosa jika Aksara menertawakan Frans? Ia rasa tidak. Cewek itu benar benar muak melihat wajah Frans yang sekarang tak pernah lagi menatapnya dengan senyuman.

Hampir setengah tahun Aksara sendirian yang tersiksa. Dia sudah memutuskan untuk tidak menghukum dirinya lagi.

"Sa gue tau lo marah. Tapi apa nggak bisa gue minta kesempatan buat ngomong? Paling enggak dengerin gue malem ini, Sa."

"Harus?"

"Harus." Frans menjawab tegas. Lagipula dirinya sudah egois di mata Aksara. Jadi egois sekali lagi tidak akan terlalu berpengaruh. Toh keegoisan Frans kali ini memiliki tujuan yang baik dan target yang jelas.

"Kenapa harus? Kenapa aku harus mau dengerin kamu, sedangkan kamu sekali aja nggak pernah mau dengerin aku?!" Aksa hampir menangis. Tapi berusaha agar kelenjar air matanya tidak bekerja dengan heboh malam ini. Menerima semua cacian Aksa memang sesuatu yang harus Frans alami sekarang. Masih untung Aksa mau bicara dengannya.

Tidak tidak. Mungkin kalimat yang lebih tepat adalah "Mau dipaksa bicara dengannya."

Senyum tulus tercetak di bibir Frans. Ia tau jawabannya.

"Karena lo bilang kita bakal ngomong kalo gue udah sadar diri."

"Dan aku udah bilang kalo definisi sadar diri kita itu beda."

"Sama kok, Sa. Gue emang belum putus sama Sania. Lo mau tau nggak alasannya apa?"

"Nggak!"

"Oke gue angep mau," -Frans terus berbicara, "gue emang belum putus sama Sania. Gue maunya mutusin Sania waktu gue sama lo, Sa. Gue maunya Sania juga tau kalo sandiwara dia udah kebongkar sekarang. Gue maunya lo liat, Sa. Kalo gue lebih milih lo daripada dia."

Aksara kembali tertawa sumbang. Menyebalkan. "Kamu nggak bisa ngatur semua hal semau kamu. Aku udah bilang kita sama sekali nggak ada hubungan. Aku benci kamu dan kamu juga benci aku. Kenapa sih kamu selalu memperumit keadaan?"

"Iya. Cuma gue mau ngingetin aja. Lo bilang kita bakal bicara kalo gue udah sadar diri. Dan gue udah ngalamin dan gue berani jamin itu sekarang, Sa. Jadi gue tagih janji lo buat ngomong sama gue."

"Masih berlaku ya janji harus ditepati?"

"Masih."

Frans hanya tidak tau kalau yang dimaksud oleh Aksa bukan janji tentang dirinya akan bicara. Tapi janji yang telah dilukai oleh Frans dan membuat kepercayaan Aksa benar benar harus disapu habis.

"Masih berlaku?" ulang Aksa.

"Masih, Sa. Gue nggak mau tau. Janji itu masih berlaku dan gue nagih janji itu sekarang."

Maaf, Sa. Bukannya niat gue mau lebih nggak tau diri lagi. Tapi salah ya kalo berjuang buat jadiin lo satu-satunya lagi? tanya Frans dalam hati.

"Ooh... Egois ya?"

"Iya. Gue egois. Dan sifat itu yang bikin hubungan kita kayak gini sekarang," Frans mengambil nafas panjang, "dan tolong biarin sifat itu ngembaliin kita kayak dulu, Sa."

"Heh?" gumam Aksa tak paham. "Nggak ngerti," ucapnya jujur.

"Maaf."

"Untuk?"

"Semua."

Maaf, ulang Aksa tanpa suara.

"Aku udah pernah bilang kan kalo aku benci kamu? Kamu kayak gini justru bikin aku makin benci!" Aksara mencoba menguatkan diri. Meneguhkan hatinya untuk tidak luluh begitu saja.

Terakhir kali Aksara mencoba berpikir logis dan menerima fakta kalau Frans amnesia sepenuhnya, pemilik rambut gelombang coklat itu justru mendapati Frans dan Sania yang sudah berganti status keesokan harinya. Bukankah cukup jelas? Aksa tidak akan mundur pelan pelan. Terlalu lama dan keburu hatinya semakin dibuat remuk juga.

"Gue sering bikin lo nangis. Apa kalo gue nangis lo bakal percaya kalo gue beneran tulus minta maaf?"

"Mau tau sesuatu?"

Frans mengangguk polos.

"Aku nggak butuh air mata buaya!"

Oke. Dia tau Aksara takkan percaya begitu saja dengan apa yang Frans ucapkan. Bukankah Frans pantas menerima ini? Masih mending dirinya bicara hanya berdua. Waktu waktu yang lalu Frans bahkan melakukan ini di muka umum. Mempermalukan Aksa dengan membuat remaja polos itu seakan tak punya harga diri. Dulu, Frans terlalu membesar-besarkan masalah.

Pemuda tersebut menarik nafas panjang.

"Boleh gue minta waktu lo sepuluh menit buat ngejelasin?"

Ah, Sial! Frans memaki dirinya sendiri yang terlampau bodoh. Sebelum ia pacaran dengan Sania, semua waktu Aksara seolah olah hanya untuk Tuhan, pendidikan, dan persahabatan. Sekarang justru Frans harus mengemis hanya untuk meminta enam ratus hitungan dari total umur yang Aksa punya.

Sepuluh menit aja, Sa. Habis itu kamu nggak perlu liat dia lagi, batin Aksara menyemangati diri sendiri. Ia tak menjawab. Beranjak duduk di kursi gantung dekat kolam koi. Perempuan itu membuka ponsel dan langsung masuk ke fitur pengelola waktu. Lantas memasang timer tepat sepuluh menit.

Frans berusaha tidak terpengaruh saat cewek yang disukainya ini sengaja mencerahkan layar ponsel dan meletakkan benda mahal itu diantara dirinya dan Aksara. Seakan memberi peringatan bahwa Aksa sudah berbaik hati memberikan enam ratus detik dan tak sudi memberikan waktu lebih dari itu.

"Sa... Gue tau gue nggak tau diri. Gue beneran nggak tau sifat asli gue kayak gimana. Yang jelas sebelum pertama kali kita ketemu, Sania bilang kalo gue banyak yang sukak."

Benar. Aksa akui hal tersebut. Mustahil dengan wajah se estetik itu, seorang Frans Arelta Dwi Sanjaya tidak ada yang menyukai. Atau sedikit yang menyukai. Mustahil.

"Gue beneran nggak tau, Sa. Gue nggak sukak ada orang asing. Apalagi yang sok kenal dan apalagi itu cewek. Ya walaupun gue bego jugak, si. Gue nggak nganggep Sania orang asing soalnya emang dia orang pertama yang gue liat."

Benar. Aksa juga mengonfirmasi dalam hati pernyataan ini. Frans tak suka orang asing. Benar benar tak suka.

"Gue nggak sukak lo dateng waktu itu. Apalagi dengan gaya lo yang stylish, tapi bahasa lo yang nggak biasa. Gue kira lo salah satu dari cewek cewek yang Sania bilang."

"Gue nggak sukak sama lo yang terlalu ngatur. Gue ngerasa lo bener bener sok tau sama kehidupan gue dalam posisi lo yang bukan siapa-siapa. Lo tau? Gue risih. Bahkan tanpa sedikitpun gue mau introspeksi dan nerima fakta kalo semua yang lo lakuin itu bener. Semua yang lo bilang itu bener. Aksara bukannya sok tau. Tapi lo emang tau."

"Waktu gue tau kita tetanggaan, pikiran gue bener bener menggebu-gebu buat mewajarkan. Waktu itu gue mikir, wajar lo bertingkah seolah tau segalanya karena lo ngerasa deket sama orang tua gue. Tapi tetep aja gue nggak sukak. Tapi makin kesini, lo makin ngeselin, Sa. Lo ngekor gue kemana-mana bahkan waktu kita ada di sekolah. Gue malu selalu jadi pusat perhatian."

Aksa tersenyum kecut dalam hati. Tapi di bibirnya, manusia yang sedang menatap koi dan memasang pendengaran itu justru menyunggingkan tawa kecil. Mengejek. Malu, ya? ulang hatinya ikut campur.

"Jadi sebelum lanjut, jawab gue dulu. Apa sifat gue sesuai sama yang seharusnya?"

Anggukan refleks Aksa lanturkan walaupun matanya sama sekali tak menatap Frans. Semuanya sesuai dan memang seperti itulah Frans. Namun sejurus kemudian, Aksa menoleh. Menggeleng cepat dengan harapan Frans belum melihat anggukannya.

"Mana aku tau?! Kamu yang punya sifat ngapain aku yang harus ngonfirmasi bener atau salahnya?! Tanya aja sana sama sahabatmu yang udah mulai lahir bareng-bareng."

Kok gemes, sih? batin Frans. Dia terkekeh kecil melihat tingkah gadis di hadapannya.

"Gue lagi ngelakuin itu kok, Sa."

Aksara memperhatikan tangan Frans yang menekan tombol pause pada hitungannya. Memberikan tatapan protes.

"Gue minta sepuluh menit buat gue ngomong, kan? Gue aja. Kalo waktu sepuluh menit punya gue lo ambil, berarti gue berhak dapet tambahan waktu."

Apa-apaan ini? Lawan bicara Frans memaki dalam hati. Jelas-jelas tadi Frans yang memberi pertanyaan. Merasa dibodohi, cewek itu menekan lagi tombol pause untuk melanjutkan hitung mundur.

"Gue lagi tanya sama sahabat gue sekarang."

"Sa..."

Tak ada jawaban. Aksa tau bahwa mantan sahabatnya ini cuma berusaha memaksa dirinya untuk bicara dan untuk nanti akan menekan layar lagi seenak jidat.

"Sa, gue minta maaf."

"Telat nggak kalo minta maaf sekarang?"

Wajah cantik alami cewek itu hanya mementaskan ekspresi datar. Bukankah jawabannya sudah jelas?

"Gue bikin lo malu di depan bunda sama Kak Risya. Gue bikin lo terpaksa harus duduk sama Leon. Gue marahin lo di kantin aja lebih dari lima kali. Maksa Leon buat ngejauhin lo dari hidup gue. Gue ngebuang semua surat yang lo kasih di hadapan lo, Sa. Lo pasti sakit hati, ya?"

Aksa tetap tak mau bicara.

Ya iyalah, bego! Masak gitu doang ditanyain?! Hati Frans memaki pemiliknya.

"Gue bilang ke Leon kalo mau nganter lo pulang, Sa. Tapi yang ada gue malah ninggalin lo di taman belakang sekolah. Gue bahkan diem aja dan berusaha nutupin fakta waktu Sania nyebar berita hoax di mading. Gue bikin lo pingsan di gunung dan gue ngga bakal pernah bisa maafin diri gue sendiri kalo lo sampe kena hipotermia waktu itu."

"Sa...," panggil Frans.

"Nomer lo bahkan gue blokir sampe sekarang. Gue udah ngelanggar janji buat nggak pacaran. Dan itu cuma beberapa dari sekian sikap buruk gue yang harusnya justru buat Sania."

"Gue pasti nyakitin lo banget, ya?"

"Lima menit," ucap Aksara. Tepat saat timer menunjukkan angka 00:04:58.

"Sadar sih, Sa. Kalaupun minta maaf sekarang masih lo bolehin, kesalahan gue ngga bakal bisa dimaafin segampang itu."

Frans meniup jambulnya yang berantakan. Hatinya benar benar gelisah. Otaknya yang terus mendoktrin Frans untuk mengatakan detail se lengkap-lengkapnya. Juga jantung menjadi organ yang sekarang terlalu bersemangat untuk bekerja.

Kenapa nggak bilang aja, sih? Bilang kalo waktu Aksa hampir hipo lo juga ke rumah sakit. Bilangin ke dia kalo lo udah mutusin buat ngasih hati ke Aksara sebelum lo pacaran sama Sania! Bilang ke Aksa kalo lo pacaran sama Sania nyatanya cuma buat pelampiasan sakit hati lo sama status Aksa yang bilang suka sama Alfandra. Bilang kalo Aksaranya cuma satu dan Aksara satu-satunya!

Frans menggeleng. Ia berharap bisa seperti itu. Ia berharap bisa memiliki keberanian setinggi itu untuk menjelaskan bahwa selama ini Frans juga menyimpan perasaan. Frans harap bisa mengungkapkan kalau sakit hati yang Aksa rasakan juga Frans terima semenjak Aksa menyebut nama Alfa sebagai orang yang disukainya.

Sayangnya, Frans tak punya nyali. Frans ke sini untuk meminta maaf dan mengemis kemurahan hati Aksara yang dulu selalu Frans anggap sebagai suatu drama. Frans datang ke sini untuk meminta sahabatnya kembali.

Bukan untuk membanding-bandingkan siapa yang lebih sakit hati. Bukan juga untuk menunjukan bahwa Frans tak seburuk itu selama ini. Bukan.

"Gue sukak sama lo, Sa."

"Satu menit," jawab Aksa sambil terus menatap ikan koi yang berenang tanpa arah di kolam belakang rumahnya. Aksara bahkan sama sekali tidak tampak terganggu dengan pengakuan Frans yang seharusnya sangat sangat tidak masuk akal.

"Gue udah bilang semuanya, Sa. Gue nggak butuh menit terakhir."

"Oke. Satu menit terakhir buat aku," -Aksara membenarkan posisi duduk, "kamu nggak tau diri? Iya. Kamu bego? Banget. Kamu nyakiti aku? Iya, lah. Jelas. Pake nanyak lagi. Kamu nggak cuma nyakitin, Frans. Tapi ngebunuh pelan-pelan."

Aksara sama sekali tidak memperhatikan wajah Frans yang kini sedang tersenyum kecut.

"Gini ya, Mas Eropa Tuan Sanjaya. Pertama. Kamu bener. Aku bohong waktu aku bilang aku sahabatmu. Kamu bener waktu kamu berpikiran aku cuma salah satu dari cewek yang ngejar-ngejar kamu dan manfaatin situasi kamu amnesia lalu ngaku-ngaku jadi sahabatmu."

"Dua. Tentang janji kita ngga bakal pacaran. Kamu tau dari Kak Alfa, kan? Jangan percaya. Kita nggak pernah ada perjanjian kayak gitu."

"Tiga, aku jujur waktu aku bilang aku sukak Kak Alfa. Semua yang ada di kamu terlalu nyakitin sampe aku sendiri milih buat punya perasaan ke Kak Alfandra!"

"Dan, Frans. Kamu nggak punya hak buat ikut campur siapa orang yang aku suk-"

"Gue berhak ikut campur!" potong Frans dengan nada tak suka.

"Gue berhak ikut campur tentang semua hal yang berhubungan sama diri dan hidup gue, Sa."

"Gue punya hak penuh buat ikut campur," tekannya.

"Karena gue tau lo bohong, Sa. Gue berhak protes atas kebohongan lo karena orang yang lo sukak itu gue! Bukan Alfa."

Frans mengunci tatapan Aksara. Membuat sepasang mata bening gadis itu tak sanggup bergerak walau sepersekian detik.

"Gue terima kalo sekarang lo belum bisa maafin. Gue bener bener terima karena gue sadar gue yang nggak tau diri. Gue bakal usaha buat memperbaiki kedepannya, Sa."

"Tapi gue sama sekali nggak bisa terima kalo lo bohong soal perasaan."

Mulut Aksa terjahit rapat. Aura Frans kali ini sama sekali tidak bisa ia definisikan. Pikirannya kosong untuk sekedar menebak maksud dari semua ucapan ucapan Frans.

Satu detik

Dua detik

Tiga detik

Aksara tau ini harus selesai dan memang harus diselesaikan. Segera.

"Itu dulu, Frans."

"Iya. Dulu gitu. Dan sekarangpun masih sama."

"Tentang perasaan?" -Aksa membuang muka, lantas mengambil nafas dalam dalam, "nggak ada yang penting buat di bahas! Nggak sedikitpun."

"Gue bego nggak kalo masih tanya kenapa?"

"Anggep aja iya," balas Aksa. "Tapi bakal aku jawab. Baiknya kamu nggak mempertanyakan soal perasaan sekarang. Aku udah bilang, kan? Dulu aku yang suka kamu sampe ngaku-ngaku jadi sahabatmu. Sekarang udah. Stop. Aku mau berhenti."

"Dengan alasan?"

"Karena aku udah nggak sukak sama kamu!"

Frans tersenyum penuh arti. "Hidung lo kalo bohong merah juga btw."

Aksara tak menjawab. Bahkan tak mau menatap mata lawan debatnya.

"Lo udah nggak sukak sama gue, atau gara-gara lo cemburu gue lebih milih Sania?"

Bego banget sih pertanyaannya?! Maki Aksara tanpa suara.

Andaikan bisa, Aksa ingin mengatakannya secara langsung. Tapi yang keluar hanya decihan tipis di bibir pink alami gadis itu.

"Nggak usah ngerasa jadi orang paling penting buat aku! Aku nggak peduli kanu mau pilih Sania atau siapa."

"Kamu tanya perasaanku, kan?"

"Perihal rasa, Frans..., kamu nggak perlu repot repot buat tanya."

"Cukup kamu tau kalau rasa itu udah mati sepenuhnya."

"Oh, ya? Terus maksud lo nyanyiin semua lagu tadi apa?"

•|FRASA|•

Aksara

***

Frans

***

Leon

Leon lagi ngilang ya. Makanya fotonya maskeran .·'¯'(>▂<)'¯'·.

***

Sania

***

Alfandra


***

See you next chapter 💙

Continuer la Lecture

Vous Aimerez Aussi

70.6K 4.6K 30
[Teenfic, Friendship, Angst, Romance] ~Second Story~ 🎖 # 1 Penderitaan - 24 Mei 2023 🎖 # 1 Angst - 28 Januari 2022 🎖 # 1 Kesedihan - 7 Januari 202...
220K 3.3K 9
CERITA DAH FINIS ☺ bisa di baca di dreame/ innovel ☺️ dengan akun sama Rousoku28 dan judul subtitude bride ( pengantin pengganti) Gara-gara membant...
37.7K 3.6K 62
[COMPLETED] Bisakah ia menentukan cintanya sendiri? Mengharapkan sang kekasih kembali dan hidup bahagia bersama. Memulai awal kisah yang bahagia bers...
1.1M 44.8K 15
Selama tiga bulan mendatang, Miya Gantari harus tinggal serumah dengan empat pria tampan, sebagai pembantu rumah tangga mereka. Kira-kira kejadian ap...