12. NUMPANG MAKAN

981 135 2
                                    

      Sejak pertemuan dengan Bang Rayyan di mesjid kampus itu, Renata tak lagi berkomunikasi dengan Rezanta. Cowok itu berubah seratus delapan puluh derajat. Tak ada sapaan, gombalan atau perhatian bertubi baik secara langsung ataupun lewat pesan chating di whatsApp. Jika kebetulan bertemu di kampus saat mengikuti mata kuliah yang sama pun, Rezanta selalu langsung pulang. Langsung ngacir istilahnya, karena dia keluar kelas tak lama setelah dosen meninggalkan kelas. Terlihat terburu-buru sekali. Entah ada apa. Yang jelas raut wajahnya selalu tampak serius, cemas dan tegang.

    "Kenapa dia?" tanya Renata suatu hari pada Kevin.

    "Lagi stress."

      Stress? Aneh sekali cowok seceria, sesantai dan seoptimis Rezanta bisa stres. Masalah seperti apa yang membebaninya sampai berunah seperti itu? Gak mungkin kan penyebabnya hanya karena bertemu Bang Rayyan? Imposible!

      Renata membuka aplikasi obrolan berwarna hijau. Dicarinya kontak nama Reza. Kemudian diketiknya beberapa huruf hingga tersusun beberapa kalimat.

Renata:
Assalamualaikum, calon imam.
Apa khabar, Za? Sehat kan? Kemana aja sih lo? Sombong banget sih gak pernah hubungi gue. Gak kangen gue gitu? Padahal gue kangen lho....

      "Ups... Kok jadi ngetik beginian sih?" Renata kaget sendiri. Dengan telapak tangan kirinya, dia menepuk-nepuk dahinya. Malu hati bisa sampai kepikiran mengetik kalimat tersebut. Cepat-cepat dihapusnya pesan itu. "Untung belum dikirim."

      Masih memainkan ponsel, dibukanya folder foto. Ada tiga foto selfie Rezanta. Teringatlah akan pesan dari si empunya foto. Cowok itu pernah bilang, kalau kalo kangen, pandangi saja foto itu sepuasnya. Dengan pede-nya pula dia bilang kalau foto itu ganteng-ganteng semua.

    "Ish! Lo emang bener-bener ganteng, Za," gumam Renata uring-uringan. Sebal pada dirinya sendiri karena dirinya memiliki perasaan itu. Sepertinya virus kangen lebih parah menggerogoti hatinya dibandingkan virus corona. Kacau-kacau!

      Dilemparnya ponsel ke kasur. Gedebug, terdengar jelas bunyi jatuhnya. Mungkin dikarenakan kondisi rumah yang sepi. Kedua orang tua dan kedua adiknya sedang berkunjung ke rumah Nenek. Bukan karena Nenek masih sakit. Tapi ada silaturahmi keluarga besar yang rutin diadakan tiap bulan. Renata tak ikut karena tadi harus ke proyek dan menyelesaikan banyak tugas kuliah. Tapi nyatanya, tak satu pun tugas kuliah yang berhasil dikerjakannya. Sejak tadi pikirannya tak fokus. Galau. Semua ini karena....

      Tok-tok-tok....
Suara pintu diketuk beberapa kali diikuti suara salam. Renata beranjak dari kamarnya. Jam 20.05 WIB, demikian waktu yang ditunjukan jam dinding di ruang tamu. Sedikit takut dan ragu untuk membukakan pintu karena hari sudah malam, hujan pula. Di rumah pun tak ada siapa-siapa. Semoga aja bukan orang jahat.

    "Waalaikumsalam. Siapa sih yang malam-malam gini ber-ta-mu...." Di ujung kalimat terdengar kata yang melambat dan terbata.

      Saat pintu baru terbuka separuh, Renata tak bisa menahan kagetnya karena mendapati sesosok tinggi yang sejak tadi memenuhi pikirannya.

    "R-Reza...?" Antara percaya dan tidak ia menyebut nama itu. "Lo Reza? Ngapain lo malam-malam begini ke sini?"

    "Kangen," jawaban cepat dan santai diucapakan tamu tak diundang itu.

      Renata terpaku di tempatnya. Speechless. Pintu rumah baru terbuka setengah, tapi hatinya sudah terbuka penuh. Entah mengapa ia merasakan hatinya menghangat. Jantungnya pun berpacu beberapa kali lebih cepat. Asli, dia sendiri pun kangen. Apalagi saat melihat senyum merekah di wajah tampannya. Bikin hati meleleh dan baper.

    "Kaki gue lemas, Saudara-saudara!" Bisik hatinya.

    "Gue kangen." Rezanta mengulang kembali kalimatnya yang sukses membuat hati Renata tambah jumpalitan. "Boleh peluk gak?"

Desirable Love ( End )Where stories live. Discover now