48. BUMIL KESAYANGAN

770 85 1
                                    

"Lho kok tidur di situ?" Mama Dinda menatap penuh heran pada anak bungsunya yang ke luar dari kamar tamu.

Wajah Reza masih loyo, muka bantal sekali. Masih ngantuk pula. Jika bukan ingat kewajibannya sebagai muslim, tentu ia akan melanjutkan tidurnya. Maklumkah, sejak 'diusir' Renata tadi malam, ia susah sekali tidur. Matanya baru bisa terpejam sekitar jam dua dini hari. Dan ini kali pertamanya ia tidur sendiri semenjak menikah. Dan itu membuatnya tersiksa. Jadi mendadak insomnia pula.

"Lagi berantem ya?" Selidik Mama Dinda lagi. Mama sudah lengkap bermukena. Sepertinya sudah sholat tahajud dan bersiap sholat subuh. "Penganten baru kok berantem." Lanjut beliau lebih menyerupai gerutuan.

"Siapa yang berantem, Ma?" Tiba-tiba Papa Himawan sudah ada di sebelah mereka. Baju koko, sarung dan peci sudah tersemat rapi di tubuh gagahnya.

"Enggak berantem, Mama, Papa." Jawab Reza lesu tapi penuh penekanan "Cuma diusir aja sama Rena semalam."

"Diusir?" Mama Dinda menatap tak mengerti.

"Katanya Reza bau. Dia langsung mual dan pengen muntah. Padahal kan Reza baru mandi. Wangi lho, Ma. Aneh."

Papa tertawa kecil mendengarnya membuat Reza mendelik tak suka.

"Wah, sejarah terulang lagi ini. " Kata Papa dengan sisa tawanya. "Sabar, ya, Nak, Papa udah lebih dulu ngalamin hal itu." Papa menepuk-nepuk bahu jagoan bungsunya.

"Maksudnya?"

"Waktu Mama hamil kamu, Mama selalu mual dan kebauan setiap didekati Papa. Empat bulan berasa jadi bujangan lagi. Nyiksa Papa banget kamu, Za."

"Walah, empat bulan?" Reza tercekat yang dibalas anggukan Papa.

Ia pun meringis sambil menggaruk-garuk kepalanya yang tak gatal. Malu hati akan tingkah pola masa janinnya yang menguji Mama dan Papanya. Malu hati juga karena baru sehari saja dia tidak sekamar dengan istrinya, sudah misah-misuh gak karuan. Lha, Papa... Empat bulan dijauhi Mama?

"Busyet, kuat amat!" Salut Reza dalam hati. "Super daddy ini mah."

"Sabar ya, Za... Maklumin aja. Namanya juga lagi hamil." Mama menyemangati dan memberi pengertian pada anaknya. "Itu di luar kehendak Renata sendiri. Sebenarnya, ia lebih tersiksa dengan kondisi tubuhnya yang gak karuan gitu."

"Iya, Ma."

"Betul itu." Acc Papa. "Kita para lelaki gak seberapa tersiksanya. Bumil lebih berat. Makan susah, mual, muntah, mood turun naik, susah tidur, kegerahan, badan sakit gak karuan, dan lain-lain deh. Apalagi perjuangan pas melahirkan. Nyawa taruhannya."

"Iya, Pa."

"Mudah-mudahan aja Rena hamilnya gak separah Mama." Kata Mama Dinda lagi  "Mama mah parah. Susah makan, pusing kalau cium bau-bauan, gak kuat sinar matahari, males mandi, apalagi dandan. Pokoknya lemes, kucel sama kurus deh waktu hamil kamu di trimester pertama."

"Oh gitu ya, Ma. Nyusahin banget ya Reza."

"Untung aja Papamu ini baik dan sabar banget. Jadinya Mama gak stres. Malah Mama jadi sering gak enak hati dan merasa bersalah dengan kondisi hamil kayak gitu. " Mama menoleh pada Papa Himawan penuh cinta.  "Pokoknya Papa kamu super daddy deh. Hebat. Kamu harus teladani deh sikap hebat Papamu itu."

"Mama berlebihan banget sih ngomongnya." Papa terlihat tersipu dipuja-puji Mama begitu.

"Emang bener kok." Mama Dinda menegaskan. "Lelaki lain kan belum tentu bisa sesabar dan perhatian Papa. Bikin Mama tambah sayang kan sama Papa."

"Hahaha... Bisa aja Mama." Papa tertawa kecil. "Lagi mau dibeliin apa nih sampe muji-muji begini?"

"Ish, orang Mama tulus muji Papa...kok malah dicurigai sih. Sebel!"

Desirable Love ( End )Onde histórias criam vida. Descubra agora