26. POSESIF

917 110 3
                                    

Sementara Mas Jimmy sedang berurusan dengan tunangannya, Reza sudah membawa Renata ke parkiran.

"Masuk!" Perintah Reza setelah membuka pintu mobil Range Rover-nya.

Renata menurut. Reza membanting pintu agak keras sebelum berjalan memutar ke pintu dekat kemudi. Tampaknya kemarahan belum sirna. Buktinya dia tetap diam walaupun sudah duduk berdua dalam mobil. Mukanya masih ditekuk gak karuan. Tapi tetap ganteng kok. Ups!

Dengan sudut matanya, Renata memperhatikan Reza. Terlihat serius sekali memperhatikan tiga orang dewasa di luar sana. Tampak Mas Jimmy sedang mengejar dan meyakinkan seorang wanita cantik, disaksikan seorang pria kemayu yang setia mengikuti ke mana pun wanita tinggi langsing itu bergerak.

"Terima kasih sudah datang." Dari dalam mobil, terdengar Mas Jimmy meneriakan kalimat ini. "Karena sebenarnya lagu itu untukmu, Ditha."

Wanita bernama Aranditha itu menghentikan langkahnya, tapi tak menoleh.

"Tanyalah pada asistenmu itu, aku memang sengaja melakukan itu supaya kamu datang padaku. Aku ingin tahu kamu masih menginginkanku atau tidak, cemburu atau tidak."

Aranditha menoleh. Membalikan badan. Wajah cantiknya basah oleh air mata. Menoleh pada pria kemayu di sampingnya, menuntut penjelasan. Lelaki kemayu itu menganggukan kepala, seolah membenarkan kalimat yang diucapkan Mas Jimmy.

"Entar gue jelaskan yang sebenarnya, cin." ucapnya dengan nada gemulai. "Dia gak bohong.  Tadi cuma sandiwara. Sumpah."

"Percayalah, hanya kamu yang aku cintai." Kali ini Mas Jimmy sudah ada di sisi Aranditha. Berusaha memegang tangannya, tapi langsung ditepis. "Ayo, kita menikah. Jangan terus menunda."

Aranditha memandang lekat Mas Jimmy. Lalu menunduk. Belum ada satu pun kata yang ke luar dari mulutnya.

"Kita sudah sama-sama dewasa. Sudah waktunya menikah. Kedua orang tua kita pun selalu mendesak pernikahan kita. Ayolah, kamu masih bisa jadi model meskipun sudah menikah." Suara Mas Jimmy masih mendominasi. Semangatnya tinggi untuk mengajak wanita pujaannya ke pelaminan. "Masa kalah sama Renata. Sebentar lagi dia nikah lho, padahal masih kuliah."

Renata menoleh ke kanan. Tampak Reza masih khusyu memperhatikan drama cinta dua orang dewasa itu. Suara mereka terdengar jelas, karena kaca mobil di sisinya terbuka. Renata merasa bersyukur. Dengan begitu dia tak perlu menjelaskan apa-apa lagi tentang kesalahpahaman tadi. Toh, kejadian tersebut sudah menjawab semua.

Diusap-usap pergelangan tangannya yang masih terasa sakit bekas cengkraman tangan Reza. Ada bekas tanda merah di pergelangan tangan kanannya.

"Masih sakit?" Reza menoleh, memperhatikan tangan Renata yang mengusap-usap pergelangan tangannya. Merasa bersalah sudah  mencengkram sedemikian kuat.

"Sedikit."

"Maaf. Aku gak bermaksud menyakitimu."

Renata tersenyum lembut.  "Iya, aku tahu."

Reza menghidupkan mesin mobil. Lalu melajukannya meninggalkan parkiran kafe. Menembus gelapnya malam yang tergantikan terangnya  oleh sinar lampu rumah, gedung dan kendaraan. Pun sinar bulan purnama di atas sana.

"Kemana?" Tanya Renata

"Ke apotek dulu. Tanganmu harus diobati."

"Gak usah. Udah gak sakit kok."

"Jangan keras kepala."

"Tapi...." Renata tak melanjutkan kalimatnya, tak mampu melawan tatapan tajam Reza yang seolah tak ingin dibantah. Dia maklum, mungkin dengan mengobati tangannya, Reza ingin mengurangi rasa bersalahnya.

Desirable Love ( End )Where stories live. Discover now