33. RESEPSI

958 102 4
                                    

Pesta belum usai. Dan kebahagiaan terus berlanjut. Selepas isya, acara resepsi pernikahan Rezanta dan Renata dilanjutkan. Jika saat akad dan resepsi siang, mereka mengenakan pakaian pengantin adat Sunda, hingga berganti tiga model pakaian adat Sunda. Maka malam ini mereka mengenakan pakaian pengantin adat Minangkabau. Rupanya dalam tubuh Reza mengalir darah Minang. Kakeknya dari garis ibu berdarah minang. Sementara Neneknya dari garis Ibu berdarah Sunda.

Sebelum mereka bersanding serasi di pelaminan megah dan mewah itu, tarian persembahan ditampilkan. Barisan dara-dara cantik bergaun tradisional Minang menyambut rombongan pengantin dengan persembahan sirih lengkap. Tentu saja diiringi irama alat musik talempong, gamelan khas-nya Urang Awak, orang Minang.

Ditampilkan pula tari payung. Sebagian syair lagu pengiring tarian itu bunyinya begini:
"Babendi-bendi ka sungai tanang...."
Katanya, makna payung dalam tarian ini melambangkan peranan suami sebagai pelindung istri yang memayungi/mengayomi istri dan anak-anaknya kelak.

Ciri khas pelaminan dan baju pengantin Minang yang berwarna meriah dan berkilau, membuat sang pengantin semakin tampak bersinar. Para tamu undangan dibuat berdecak kagum. Puas dan terpesona dengan segala hal yang ditampilkan di resepsi pernikahan yang elegan, megah dan mewah ini. Rancak bana.

"Selamat ya, Renata, Reza." Mbak Aranditha memeluk Renata. Ia ikut bahagia atas pernikahan itu. Begitu pula Mas Jimmy, sang suami.

"Semoga menjadi keluarga samawa dunia akhirat. Aamiin." tambah Mas Jimmy yang tampak gagah dengan setelan batik coklatnya.

"Aamiin." Jawab Reza dan Renata bersamaan. "Terima kasih, Mbak, Mas."

"Kalian serasi sekali. Pengantin yang cantik dan tampan." Aranditha tak dapat menyembunyikan kekagumannya. Matanya berbinar terpesona. "Aku....hoek.. hoek."

"Lho... Mbak, Mbak kenapa?" Renata terkejut sekaligus cemas melihat sang model cantik itu seperti ingin muntah. "Mbak sakit?"

"Enggak kok, Ren. Maaf, ya." Aranditha tersenyum canggung, sambil menahan mual di perutnya. "Biasa..."

"Istri saya lagi hamil, Ren." Potong Mas Jimmy sambil merangkul bahu  istrinya. "Baru dua bulan. Makanya sering mual. Maaf, ya."

"Ya, Alloh... Alhamdulillah. Selamat ya, Mas, Mbak."

"Padahal gak perlu memaksakan untuk datang ke sini lho, Mbak. Kasihan Mbak Ditha sama debay-nya."

"Mana bisa aku melewatkan  pernikahan pasangan favoritku. Rugi dong." Aranditha memberengut. Lalu tersenyum hangat. "Spektakuler begini."

"Sejak dapat undangan dari kalian, dia semangat sekali. Tak sabar nunggu hari ini." Mas Jimmy tersenyum dan melirik istrinya. "Kayak dia sendiri aja yang mau jadi pengantinnya. "

"Ih, Mas Jimmy." Aranditha mencubit manja lengan Mas Jimmy.

Mas Jimmy tertawa lagi. Tapi diakhiri dengan membelai kepala istrinya.

"Udah,udah, Ayo, Yang." Mas Jimmy memegang tangan istrinya. Bersiap menuntun. "Ayo, Yang... kita bikin kemacetan. Tuh, lihat antrian tamunya mengular."

Arandita menoleh ke samping belakang. Benar saja, para tamu sudah mengular, antri hendak menyalami dan mengucapkan selamat pada pengantin. Aduduh.

"Oh iya, ya. Maaf-maaf." Aranditha tersenyum malu. "Sekali lagi selamat, ya, Rezanta, Renata."

"Terima kasih, Mbak, Mas."

"Jangan lupa nyusul kita, gak usah nunda-nunda." Lanjut Mas Jimmy setelah beberapa langkah ke depan.

"Sipp!" Reza memberi jempol tanda menyetujui kalimat itu.

Kembali sepasang pengantin itu harus menjalankan tugasnya. Berdiri manis di pelaminan, menyambut para tamu undangan dengan menyalami dan mengucapkan terima kasih, lengkap dengan keramahtamahan dan senyum manis. Sampai pegal dan kaku wajah mereka karena harus selalu tersenyum. Belum lagi kaki yang berdiri sekian jam. Pegal banget.

Desirable Love ( End )Où les histoires vivent. Découvrez maintenant