Sembilan

787 212 196
                                    

Apakah kalian punya pernikahan impian? Jika punya, seperti apakah gaun pernikahan impian kalian?

Apakah kalian punya pernikahan impian? Jika punya, seperti apakah gaun pernikahan impian kalian?••

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Teh, pinjem motor."

Suara bernada datar itu menyentak Adara yang tengah menyapu lantai kamarnya. Ia menoleh dan menemukan Bimo yang tengah bersandar pada daun pintu dengan tangan yang terlipat di depan dada, lengkap dengan seragam putih abunya.

Adara mengerutkan kening. "Belum berangkat?" tanyanya seraya melirik jam dinding yang kini menunjukan pukul tujuh kurang sepuluh menit. Bukankah seharusnya Bimo sudah berangkat sejak tadi karena jam masuk sekolah dimulai pukul tujuh?

Masih dengan wajah datarnya, Bimo mengembuskan napas. "Motor mogok, kalau ojol lama nunggunya." Tangannya menadah pada Adara dengan kaki yang mengetuk-ngetuk lantai dengan cepat. "Cepetan."

Merapatkan bibirnya lalu Adara melangkah tanpa kata untuk mengambil kunci motor yang ia letakkan di atas nakas. Saat memberikan kunci motor, ia menunduk untuk menghindari netra Bimo yang menyorot tajam.

"STNK." 

Mendengar itu, Adara segera kembali melangkah ke dalam kamar untuk mengambil Surat Tanda Nomor Kendaraan yang ia simpan di dalam dompet. 

Tanpa ucapan terima kasih, Bimo langsung berlalu setelah STNK milik Adara berada di tangannya.

Adara tidak akan menegur tentang hal itu. Ia sudah terbiasa. Saat sang ayah meninggal, Bimo tidak menangis. Ia hanya menjadi lebih pendiam dan sedikit kasar. Pernah suatu hari, Adara menegur adiknya itu karena sering kali begadang hanya untuk bermain game. Namun, respon dari Bimo sungguh mengejutkan. Bimo membentak dan berkata bahwa Adara tak perlu susah-susah mengurusinya. Dan sejak saat itu, Bimo selalu berbicara ketus dan menusuk padanya.

Menarik napas pelan, Adara lalu kembali melanjutkan kegiatan menyapunya. Biarlah, lagi pula tidak ada pesanan yang perlu diantarkan di Hari Senin ini.

Membuka jasa sketsa dan karikatur tidaklah sulit baginya. Menyenangkan bisa bekerja sambil menyalurkan hobi. Selain itu, dalam seminggu hanya ada dua sampai empat pesanan. Tidak terlalu menyita waktu.

Teringat sesuatu, Adara menoleh pada ponselnya yang ia letakkan di atas nakas. Mengambilnya lalu membalas pesan Galen setelah memastikan sepuluh menit sudah berlalu sejak terakhir kali pria itu mengiriminya pesan. Ia menggerutu pelan seraya meletakkan ponsel kembali ponselnya. Bukan tanpa alasan, memangnya siapa yang tidak kesal jika dikirim pesan pagi-pagi sekali seperti ini?

Drrt drrt

Untuk kesekian kalinya, Adara memelototi ponsel dengan softcase berwarna pastel miliknya yang bergetar tanda ada sebuah pesan masuk. Matanya menyipit lalu memutuskan untuk mengabaikan pesan itu selama sepuluh menit seperti sebelumnya.

Ia terlalu kesal dengan Galen yang terus-menerus menanyakan banyak hal tentang lukisan. Entah itu 'siapa sebenarnya wanita dalam lukisan Mona Lisa?' atau 'lukisan apa yang paling mahal di dunia?' yang sebenarnya bisa pria itu dapatkan jawabannya dengan mudah  jika bertanya pada si serba tahu Mbah Google.

Nyonya InsecureWhere stories live. Discover now