Delapan Belas

643 110 146
                                    

I'm back👋

Gaes, ini mah kan aku bikin cerita teh ga pake kerangka dulu. Jd terabas aja gitu, makanya sering mentok😔

Sok atuh yg baca boleh spam komen atau mau curhat abis putus cinta boleh juga, yang mau ngasihbsaran atau kritik cap cus aja lgsg komen gitu. Siapa tau jd inspirasi wkwkwk

_____________________________

Diam bukan berarti tidak peka. Ia hanya pura-pura tidak tahu.


Suasana pagi hari terasa tentram dengan matahari yang bersembunyi malu-malu di balik awan putih

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


Suasana pagi hari terasa tentram dengan matahari yang bersembunyi malu-malu di balik awan putih. Lagu ballad berkumandang menambah kesan mellow yang ada.

Dalam duduknya, Jeni mengambil botol tupperware di meja kerja lalu mengarahkannya di depan mulut seolah botol itu adalah mic berwarna emas yang berkilauan. "Ku menangis~"

"Membayangkan ... " Suara melengking dan fals di bagian akhir terdengar hingga membuat yang mendengarnya mengerenyitkan dahi. "Betapa kejamnya dirimu atas diriku~"

Setelah menggerakkan kursi putar yang didudukinya untuk mendekati Adara, tangan Jeni terangkat lalu mencolek dagu Adara dan dibalas delikan tajam oleh gadis itu.

"Harus selalu kau tau~" Tak mempedulikan hal itu, Jeni mengangkat tangannya dan kembali berputar dengan kursinya. "Aku lah hati yang telah kau sakiti~"

Tak tahan, akhirnya Gita mendengkus. Ia menggeleng pelan lalu menggerutu, "Kenapa sih, Jen? Galau?!"

"Orang kek Si Jeni mana bisa galau, Git." Fitri menimpali dengan mulut yang terus mengunyah permen karet. Tangannya asyik menari di atas keyboard. Seolah tak terganggu dengan suara melengking milik Jeni.

Mendengar itu, Jeni terkekeh. Tangannya mengibas ke arah Gita yang tengah mengusap perutnya —mungkin mrngucap doa agar anaknya tidak seperti Jeni— lalu berucap, "Denger lagu galau itu belum tentu lagi galau, Git. Enak aja gitu dengernya."

Adara ikut tertawa pelan. Sudah tidak asing dengan sifat Jeni yang tekadang sedikit absurd. Meski terkesan cerewet, kepiawaiannya dalam bekerja patut diacungi jempol. Dengan kemampuan bicaranya yang luwes, ia mampu menggaet beberapa supplier bagi Laura Bridal.

"Ku menang-"

Kring

Lengkingan suara Jeni terputus saat telepon kantor berdering nyaring. Dengan cekatan, Jeni mengambil gagang telepon lalu bedeham pelan. "Hallo, selamat pagi. Dengan Laura Bridal di sini, ada yang bisa saya bantu?"

Setelah mendengar balasan dari seberang sana, wajah Jeni sedikit terkejut. Namun, tak lama kemudian wajahnya berubah cerah. "Baik, Pak. Terima kasih."

Nyonya InsecureWhere stories live. Discover now