Dua Puluh Tiga

369 54 21
                                    

⚠️Chapter lebih pendek dari biasanya⚠️

Kalian baca ini kapan nih? Pas lagi buka atau sahur?

By the way, today is my birthday xixixi

Hari Minggu bisa dibilang hari yang cocok untuk memanjakan diri dari penatnya urusan dunia

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


Hari Minggu bisa dibilang hari yang cocok untuk memanjakan diri dari penatnya urusan dunia. Ada yang berlibur dengan orang terkasih, memburu pakaian yang tengah didiskon padahal sebelum itu harganya dinaikkan terlebih dahulu, nongkrong cantik di cafe mewah hingga lupa tagihan pay later telah menunggu. Namun, ada juga yang beban pikirannya semakin menumpuk. Entah itu pergi ke pernikahan sepupu yang lebih muda hingga menjadi korban pertanyaan sadis seperti 'kapan nikah?', mengerjakan pekerjaan dadakan yang diberikan oleh si bos yang tak tahu waktu atau pun yang terus berbaring sepanjang hari sembari bergalau dan overthinking ria seperti Omar.

Yang Omar lakukan sejak pagi hingga saat ini hanyalah berguling tidak jelas di ranjang dan menghela napas. Wajahnya terlihat murung dengan tatapan mata yang sendu. Tidak ada air mata memang tapi siapa pun yang melihatnya pasti tahu kesedihan sedang melingkupi dirinya. 

Tangannya terulur mengambil sebuah bingkai di atas nakas yang terdapat foto dua insan yang tengah tertawa bahagia. Terlihat seorang pria yang tengah tersenyum lebar seraya memejamkan mata di atas sofa berukuran single. Satu tangannya memeluk pinggang seorang gadis yang duduk di lengan sofa. Gadis itu tersenyum cerah hingga matanya ikut tersenyum. Kedua tangan mungilnya memeluk erat leher sang pria. Pelipis keduanya menempel menggambarkan bahwa keduanya adalah sepasang insan yang tengah dimabuk asmara. Yap, kedua orang di foto itu adalah Omar dan sang kekasih.

Kebahagian terpancar dari foto yang diambil dengan teknik yang tepat oleh Galen. Sang sahabat Omar sendiri. Namun, ternyata Sang Pencipta lebih menyayangi gadis tersebut hingga memanggilnya di usia yang masih sangat muda. 

Omar berbaring miring seraya memperhatikan bingkai tersebut. Ibu jarinya tergerak untuk mengusap wajah sang kekasih. "Udah lama ya?" gumamnya yang hanya ditanggapi suasana hening di kamar. 

"Kemarin aku udah ngunjungin tempat yang sering kita datengin." Setelah ucapan Galen yang menyuruhnya untuk move on, Omar langsung melesat pergi mengunjungi tempat-tempat yang menjadi favorit mereka untuk berkencan. Perasaannya sedang kacau dan ia merasa butuh diobati. "Tapi aku malah makin ga bisa lupain kamu."

Omar terus bergumam lirih seolah yang diajak bicara ada di depannya. Sejauh mana pun ia berusaha, perasaannya tidak bisa berpaling. Ia masih sangat mencintai kekasihnya. Bahkan sejak dulu, mereka terkadang dijuluki pasangan ter-bucin. Hubungan mereka terbilang sehat dan jarang bertengkar hebat. Komunikasi yang lancar dan saling mengerti adalah kunci mereka. Semua terasa lengkap dengan pernikahan sebagai impian mereka. Sebelum semua impian tersebut hancur menyakiti mereka. 

Seperti nasihat dari sahabat-sahabatnya, Omar sudah beberapa kali mencoba membuka hati pada gadis lain. Tapi saat bertatapan, tanpa sadar Omar selalu membandingkan mereka dengan mendiang kekasihnya baik secara fisik maupun perilaku. Ia merasa ini tidak akan benar untuk ke depannya. Ia juga tidak ingin menyakiti hati seorang gadis karena di hatinya telah terukir nama gadis lain yang tidak akan pernah usang. Dan jika melakukan hal itu, Omar merasa telah ... berselingkuh.

Nyonya InsecureWhere stories live. Discover now