Dua

1.5K 379 236
                                    

Selamat membaca :)


Tarik napas, buang dengan perlahan

Ops! Esta imagem não segue as nossas directrizes de conteúdo. Para continuares a publicar, por favor, remova-a ou carrega uma imagem diferente.

Tarik napas, buang dengan perlahan. Tarik lagi, buang lagi.

Entah sudah berapa kali Adara melakukan itu. Gadis itu terlihat sedang memikirkan sesuatu, keningnya berkerut, pipi chubby-nya mengembung, bibirnya mengerucut. Jangan lupakan jari telunjuknya yang terus mengetuk meja kerja hingga menimbulkan suara yang cukup mengganggu.

"Oi!" Sebuah lemparan bungkus permen karet diterima Adara bersamaan dengan suara panggilan dari sisinya.

Adara menoleh dengan malas pada teman sekantornya, sang pelaku lemparan.

Gadis berambut pendek sebahu mengendikkan dagu pada Adara seraya mengunyah permen karet di mulutnya. "Kunaon maneh?"* Fitri, gadis itu, memutar kursi kantornya menghadap Adara. Melipat tangannya di dada lalu meniup permen karetnya hingga terdengar suara 'plok'. "Kayak yang stress." (*Kamu kenapa?)

Bukannya menjawab, Adara justru kembali menghembuskan napasnya. Ia menarik kedua kakinya ke atas kursi hingga paha menyentuh dadanya. "Cara pindah ke Mars gimana ya?" gumamnya seraya menarik kedua lengan sweater peach miliknya hingga menutupi kedua tangan. Dagunya diletakkan di atas lutut.

"Aaa...." Raut menggoda terpatri pada wajah Fitri. Ia berjalan ke arah Adara lalu mengacak pelan rambut gadis yang sedang dilanda kegelisahan itu. "Sepertinya ada yang galau karena patah hati." Gadis tomboy itu memungut bungkus permen yang tadi dilemparkannya di bawah kursi Adara lalu melemparkannya pada tempat sampah.

Mendengar godaan itu, Adara spontan menegakkan punggungnya. "Ih! Ga gitu," gerutunya semakin mencebikkan bibirnya.

"Masa sih?" Fitri semakin menggodanya. Ia terkekeh kecil lalu kembali ke kursinya. "Gita, temen kita lagi patah hati nih," ucapnya pada gadis berkacamata di depannya yang sedari tadi fokus pada pekerjaan.

Gita menoleh pada Adara yang kini menelungkupkan kepalanya di meja. Menggeleng pelan melihat Fitri terus menggoda gadis lugu itu. "Ada masalah, Dara?" Gita berbicara lembut mencoba meredam kegelisahan Adara. Di antara teman sekantornya, ia yang paling dewasa. Ia juga satu-satunya yang sudah menikah bahkan saat ini ia tengah berbadan dua. Sepertinya hal itulah yang membuat naluri keibuannya muncul.

Adara menegakkan tubuhnya, bibirnya terbuka hendak mengatakan sesuatu. Namun, hingga beberapa detik menunggu. Bibir itu kembali mengatup. Bukannya bercerita, gadis itu justru memasang wajah merana.

"Kebiasaan!" gerutu Fitri kesal karena Adara tidak jadi bercerita. Sementara Gita hanya menggeleng pelan lalu melanjutkan kembali pekerjaannya. Ia paham dengan sifat Adara, gadis itu terlalu sulit untuk membuka diri, bahkan pada sahabatnya sendiri.

Menghembuskan napasnya kasar lalu Adara mengedarkan pandangan ke penjuru ruangan. "Mana Jeni?" tanyanya mengalihkan perhatian dan juga pikirannya.

Plok

Nyonya InsecureOnde as histórias ganham vida. Descobre agora