21. Mars

6.3K 906 270
                                    

Happy Reading
🍦🍦

"Bukan kak Langit pelakunya."

Thea meletakkan ponsel milik Venus yang sudah ia isi dayanya. Rekaman suara ia putar. Kedua mata Thea menatap Mars, "Dia gak seperti yang kita tuduhkan, Mars. Gue jamin itu."

"Kenapa?" tanya Mars singkat.

"Lo bisa denger itu sendiri," Thea menghembuskan napasnya perlahan. "Biar gue jelasin secara singkat. Jangan ada yang motong."

Thea menatap kedua saudaranya, setelah nemastikan kalau mereka tidak akan berulah, Thea memulai ceritanya.

"Jadi begini, sejak kematian Mama Venus 2 tahun yang lalu, Venus ngerasa terpuruk. Dia selalu kepikiran Mamanya sampai-sampai dia ngalamin depresi. Salahnya Venus di sini, dia nyimpen ini sendiri, kecuali si pelaku." Thea menjeda, "Venus pernah beberapa kali menggores kulit perutnya sendiri hanya untuk melupakan Mamanya pake rasa sakit itu."

"Saat Venus sendiri, si pelaku itu datang kalo lo ataupun kak Langit gak dateng. Si pelaku ini udah lama kenal Venus, tapi Venus gak kenal dia." Thea melanjutkan, "Singkatnya, Venus curhat ke dia. Bahkan sejak awal, Venus meminta di suatu waktu dia di bunuh. Ini permintaannya sendiri, dan cowok itu menyanggupi."

Thea memperhatikan ekspresi dua saudara laki-lakinya. "Tentang obat tidur dengan dosis tinggi, Venus akan meminumnya jika dia merindukan Mamanya. Venus terlalu sering meminumnya membuat Venus merasakan efek sampingnya. Dia terlalu tergantungan, dan saat obat itu habis, pelaku itu akan mengikat kedua tangan Venus dengan erat di atas tempat tidur. Demi apapun, Venus tidak akan tahan untuk tidak menyakiti dirinya sendiri."

"Venus melakukan terapi secara diam-diam, tapi dia tidak mendapatkan hasil sama sekali. Sejak saat itu, Venus menyuruh pelaku itu melakukan sesuatu seolah Venus itu di bunuh oleh pembunuhan berencana. Bukan karena kemauannya sendiri." Thea merasakan sesak di hatinya, "Venus sudah terlalu lelah untuk hidup. Dia memang memiliki teman, keluarga, sahabat, tapi dia berpikir, Venus tidak dapat mengungkapkan apa yang dia rasa. Dia hanya bisa memendamnya sendiri."

Mars terdiam mendengar penjelasan Thea, cowok itu menatap adik perempuan. "Siapa pelakunya?"

Thea mengepalkan kedua tangannya, matanya berkaca-kaca. "Lo..Mars. Lo yang ngelakuin itu."

Ekspresi wajah datar Mars berubah saat mendengar jawaban Thea. Dia begitu kaget dan tidak percaya dengan jawaban yang di berikan oleh Thea.

"Enggak. Lo pasti bohong. Gue gak tau apa-apa tentang itu!" Mars membantah. Dia menggeleng ribut, "Enggak. Bukan gue, gue gak bakalan bunuh orang yang gue cintai."

Thea menatap saudara kembarnya dengan tatapan yang sulit Mars artikan. Kedua matanya memanas, dan setetes air mata mulai membasahi wajah cantiknya.

"Bukan lo, tapi–" suara Venus terasa tercekat di lehernya, dia menahan dirinya untuk tidak berteriak di depan Mars. "Bukan lo, tapi diri lo yang lain."

Mars tertegun mendengarnya, dia tidak bisa melakukan apapun sekarang. Dirinya yang lain? Apa maksudnya itu kepribadian ganda? Tapi bagaimana mungkin?

"Gak, itu gak mungkin. Gue–"

"Thea benar," Langit memotong. Dia menunjukkan note terakhir yang di tulis oleh Venus. "Itu lo. Dan diri lo yang lain itu namanya Sam. Dia muncul karena lo ngerasa kasian ke Venus, lo tau dia kek gimana. Dan Sam dengan mudah ambil tubuh lo. Dia muncul karena rasa kasihan lo ke Venus."

Mars semakin tidak percaya, dia menatap Langit yang menatapnya dengan sorot lembut walaupun Mars melihat adanya tatapan marah kepadanya.

"Lo gak boleh ngerasa berlebihan, termasuk sedih berlebihan lo itu." Langit melanjutkan, "Dan kepribadian lo itu terbentuk karena keturunan Mama Papa kalian."

BAD LUCK? (✔)Where stories live. Discover now