“bintang”

“iya bu?”

“berapa kali ibu bilang kamu jangan main lagi sama Alkena, jangan deket-deket sama dia kenapa kamu gak nurut sih?”  ucap Raya dengan suara yang meninggi, sadar jika ia sudah mengangkat telepon Alkena tadi, Bintang buru-buru memutus panggilannya, berharap Alkena tidak mendengar ucapan ibunya barusan, namun percuma, tentu saja Alkena sudah mendnegar semuanya dengan jelas.

“ibu kenapa jadi benci banget sama Alkena sih?”

“ya jelas lah, dia udah malu-maluin sekolah. Anak nubas gak pernah masuk kantor polisi. Baru dia aja seorang”

“bu, Alkena kan gak salah, polisi juga udah jelas-jelas bilang kalau Alkena itu gak salah, dia Cuma korban”

“ya tapi tetep aja ibu gak suka sama dia karena sifatnya yang nakal. Kamu hitung udah berapa kali dia dipanggil abang kamu gara-gara kasus hah? Belum lagi masuk ke BK, kamu masih mau deket-deket sama orang kaya dia”

“bu, ibu gak bisa dong nilai hidup Alkena hanya karena beberapa kejelekannya, ibu gak tau aja gimana sifat Alkena yang asli, gimana kehidupannya, apa alasan dia jadi nakal kaya gitu”

“kamu mau ngebantah ibu?”

“bintang gak bantah bu, bintang cum-“

“kan.udah kebukti, kamu deket-deket sama dia malah bikin kamu bangkang terus sama ibu. Apa gunanya sih kamu deket sama dia! Jadi pinter enggak, ketularan bobrok iya” bentak Raya

“bintang gak niat bangkang bu! Bintang Cuma mau nikmati waktu bintang sama temen yang bintang sayang, bintang Cuma mau nikmatin hidup bintang, bintang Cuma mau seneng-seneng sama temen Bintang sebelum bintang gak bisa rasain itu semua.” Ucap Bintang dengan suara bergetar, tangisnya sudah bisa dibendung lagi,

“apa maksud kamu?” ucap Raya melunak

“dokter bilang kondisi bintang udah semakin lemah, bintang takut harapan hidup bintang gak kenyataan, makanya bintang mau gunain kesempatan hidup yang bintang punya dengan sebaik mungkin, bintang Cuma mau main, seneng-seneng sama Alkena karena mungkin ini jadi yang terakhir kali bu” Bintang jatuh terduduk sembari menangis, Raya langsung memeluk putrinya itu, ia sadar sekarang kalau ia sudah terlalu keras selama ini.

“maafin bintang Cuma nyusahin ibu, maafin bintang belum bisa berprestasi, bikin ibu bangga, maaf bu kalau saat bintang pergi bintang belum bisa kasih apa-apa buat ibu” ucap Bintang

“enggak sayang, kamu gak bakalan kemana-mana”

“bintang takut bu”, Raya semakin mengeratkan pelukannya

“maafin ibu, maaf” ucap Raya berkali-kali, bintang hanya tertunduk, hatinya masih terasa sakit dengan perkataan Raya. Rhysaka yang sedari tadi diam diluar kamar Bintang ikut terisak melihat pemandangan seperti itu, apalagi dia sendiri yang mendnegar langsung dari dokter Bagas terkait kondisi adiknya itu.


***


Senin pagi ini Bintang tidak mengikuti upacara, ia dikelas sendirian sekarang, pikirannya masih melayang pada ucapan dokter Bagas mengenai kondisinya yang semakin melemah. Bintang asik menulis dibuku jurnalnnya sampai seseorang duduk disampingnya

“lohh, lo gak upacara?” pekik Bintang saat melihat Alkena duduk disampingnya,

“hehe gak ah panas”

“terus gimana caranya bisa kesini?”

“ya ijin lah, ma uke toilet terus belok deh ke kelas haha”

“anjir ih ya” ucap Bintang, lagi-lagi kepalanya terasa sangat pusing,

“tang.”

“lo sakit?” panggil Alkena pelan saat melihat raut wajah Bintang seperti menahan sakit, Bintang tidak menjawabnya, ia buru-buru mengambil obat ditasnya kemudian meminumnya,

“itu obat apa?” tanya Alkena, Bintang tetap diam, rasa sakitnya sedikit mereda

“tang, jawab itu obat apa?”

“lo gak perlu tau”

“kenapa gue gak boleh tau?”

“lo bukan siapa-siapa Al”, Alkena terdiam sejenak, kata-kata Bintang seperti menusuk ke hatinya,

“gue emang bukan siapa-siapa lo, tapi apa untuk peduli itu harus jadi siapa-siapa lo dulu? Apa buat nunjukkin kepedulian itu butuh status dulu?” tanya Alkena pelan, perlahan air mata Bintang menetes, pelan-pelan ia menoleh kearah Alkena yang membuat Alkena terkejut karena bintang menangis

“lo kenapa nangis?” tanya Alkena panik, bukan menjawab Bintang justru langsung memeluk Alkena dan terisak disana,

“makasih Al, makasih lo selalu ada buat gue, makasih udah jadi orang yang paling baik buat gue” ucap Bintang disela-sela isakannya

“tang, lo kenapa?”

“gue sayang sama lo Al, gue gak mau pergi”

“gue lebih sayang sama lo tang, asal lo tau. Gue selalu sayang sama lo” jawab Alkena sembari menepuk lembut punggung Bintang

“apapun yang terjadi, lo kuat. lo pasti bisa lewatin semuanya tang, lo pasti bisa, semua bakalan baik-baik aja” ucap Alkena pelan, Bintang semakin mengeratkan pelukannya pada Alkena,

“gue takut”

“lo gak usah takut, gue disini. Buat lo”, isakan Bintang terdengar mulai mereda, Alkena masih setia menepuk pelan punggung bintang untuk memberikan ketenangan.

‘I love you, bintang’ gumamnya pelan.

“oh iya, gue minta maaf kalo lo semalem denger omongan ibu di telepon” ucap Bintang setelah melepaskan pelukannya, Alkena tersenyum

“santai kali, gue mah udah kebal dengerin makian dari guru-guru, udah kek makanan sehari-hari lah caci maki tuh” jawabnya polos, Bintang terkekeh,

“makanya jangan bangor.tobat”

“iya ntar kelas dua belas”

“ish. Dari sekarang napa”

“ah elah, gak seru kalo dari sekarang, kan tradisinya juga kelas dua belas baru tobat, jadi anak religius”

“bodo ah, terserah lo” ucap Bintang, Alkena tersenyum, tangannya terulur untuk merapikan anak rambut Bintang

“jangan nangis lagi ya, markonah jelek kalo nangis,” ucapnya lembut, Bintang mencubit pelan tangan Alkena

“kebiasaan deh suka ganti-ganti nama orang”, Alkena menyengir lebar,

“iya maaf lupa, maesaroh”

“Alkena ih”

“hahahaha.. iyaa maaf Bintang Rhasyka Ibrahim Heksadekana”

“kenapa ditambah heksadekana?”

“kan marga gue, itu nama mau gue jadiin marga dikeluarga gue”

“terus kenapa disematin ke gue?”

“kan lo yang jadi istri gue, ya pasti lo duluan lah yang nyandang Namanya”

“halu bat siaa”

“biarin moga aja jadi doa” jawab Alkena cuek. Bintang hanya bisa tersenyum kecil mendengarnya.

aamiin’ batinnya






Alkena [END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang