(37) Retak (2)

5.9K 327 12
                                    

JANGAN LUPA VOTE AND COMMENT

Ramein setiap paragrafnya ya ;)

HAPPY READING

*****

Setelah mengatakan kalimat itu pada Albar, Vanilla langsung pergi tanpa tujuan dari sekolah. Wajahnya sudah berderai air mata. Namun, sebisa mungkin ia menutupinya menggunakan rambut panjangnya. Sesekali, ia menyekanya menggunakan lengan.

Rasanya sangat menyakitkan disakiti untuk kedua kalinya. Pertama; kalimat yang pernah di lontarkan oleh Albar sewaktu keduanya bertemu di jalan. Lalu, yang kedua kejadian tadi. Sungguh, Vanilla menyesal telah mempercayai Albar sepenuhnya.

Kaget, tak percaya, hancur, dan sedih. Itulah yang dia rasakan. Bagaimana tidak, dalam foto yang ditunjukan oleh Naufal, terdapat Albar yang tengah mengunci tubuh Reina di taman belakang. Naufal memfotonya dari arah samping, sehingga Vanilla tidak dapat apa mengetahui apa yang mereka lakukan.

Namun, yang pasti adalah, Albar melakukan hal yang lebih bersama Reina. Itulah yang Vanilla percayai.

"Cowok brengsek!" desisnya ketika sampai di parkiran.

Jujur, ingin rasanya Vanilla menangis saat ini juga. Tetapi, tidak mungkin.

"Jangan nangisin cowok brengsek kayak dia, Vanilla."

Suara yang terkesan formal itu membuat Vanilla yang hendak membuka pintu mobil mengurungkan niat tersebut.

Matanya memandang Dilla yang berada didepan mobilnya. Vanilla langsung teringat kejadian di pemakaman Kakaknya Albar.

"Bu Dilla." Sapanya seraya tersenyum paksa. Dengan hangat, Dilla membalas senyuman itu.

Seraya mengulum bibirnya, Vanilla berkata, "Eummm... Bu, maaf, saya lagi nggak enak badan. Boleh, nggak saya izin?"

"Saya tau kamu bohong. Saya tau, siapa yang membuat kamu kayak gini." Wanita dengan pakaian formal ala-ala mahasiswa pendidikan magang itu pun berjalan kearah muridnya. "Jadi, silahkan, kalau kamu mau pergi. Saya pernah muda, jadi paham rasanya. Apalagi, ditinggal pas lagi sayang-sayangnya dengan cowok yang sama."

Vanilla mengernyit mendengarnya, "Maksud Ibu?"

Dilla menghela nafasnya panjang. "Saya adalah mantannya Albar."

Satu kata, tapi mampu membuat Vanilla terkejut setengah mati. Matanya langsung membola mendengarnya.

"Dulu, hubungan kami baik-baik aja. Tapi, setelah beberapa bulan, Albar jadi sering pergi sama cewek lain. Setiap saya tegur dia, dia malah kasarin saya."

"G-gimana Ibu bisa pacaran sama dia? Kan, beda jauh umurnya?" tanya Vanilla polos.

Kepala Dilla menoleh menatap Vanilla yang begitu polos, "Kejadian itu, belum lama. Sekitar satu tahun yang lalu. Saat itu, umur saya masih dua puluh satu tahun. Sedangkan dia, udah tujuh belas tahun."

"Jadi, kamu harus hati-hati sama dia. Kalaupun, dia setia di awal, pasti dia akan ninggalin kamu di akhir."

"Pilihannya cuman dua. Meninggalkan atau di tinggalkan." Bisik Dilla.

Tubuh Vanilla menegang. Matanya membulat dan terarah kedepan dengan pandangan kosong. Dengan susah payah, ia menelan salivanya.

Tanpa pikir panjang lagi, Vanilla segera masuk kedalam mobil miliknya dan berlalu meninggalkan Dilla yang tengah tersenyum melihat kepergian kekasih dari mantan pacarnya.

ALBARES MADAGASKAR (END)Where stories live. Discover now