(7) Ditolong Albar

13.1K 852 40
                                    

JANGAN LUPA VOTE AND COMMENT, YA...
HAPPY READING

Deru keras berasal dari motor merah yang tengah dikendarai oleh seorang pria berjaket hitam disertai lambang harimau disaku kanan dan belakangnya. Motor itu berhenti setelah sang pengemudi menghentikan lajunya tepat didepan rumah megah bernuansa putih yang di gradasikan dengan warna cokelat.

Kemudian, pria itu membuka helm full face-nya. Netranya sudah minta di manjakan, karena waktu menunjukan pukul dua pagi. Tak mau menunda waktu lebih lama, ia langsung masuk kedalam rumahnya yang sudah gelap.

Penghuni rumah itu sudah pada tidur.

Kakinya melangkah naik keatas rundukan anak tangga yang jumlahnya tidak sedikit. Namun, baru beberapa langkah, kakinya harus berhenti bergerak karena lampu ruang utama yang tiba-tiba saja menyala.

Kepalanya menoleh kearah saklar. Disana netranya mendapati seorang pria paruh baya yang tengah menggeleng-gelengkan kepalanya seraya menatapnya dengan tatapan yang sulit diartikan.

"Sampai kapan kamu begini, Bar?" tanya Fathan-Papa Albar.

Pertanyaan retorik yang terlontar dari mulut Fathan membuat Albar tersenyum sinis. Lalu, kepalanya menoleh kearah pigura besar yang didalamnya terdapat keluarga besar Madagaskar yang utuh.

"Seharusnya Albar yang tanya sama Papa. Kapan Papa dan Ardhan berubah?" Albar balik tanya seraya menatap Fathan dengan dagu yang terangkat.

"Albar! Papa sudah capek dengan sikap kamu yang seperti ini. Sikap kamu yang selalu semau-maunya. Memang kamu pikir____"

"Albar enggak pernah nyuruh Papa buat ngawasin Albar!" Netra Albar menatap Fathan tajam, "Memangnya, Papa pikir cuman Papa doang yang capek? Albar lebih capek, Pa."

"Albar capek dengan semua sikap Papa yang selalu egois dan enggak pernah mikirin orang lain! Albar tau, Papa nangis waktu di pemakaman hanya karena pencitraan, kan?" sarkas Albar.

"Cukup, Albar!!!" bentak Fathan dengan suara yang lebih tinggi dari sebelumnya.

Telapak tangan Albar terbuka, lalu ia mengarahkan tangannya ke udara, "Never enough! Sebelum Papa tau, apa yang Albar rasain."

"Selama ini Albar cuman bisa tahan sama sikap Papa yang selalu ngambil kebahagiaan Albar. Begitu juga Ardhan yang selalu ngambil milik Albar sesukanya. Tapi, Albar cuman bisa diam."

"Sekarang, Albar gak mau semuanya kayak dulu lagi. Albar kayak gini, emang Papa pikir karena apa? KARENA SIKAP PAPA DAN ARDHAN YANG SELALU SEMENA-MENA SAMA ALBAR!!!"

Urat-urat di wajah Albar sudah mulai terlihat akibat ia yang membentak Papanya. Lebih baik ia mengungkapkan segala kekesalannya yang selama ini ia pendam. Toh, itu jauh lebih baik.

"Albar juga udah tau, kok. Kalau Papa itu masih berhubungan sama bitch itu, kan?" Tanya Albar.

"ALBARES!!!" suara Fathan menggelegar hingga seluruh penjuru rumah. Terlebih, keduanya tengah berada di sentral utama kediaman keluarga Madagaskar.

"Kenapa? Kaget karena rahasianya udah ketauan sama saya?!" sarkas Albar.

"Albares..." Panggilan lirih itu membuat Albar menoleh. Netranya mendapati sosok wanita yang tengah berdiri diujung tangga dengan tatapan sendunya, "Udah."

Dengan sejuta emosi, Albar langsung berlari menaiki anak tangga dan masuk kedalam kamarnya.

Sebelum menaiki anak tangga, ia kembali menoleh pada Fathan yang tengah mengepalkan tangannya kuat-kuat.

ALBARES MADAGASKAR (END)Where stories live. Discover now