(1) Pria Itu

55.3K 1.7K 105
                                    

HAPPY READING GUYS
JANGAN LUPA KASIH VOTE AND COMMENT

"Astaga, gue telat!" Vanilla, gadis berseragam SMA dengan rambut bergelombang dibagian bawahnya, mengusap peluh keringat yang ada di pelipisnya

Baru saja ia sampai disekolah barunya, tetapi gadis itu sampai dalam keadaan penuh keringat serta pagar sekolah yang sudah ditutup.

Netranya menacari-cari celah untuk masuk, namun sepertinya penjagaan disekolah ini sangatlah ketat. Banyak anggota OSIS yang berkeliaran kesana-sini memantau dari dalam ke arah luar

Untung saja otak Vanilla cerdas, ia bersembunyi dibalik tembok pembatas antara sekolah dengan jalanan.

"Gimana ya, caranya gue masuk ke dalem?" Posisi Vanilla kini sudah berjongkok. Jemarinya mengetuk-ngetuk dagunya seolah tengah berpikir.

Samar-sama, Vanilla mendengar suara yang tampak tidak asing ditelinganya. Lantas, ia menaikan sedikit tinggi badannya agar dapat melihat orang yang berbicara melalu celah tembok.

"Tumben mereka gak dateng?"

"Biasalah, pasti telat lagi."

"Biasanya jam tujuh lewat mereka baru sampe."

Sudut bibir Vanilla terangkat ketika melihat seorang gadis menggunakan almameter bewarna biru dengan rambut panjang tengah memantau keadaan dari dalam seraya menyedekapkan kedua tangannya didepan dada. 

"Nay, gue mau urus yang udah didalem dulu."

Setelah pria yang menjadi lawan bicara gadis itu pergi, Vanilla langsung lompat ke depan pagar hingga ia berpapasan dengan Naya-gadis yang berada didalam.

"Naya!!!"

Sontak Naya mundur dua langkah karena terkejut dengan kehadiran Vanilla-sahabatnya didepan pagar dengan keadaan penuh keringat, "Vanilla?"

Kepala Vanilla mengangguk, kemudian tangannya memegang jeruji pagar persis seperti narapidana yang minta keluar, "Nay, I'm late, please, help me.

Vanilla memelaskan wajahnya agar hati Naya tersentuh. Meskipun Vanilla sudah kenal tipikal Naya yang tidak mudah mudah hanyut pada kalimat seseorang.

Tentu ia kenal tabiatnya Naya. Karena, Vanilla bershabat dengan Naya sejak SMP. Bukan hanya mereka berdua, tetapi ada dua gadis lain. Firly dan Vava.

"Lo hari pertama udah telat, gimana nanti kedepannya, Nil." Naya memutar bola matanya malas. Setelahnya, ia mendengus.

Helaan nafas terdengar dari mulut Vanilla. Otaknya tengah berpikir untuk mencari alibi agar ia diizinkan masuk ke dalam sekolah barunya, "Nay, lo tau, kan. Gue itu semalem pulang jam berapa dari Bandung. Gue cape ban___"

"Siapa suruh lo ikut Bunda, lo ke Bandung?" Tandas Naya sebelum Vanilla menyelesaikan kalimatnya. 

Dalam hati Vanilla menyumpah serapahi Naya yang sangat menyebalkan, "Ya gak ada yang nyuruh sih..." tangan Vanilla menggaruk tengkuknya yang tak terasa gatal. Sepertinya ia akan selalu kalah telak bila berdebat dengan Naya.

Bremmm... Bremmm...

Suara knalpot yang saling bersahutan dari kejauhan membuat Vanilla dan Naya mengalihkan atensinya kearah sumber suara.

Tiba-tiba, Naya membuka pintu gerbang sekolah dengan cepat, "Kok dibuka, Nay?" Tanya Vanilla polos.

"Masuk, cepet!" Titah Naya.

Entah mengapa saat ini otak Vanilla bekerja dengan lamban, hingga akhirnya Naya menarik pergelangan tangannya agar gadis itu masuk kedalam sekolah. Kemudian, Naya kembali menutup pintu gerbang sekolah.

ALBARES MADAGASKAR (END)Where stories live. Discover now