(10) Taman Belakang

11.6K 654 17
                                    

JANGAN LUPA VOTE AND COMMENT
HAPPY READING

Sejak keluar kelas, Firly tak henti-hentinya mengucapkan rasa syukurnya yang amat mendalam, karena bel istirahat hari ini di percepat dua puluh menit lebih awal, karena guru-guru mengadakan rapat dadakan. Dan itu sangat menguntungkan baginya.

Sebelum istirahat, 12MIPA1 diajar oleh Pak Ronald, guru fisika yang dikenal karena masuk nominasi guru killer level waspada.

Fyi, selain jadi guru Fisika, Pak Ronald juga jadi guru BK.

Guru itu memerintahkan kelas 12MIPA1 untuk menyelesaikan satu soal yang ada di papan tulis secara bergilir, menurut absen. Sialnya, absen Firly merupakan absen paling pertama diantara mereka berempat. Hanya saja, Dewi Fortuna tengah berpihak pada Firly. Bel istirahat yang tidak di sangka-sangka menyelamatkannya dari marabahaya.

Saat ini, keempat gadis itu tengah berjalan melewati lorong sekolah menuju Kantin.

"Untung aja, si bel, bunyinya cepet. Kalau engga, gue pasti dapet giliran maju buat ngerjain soal-soal itu, deh." Kata Firly seraya memainkan ujung rambutnya, "Kalau gue maju, pasti jawabannya salah. Dan gue, bakal dihukum lagi sama si Pak Ronald."

"Lho? Bagus, dong. Biar otak, lo, makin ke asah, Fir. Masa iya, itu otak kalau pelajaran fisika nggak pernah di pake?" sarkas Vanilla melirik Firly yang berjalan di sebelah Naya.

Mata Firly melirik Vanilla yang ada di sebelahnya, "Bukannya gue nggak mau pake otak gue. Tapi, otak gue nggak mau di ajak kerja sama kalau urusannya ngitung-ngitung. Coba, deh, kalau di suruh ngarang sama bikin puisi. Nih, otak juaranya!"

"Iya, deh, yang jadi anak kesayangannya Bu Endang." Vanilla sembari memutar bola matanya malas.

"Tau! Sombong bener baru gitu doang. Gue, dong________ enggak ada apa-apa." Ujar Vava seraya terkekeh.

Tangan Vanilla langsung mentoyor kepala Vava yang ada di sebelah kirinya, "Ye, oncom! Gue pikir, lo mau ngebanggain diri, lo, pake apa gitu."

Tak terima kepalanya di toyor, Vava langsung mendelik pada Vanilla. "Yeee! Gue mah, apa atuh. Apa yang mau gue banggain? Otak gue aja, nggak kayak kalian, cantik? Gue engga cantik-cantik amat."

"Tapi lo jago debat, bodoh! Jangan merendah untuk meroket." Sarkas Naya dingin dengan kaki yang terus melangkah.

"Tapi, tetep aja engga sehebat kalian." Lirih Vava seraya menundukan kepalanya.

Mengerti dengan kondisi, lantas Vanilla merangkul pundak sahabatnya, "Udahlah, Va. Justru, kita iri sama lo. Iri karena jago dalam debat. Inget, setiap orang punya bakat masing-masing."

Kepala Firly mengangguk, "Bener, tuh, Va! Barang kali, kelar SMA, lo bisa jadi asistennya Najwa Shihab."

"Enak aja! Masa jadi asistennya?! Enggak mau, lah, gue. Gue maunya jadi muridnya aja, supaya makin pinter." Balas Vava sembari melepaskan rangkulan Vanilla. "Ini apalagi! Ngapain pake ngerangkul-rangkul segala? Drama betul."

Mata Vanilla langsung membulat. Sialan! Respon Vava membuat wajahnya berubah menjadi pias. Lantas, di toyorlah kepala temannya itu lagi, "Elo, ya! Kan, gue cuman ngasih semangat buat, lo, bambang."

"Tapi, jangan pake kayak gitu segala! Entar di sangka jomblo akut, lagi." Ucap Vava dengan bibir yang mengerucut serta tangan yang memperbaiki poninya yang berantakan akibat toyoran Vanilla yang sebenarnya cukup keras.

"Emang lo jomblo akut, Va." Kata Naya datar.

Sontak Firly dan Vanilla langsung tertawa lepas. Bahkan, keduanya sampai membungkukan badan dan menumpukan telapak tangan pada siku dengan mulut yang terbuka lebar, "Hahaha... Anjir! Gue ngakak."

ALBARES MADAGASKAR (END)Where stories live. Discover now