(17) Teringat

9.4K 588 1
                                    

JANGAN LUPA VOTE AND COMMENT!

"Aduh, Fir. Lo ngapain bawa gue kesini, sih?" Vanilla berdecak pada Firly yang asik melangkah menuju taman belakang sekolah.

Tanpa menghentikan langkahnya, Firly menjawab, "Gue bosen di kelas belajar ama si Bu Rosi. Gue, kan, mau nya di luar. Nah, gak enak kalo cuman sendiri. Gak ada sensasinya."

Mata Vanilla membulat mendengar jawaban temannya itu, "Kalau lo bukan temen gue, udah gue transfer lo ke jahanam," kesal Vanilla

"Kan lo penghuni kekalnya," gurau Firly yang dibalas toyoran oleh Vanilla. Lalu, keduanya tertawa ringan.

"Fir, denger suara orang, gak?" tanya Vanilla seraya menghentikan langkahnya diikuti oleh Firly.

Firly mengesampingkan posisinya menghadap Vanilla, "Denger. Suara lo, kan?"

Vanilla kembali berdecak, "Polos banget, sih, lo, kambing!"

Bukannya peka, Firly malah menggaruk tengkuknya yang tak terasa gatal akibat masih tidak mengerti dengan apa yang dikatakan oleh Vanilla, "Tapi bener, kan?" gumamnya.

Tidak mengindahkan gumaman Firly, Vanilla malah fokus menajamkan indra pendengarannya untuk memastikan kalau suara yang ia dengan adalah suara dua individu yang tengah berdebat.

"Kayaknya gue kenal sama nih suara," gumam Vanilla sembari menajamkan indra pendengarannya. Guna memastikan lebih lanjut.

Beberapa detik kemudian, netra Vanilla membulat. Dengan cekatan ia menarik pergelangan tangan Firly dan membawanya menuju sumber suara.

"Lo mau bawa gue kemana, anjir?!" pekik Firly karena Vanilla membawanya seraya berlari.

"Ssst... Diem aja, udah. Gue gak bakal culik, lo, kok."

Langkah Vanilla dan Firly terhenti setelah mendapati Albar dan Naufal yang saling memukul satu sama lain.

"Nil. Kayaknya lo gak perlu ikutan, deh." Firly menatap adegan didepannya gamang.

Netra Vanilla menatap kearah depan. Pikirannya bergelut, antara menolong atau tidak. "Gak bisa. Mereka bisa kenapa-napa kalau gak dipisahin."

Kakinya melangkah maju dengan kepalan kedua tangan yang berada di sisi tubuhnya. Sedangkan Firly, cewek itu menatap sahabatnya nanar.

"ALBAR. STOP!!!"

Tangan Albar yang hendak memberikan bogeman pada wajah Naufal terhenti akibat suara itu.

Kepala cowok itu menoleh, mendapati sosok Vanilla yang berjalan menghampirinya.

"Ngapain lo dateng, hah?!" bentak Albar dengan posisi mencengkram kerah seragam Naufal dan kepalan tangannya yang berada didepan wajah musuhnya.

Bentakan Albar tidak membuat nyali Vanilla menciut. Gadis dengan surai hitam itu terus melangkah hingga berada disamping Naufal.

"Kalau musuh lo udah lemah, jangan di pukul lagi, bodoh!" desis Vanilla seraya melepas cengkraman tangan Albar.

"Nil," panggil Naufal lirih membuat Vanilla menoleh padanya, "gak usah ikutan."

Wajah Naufal sudah dipenuhi oleh lebam. Vanilla yakin, Albar pasti memberikan banyak pukulan keras pada wajah ketua OSIS SMA Garena ini.

Kemudian, Vanilla kembali menoleh pada Albar, "Lo ada masalah apa? Sampe-sampe lo lakuin ini ke Naufal," tanya Vanilla dengan nada tidak bersahabat.

Sudut bibir Albar terangkat naik hingga membentuk senyum sinis. Ia mengalihkan pandangannya ke samping, "Lo tanya aja sama si ketua osis yang terhormat ini," Albar menunjuk Naufal menggunakan dagunya.

ALBARES MADAGASKAR (END)Onde histórias criam vida. Descubra agora