4. Siapa?

1.3K 100 3
                                    

Happy Reading💜
*
*
*

Aku membasuh muka di wastafel kamar mandi. Rasanya lelah sekali menjalani hari ini. Apalagi jika mengingat tahun-tahun ke belakang.

Rasa segar ketika menatap pantulan di cermin, usia yang bahkan mungkin sudah tak muda lagi. Lagi, aku teringat hal tentang kejadian 4 tahun yang lalu. Hingga saat ini aku sulit melupakannya. Ini sudah terlanjur, seharusnya aku bisa menata hidup kembali. Masa depan sudah di depan mata, asalkan aku harus bisa berusaha untuk mencoba.

Lagi, aku mengingat tentang kejadian tadi pagi. Rasanya sulit untuk menerima keputusan bunda, tetapi apalah dayaku yang ingin membahagiakan bunda. Dia bidadariku, tentunya surgaku ada dibawah telapak kakinya. Apalagi bunda yang selama ini selalu berusaha menjadi orang tua single parent sejak usiaku 17 tahun.

Selama 8 tahun itu pula bunda mengurus dan mendidik kedua anaknya dengan seorang diri. Aku harus berbakti kepada bunda, bahkan hingga saat ini aku tak mampu membuatnya bersedih.

Apalagi tentang kebahagiaan bunda, harus aku usahakan demi bunda merasa bahagia. Mudah sekali bagi Allah menetapkan takdir, mungkin ini takdir yang harus aku terima.

Aku mendengar suara berdering yang berasal dari handphone milikku. Segera aku berjalan keluar kamar mandi dengan handuk di leherku.

Anandito Mahendra, seorang dokter yang merangkap sebagai dosen. Dia ingin menghabiskan waktu dengan hal yang bermanfaat, bukan sekadar mengejar duniawi. Lelaki yang memiliki tubuh tinggi, bulu mata lentik, hidung mancung, alis tebal itu berjalan menuju balkon.

"Assalamualaikum, bun?"

"Waalaikumsalam, bang?"

"Iya, bun, ada apa?"

"Kamu melamar kerja lagi? Bunda kan sudah bilang, apa menjadi dokter masih kurang? Buat apa kamu mengejar penghasilan yang besar kalau tidak ada pendamping hidup?"

"Bunda, dengarkan abang yah. Abang seperti ini bukan karena penghasilan saja, tapi abang suka. Dokter? Abang bisa menolong banyak orang. Dosen? Abang bangga bisa memberikan ilmu yang abang ketahui untuk banyak orang. Bukankah kedua itu hal yang bermanfaat?"

"Bunda mengerti bang, tapi usia abang juga tidak akan selalu muda. Apa abang tidak ingin menikah?"

"Lupakan bang kejadian yang pernah terjadi, abang harus bisa menata kehidupan yang baru."

"Iya bunda sayang. Abang coba yah? Tadi abang juga sudah bertemu dengannya, dia mahasiswi abang."

"Oh yah? Alhamdulillah, bunda senang. Lalu, kapan kamu pulang?"

"Minggu depan bun."

"Oke, bunda tunggu kabarnya lagi. Jangan lupa shalat!"

"Iya, bunda. Silahkan tutup duluan, Assalamualaikum..."

Setelah mendengar balasan salam dari bunda, rasanya semangat semakin bertambah. Saat aku mendengar bunda bahagia, itupula kebahagiaanku. Selalu itulah yang bunda ingatkan, perihal tentang ibadah.

Jodoh Terbaik (Tahap Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang