Berbeda

983 43 0
                                    

Rasanya pagi ini sangat berbeda, ada dua wajah yang terlihat perbedaannya. Kini senyum selalu tampil dari wajah keduanya. Bahkan mereka tertawa tanpa sebab, karena salah satu memulai tawa.

Biasanya pagi selalu canggung, bahkan setiap ruangan terasa sepi. Kini, keduanya banyak membahas tentang sesuatu yang penting hingga tidak penting.

Rasanya begini merasakan pernikahan sesungguhnya, bukan kemarin seperti Naila yang selalu terbayang perpisahan dan terlalu fokus. Berbeda dengan Pak Dito yang memang sejak awal memiliki perasaan, namun hanya dipendam karena berpikir kalau Naila masih kecil dan dia merasa tak pantas untuk mencintai mahasiswinya itu.

"Pak,....."

"Mas."

Ucapan Naila yang sengaja dipotong oleh Pak Dito, hanya sekedar untuk mengingatkan Naila yang memiliki penyakit pelupa.

"Oh iya, Mas. Kamu harus tanggung jawab bilang ke Bu Vivi ya," bujuk Naila, pasalnya Naila tidak jadi berangkat besok dan dia harus mengurus lagi berkas-berkas kepada Bu Vivi selaku penanggung jawab.

Mungkin Naila terlalu takut kena marah Bu Vivi dan dosen lainnya karena mempermainkan beasiswa. Tetapi, ini bukan salah Naila kan? Salahkan saja Pak Dito yang melarang Naila untuk pergi.

Seketika Naila menampilkan wajah sedih, dia jadi teringat niat awal ke Surabaya untuk menyusul sahabatnya yang tiba-tiba pergi. "Zahra, kamu kenapa pergi sih?" batin Naila, dia sampai bingung letak kesalahannya.

Wajah Naila kini berubah menjadi sedih, selera makannya sudah menghilang sejak memikirkan Zahra. Namun, ternyata ada seseorang yang memperhatikannya sejak tadi.

"Kamu kenapa, Nai?" tanya Pak Dito dengan tiba-tiba, Naila sempat terkejut.

"Biasa aja kali, nggak usah kaget gitu," ucapnya tiba-tiba lagi, sekarang Pak Dito sudah berani banyak berbicara dengan Naila.

"Mas, Zahra pergi."

Pak Dito tidak menampilkan wajah terkejut atau apapun. Dirinya tahu perihal Zahra yang mendapatkan beasiswa dan alasan lainnya yang membuat perempuan cantik itu pergi tanpa pamit kepada Naila, namun dia tidak mungkin berbicara langsung kepada Naila. Mengingat situasi mereka sedang baik-baik saja, bukan waktu yang tepat jika Pak Dito harus membahas kepergian Zahra kepada Naila.

"Dia pergi tanpa pamit, Mas. Apa salahku?" tanya Naila kepada Pak Dito, padahal dia tidaklah terlibat dalam permasalahan mereka berdua.

Tetapi, kalau bukan Pak Dito. Tidak mungkin Zahra pergi dan marah kepada Naila. Mungkin mereka masih baik-baik saja dan menjalani persahabatan dengan manis.

💊💊💊

"Nai, kamu mau kemana?" panggil Pak Dito, Naila hanya berjalan ke arah luar gerbang.

"Dasar labil."

Akhirnya Pak Dito berangkat ke kampus menggunakan mobilnya, dia juga buru-buru untuk mengejar Naila. Semoga Naila masih berada di jalanan kompleks rumah mereka.

Oh iya, Naila dan Pak Dito pindah rumah semenjak beberapa bulan yang lalu. Alasannya karena Pak Dito memang sudah mempersiapkan rumah untuk mereka berdua. Naila juga tidak harus merasa sepi kalau Pak Dito tidak ada di rumah, ada dua asisten rumah tangga yang tinggal di rumah mereka, ada satpam juga yang tinggal di bersama, bahkan tukang kebun yang tinggal bersama juga.

Kedekatan Naila dan para pekerjanya membuat mereka cepat berbaur. Bahkan Mbak Ane selaku asisten rumah tangganya sangat sedih dengan kondisi pernikahan mereka berdua, namun kini ikut bahagia karena kabar mereka yang selalu tersenyum.

Jodoh Terbaik (Tahap Revisi)Where stories live. Discover now