3. Luluh

1.5K 98 3
                                    

Happy Reading💜
*
*
*

Rasanya berat sekali, terkadang beban semengerikan itu. Melayang di pikiran, tanpa berniat ingin beranjak. Padahal seminggu telah berlalu, tetapi hal itu cukup menghantui pikiranku tentang perjodohan.

Aku yang sejak seminggu itu juga mendiamkan papa dan mama. Mereka malah mendiamkanku kembali, rasanya tak adil bagiku. Aku yang dipaksa, tetapi mereka juga ikut marah.

"Pa, sampai kapan sih marah sama Nai?" tanya Naila yang sudah lelah dengan situasi seperti ini.

Bahkan dirinya saja sempat berpikir untuk menerima perjodohan ini, jika papa dan mama masih marah. Aku sebagai anak, tak mampu untuk didiamkan oleh orang tua. Apalagi kini Naila tidak memiliki teman untuk tempat mengadu. Setelah Abang Reza menikah, tak ada lagi orang yang membela Naila.

"Papa tidak marah," jawab papa yang matanya terfokus ke depan televisi yang menunjukkan film sinetron.

Mama yang berada di samping papa, hanya bersender dengan memeluk sang papa. Mereka itu bisa dibilang pasangan tua yang masih romantis, padahal sudah punya cucu yang bernama Adzren Maharani. Anak kecil berumur 2 tahun itu buah hati dari Abang Reza dan Mbak Kiran setelah pernikahannya yang kini menginjak hampir 3 tahun lebih.

"Terus kenapa kalian kompak mendiamkan aku?" tanyaku lagi yang kini duduk dengan sendiri di sofa single.

"Papa menginginkan yang terbaik untuk kamu, Nai. Apalagi kamu seorang anak perempuan, selama papa masih hidup maka papa masih memiliki tanggung jawab yang besar atas kamu Nai," ucap papa, kini merubah posisinya menjadi tegak dan sudah mulai mengarah ke hal yang lebih serius.

"Tapi pa? Papa tau tidak? Aku masih kecil, bulan depan baru 19 tahun," sanggahku dengan lirih.

Sebenarnya aku lelah, hampir seminggu tugas menumpuk. Siapa lagi kalau bukan dosen baru itu yang menitipkan tugasnya? Ingin rasanya tidur sejenak, merebahkan tubuh. Tetapi permasalahanku dengan papa dan mama belum tuntas sejak aku menolak untuk dijodohkan, apalagi mereka malah mendiamkanku. Secara tidak langsung itu telah menambah beban pikiranku.

"Bagi mama dan papa, kamu akan menjadi anak kecil kami. Walau itu sudah menikah sayang," ucap mama yang sejak tadi hanya diam.

Aku ikut duduk di samping mama, memeluk samping tubuh mama. Dia bidadari bersayapku, aku sangat menyanyanginya.

"Nai tau tidak? Semua orang tua pasti menginginkan yang terbaik untuk anak-anaknya. Tidak ada orang tua yang menjerumuskan ke hal yang buruk, apalagi anak perempuan," ucap mama dengan sangat lembut. Hal inilah yang sulit aku tinggalkan. Walaupun usiaku sudah menginjak 19 tahun bulan depan, tetapi rasa manjaku masih menyangkut pada mama dan papa.

"Papa sudah tenang karena abang kamu telah melakukan ibadah dengan cara menikah bersama Mbak Kiran. Nah, sekarang yang sedang papa pikirkan adalah kamu," kini papa yang berbicara. Aku masih diam, menutup mulutku untuk berbicara.

"Walaupun kamu sudah menikah nanti, tidak ada batasan untuk kamu bertemu mama dan papa. Ini masih rumah kamu, kamu juga masih dan akan selalu jadi anak kesayangan mama dan papa," ucap mama, posisi kami masih berpelukan.

"Insyaallah, dia lelaki yang terbaik untuk kamu. Papa bersahabat dengan ayahnya sejak lama," seru papa.

Aku melirik papa yang kini sudah berdiri, dia melewati kami berdua yang masih berpelukan. Seketika langkah papa terhenti, cukup lama terdiam.

"Tolong pertimbangkan sayang, ini permintaan terakhir papa," ucap papa dengan kata-kata yang bahkan sangat lembut, rasanya hatiku berdesir saat mendengar penuturannya. Langkah papa mulai menjauh setelah mengucapkan kata itu, rasanya berat sekali saat mendengar permintaan terakhir.

Jodoh Terbaik (Tahap Revisi)Where stories live. Discover now