Awal Damai

767 34 0
                                    

Happy Reading 💜
*
*
*

"Sayang, ayo!" seru Ridwan pada istrinya, pasalnya sejak mereka sampai dari beberapa menit yang lalu Zahra masih saja diam di dalam mobil.

"Aku takut," cicit Zahra dengan wajah yang cemas.

"Katanya mau berdamai," kata Ridwan berusaha meyakinkan Zahra.

Seperti itulah perdamaian, terkadang kita akan merasa takut untuk meminta maaf terlebih dahulu. Rasanya melangkah ke dalam rumah sakit hanya membuat Zahra mati kutu, kakinya lebih dahulu merasakan lemas.

"Tarik napas pelan-pelan sayang," ujar Ridwan berusaha untuk Zahra tetap tenang.

"Emang aku mau lahiran?! Ihhh!" hardik Zahra pada seorang lelaki yang kini telah menjadi suaminya.

"Iya, aku tidak sabar untuk menantikan calon buah hati kita," kata Ridwan malah membuat Zahra malu sendiri.

"Tuh kan kamu senyum," teriak Ridwan karena Zahra yang sudah melangkah terlebih dahulu.

Ridwan harus menahan malu karena teriakannya membuat beberapa orang memandang dirinya aneh, buru-buru Ridwan mengejar Zahra yang sudah ada di depan rawat inap Naila. Kabarnya Naila sedang di rawat karena tubuhnya yang drop, akhirnya Zahra dan Ridwan memutuskan untuk langsung datang ke rumah sakit.

"Bisa!" tegas Ridwan memberikan semangat pada istrinya yang terlihat bimbang.

"Assalamualaikum," ucap salam Ridwan terlebih dahulu memasuki kamar rawat inap Naila. Naila yang sedang berbaring terkejut atas kehadiran Ridwan.

"Ridwan," cicit Naila dengan pelan.

Tak lama kemudian diikuti oleh perempuan yang selalu terlihat anggun di depan Naila, dia perempuan yang selalu menutup tubuhnya dengan gamis dan hijab yang syar'i. Dia mengikuti langkah suaminya dengan pelan, "Assalamualaikum," ucapnya yang sangat pelan terdengar dari pendengaran Naila.

"Waalaikumsalam," jawab Naila dengan pelan karena jujur kalau dirinya terkejut.

"Raa." Naila memanggil Zahra dengan pelan, suaranya tercekat karena lemas pula. Selain terkejut, Naila sudah meneteskan air mata karena terharu dengan kedatangan Zahra.

"Gimana kabarnya?" tanya Zahra dengan pelan, dia masih menunduk.

Naila berusaha untuk duduk saking  bahagianya, akhirnya Zahra mau menemui Naila. Saat Naila berusaha untuk duduk, tetapi dia tak kuat ketika menahan kepala yang terasa sakit.

"Nai, kamu tiduran aja," ucap Zahra dengan nada khawatir. Air mata Naila masih menetes dengan perlahan.

"A..ak...aku ba..ha..gia," ucap Naila walaupun gugup karena tangisnya yang belum reda.

"Aku minta maaf Ra," ucap Naila saat Zahra memeluknya dengan erat. "Seharusnya aku tahu sejak awal kalau kamu mencintai Pak Dito, aku minta maaf. Kalau aku tahu, aku tidak akan menerima lamaran dia," lanjut Naila.

"Rara, aku minta maaf karena sudah menyembunyikan semuanya dari kamu," ujar Naila lagi.

"Sekarang aku ikhlas kalau kamu dengan Pak Dito, aku sudah meminta cerai padanya," kata Naila dengan tangis yang semakin pecah, akhir katanya melemah.

"Astaghfirullah," ucap Zahra dan Ridwan bersamaan.

"Aku minta maaf Ra," ujar Naila yang masih berada pada pelukan Zahra.

"Nai, shut!" tegas Zahra.

"Kamu ngga salah, aku yang salah karena selama ini aku memilih menghindar. Akhirnya membuat sejuta pertanyaan ada dibenak kamu, aku yang harusnya minta maaf," kata Zahra dengan menangis, dia merasa bersalah pada Naila.

Jodoh Terbaik (Tahap Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang