Ada yang Berbeda

843 46 3
                                    

Naila terbangun merasakan ada sesuatu di pipinya, bahkan kini merasakan baik-baik saja di tempat bekas tamparan Bu Vivi. Dia mengambil sesuatu itu dan ternyata sebuah waslap berwarna ungu.

Melihat ke meja kecil di sampingnya ada sebuah kom kecil pula, mungkin ini adalah kerjaan Mas Dito. Buat apa dia melakukan itu kalau masih mengakui sebagai om bukan suami.

Naila berjalan keluar kamar, seperti biasa yang dilakukan Naila di setiap pagi adalah membuatkan sarapan untuk seisi rumah. Bukan untuk mereka berdua saja, namun untuk para pekerjanya juga.

Ternyata sudah ada Mas Dito yang sedang duduk di meja makan, Naila melihat Mas Dito yang sedang mencicipi pisang goreng dan sebuah coffe. Akhirnya Naila berjalan menuju kulkas dan membukanya, dia mengambil susu lalu dituangkan ke dalam gelas. Dibawanya ke meja makan dan mengambil sehelai roti dan diolesi dengan selai coklat.

Cukup sarapan dengan itupun sudah membuat Naila merasakan kenyang, tak ada obrolan diantara Naila dan Dito. Mereka sibuk dengan pikiran dan aktivitasnya masing-masing.

Naila yang masih kesal karena pengakuan Dito dan Dito yang masih bingung akan membicarakan apa dengan Naila. Dia tiba-tiba canggung ketika melihat Naila yang baru saja turun dari tangga dengan muka datarnya saat bertemu dengannya.

Padahal beberapa hari sebelumnya semua terasa baik-baik saja, meja makan terasa hangat di setiap pagi dengan banyak obrolan. Namun, berbeda dengan hari ini yang rasanya sunyi seperti tak ada kehidupan.

Naila langsung saja pergi ke kamar tanpa berbicara dengan Dito, dia bersih-bersih. Setelah dirasa cukup rapih dengan pakaian santainya, dia turun kembali dan keluar rumah sekedar untuk membeli kebutuhan dapur. Padahal Naila jarang sekali berbelanja, baru ada waktu untuk melihat komplek yang ditinggalinya, mengingat Naila yang sibuk dengan kegiatan kuliahnya hingga lupa berbaur dengan para tetangganya.

Naila terus berjalan, padahal dia tidak tahu letak warung yang biasa ibu-ibu berbelanja di komplek ini. Akhirnya dia bertanya kepada dua orang ibu yang sedang berjalan santai.

"Permisi, bu," ucap Naila berusaha sangat sopan.

"Iya, ada apa?" tanya salah satu dari ibu itu.

"Maaf, bu. Saya mau tanya, kalau warung untuk belanja disini dimana ya?" tanya Naila dengan sungkan, diakhiri dengan senyuman ramahnya.

"Oh, mau belanja sayuran? Bareng aja sama kita, kebetulan kita juga mau belanja, iya kan Bu Ayu?" ujar salah satunya lagi, lalu diiyakan oleh ibu yang bernama Ibu Ayu.

"Kamu baru pindah disini?" tanya ibu yang belum Naila kenali namanya.

"Udah lumayan lama sih bu, hampir enam bulan. Cuman baru sekarang ada waktu soalnya sibuk kuliah, bu," ucap Naila memberikan penjelasan.

"Oalahhhh nikah muda ya, masih kuliah toh," kata Ibu Ayu, Naila mengangguk mengiyakan sambil tersenyum.

"Oh iya, ini Ibu Ayu, ini Ibu Rini," kata Ibu Ayu memperkenalkan ibu yang belum aku kenali namanya itu.

"Oh iya, bu," kata Naila lalu menyalami keduanya untuk lebih sopan lagi.

Akhirnya mereka berjalan ke arah warung, ditemani obrolan ringan yang membuat suasana menjadi lebih nyaman lagi bagi Naila. Ternyata rasanya begini berbaur dengan tetangga. Sesungguhnya sosialisasi itu penting dalam lingkungan tempat tinggal.

Naila sesekali menjawab pertanyaan dari Ibu Ayu dan Ibu Rini, walau sempat bingung ketika akan menjawab apa. Sesaat mereka sampai, Naila langsung memilih bahan-bahan yang dibutuhkan untuk dapurnya. Naila juga beli sekalian semacam bumbu-bumbu.

Handphone Naila bergetar, namun tak dihiraukan oleh Naila. Naila sibuk berbincang dan memilih bahan-bahan yang dipilihnya. Hingga saat telah selesai, Naila membayar semuanya. Lalu Naila, Ibu Ayu, Ibu Rini kembali lagi pulang bersama.

Kedekatan mereka terasa hangat walau berbeda usia jauh dengan Naila, Naila pun tak sungkan dengan kedua ibu itu agar dapat bersosialisasi.

💊💊💊

Naila berjalan masuk ke dalam rumahnya dengan santai, bahkan satpam di rumahnya yang kelihatan panik pun terdiam kala melihat Naila menenteng dua plastik besar berisi sayuran.

Dia juga melihat Mas Dito yang sedang berdiri dengan memarahi asistennya, namun Naila berjalan ke dalam tanpa ingin tahu urusan mereka. Lagipula Naila bukan siapa-siapa bagi Mas Dito, dia hanya sekedar anak kecil.

Naila hanya masih mengingat rasa yang aneh ketika mendengar kalau Mas Dito mengaku sebagai om bukan suami kepada Bu Vivi. Dia hanya merasakan kesal terhadap itu, maksudnya kenapa harus bilang seperti itu?

Padahal banyak dosen yang telah mengetahui pernikahannya, kenapa harus berbohong kepada Bu Vivi? Apakah Mas Dito memendam rasa terhadap Bu Vivi?

Naila berpikiran seperti itu sehingga tak sengaja tangannya teriris pisau saat sedang memotong bawang. "Awshhh, sakit," keluh Naila, dia buru-buru memencet darah yang mengalir dari tangannya.

Seketika Naila dikejutkan dengan perlakuan Mas Dito yang membuatnya ternganga. Pasalnya tangan Naila di emut tanpa rasa jijik oleh Mas Dito.

"Aku lihat dari tadi kamu melamun terus, ada apa?" tanya Mas Dito ketika sambil membersihkan tangannya dengan betadine dan dibalut dengan plester. Sebelumnya luka itu sudah dibersihkan dengan air yang mengalir.

"Terima kasih."

Naila langsung saja sibuk memasak lagi setelah mengucapkan terima kasih kepada Mas Dito. Dia menghindari pertanyaannya agar tak terlihat ada sesuatu. Cukup dengan memendam sendiri saja sudah merasa lebih baik walau hati terasa kesal.

"Nai, ada apa?" tanya Mas Dito lagi merecoki Naila yang sedang memasak.

"Aku lagi masak mas!" kata Naila kesal.

"Sayang, ada apa?" tanya Mas Dito lagi tak ingin menyerah. Naila dibuat mematung dan memberhentikan aktivitasnya karena panggilan dari Mas Dito.

"Aku bilang gapapa," jawab Naila lagi masih menutupi semuanya.

"Hari ini kamu ada yang berbeda, Nai. Aku ngerasain kamu lebih banyak diam, sebenarnya ada apa? Mungkin aku melakukan kesalahan?" ujar Mas Dito tak cukup menyerah, walau Naila masih berusaha menghindar.

"Aku cuman capek aja, mas," kata Naila masih dengan menuangkan masakan yang sudah jadi ke dalam mangkuk besar.

"Capek kenapa, Nai? Capek sama pernikahan kita lagi, sayang?" tanya Mas Dito dengan cepat, bahkan suaranya sedikit berbeda.

"Bukan."

Naila sibuk sendiri dengan acara masaknya, walau diganggu oleh Mas Dito sehingga tak fokus. Namun, Naila berusaha lebih fokus lagi.

"Kita perlu bicara, sayang," ujar Mas Dito lagi.

"Aku lagi masak, Mas. Bisa diam dulu nggak?" kata Naila akhirnya membuat Mas Dito terdiam dan duduk dengan tenang di meja makan.

💊💊💊

Jazakumullah Khairan🙏

"Apa kabar? Apakah baik-baik saja? Disini aku merindukanmu, walau aku menunggu tanpa ada kehadiran dirimu. Jarak memang membuatku terasa pilu. Nyatanya kepergianmu membuatku hancur." ~Erma12~

Terima kasih yang sudah setia dengan cerita aku guys🙏 Jangan lupa vote and coment ya👌
@Ermawati667

#Selasa
#05Januari2021
#17:53Wib

Jodoh Terbaik (Tahap Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang