-34-

2K 382 21
                                    

-Exhibition-

. . .

Sai menghembuskan napas panjang. Ia mengusap kasar wajahnya. Matanya terasa berat karena belum tidur sejak kemarin malam. Ia tak pernah mengalami ini. Bagaimana mungkin pekerjaannya berantakan hanya karena dirinya yang uring-uringan dan tak bisa mengeluarkan Sakura dalam pikirannya? Pengaruh wanita itu sungguh berdampak besar pada kehidupannya belakangan ini.

Sai meletakkan kuasnya ke dalam gelas berisi air keruh tempatnya mencuci kuas yang habis dipakai. Ia memijat pangkal hidungnya, kepalanya terasa penat. Sejak kemarin, ia masih belum tidur dan menghabiskan waktu untuk melukis. Berkat itu, lukisannya sedikit lagi selesai. Hanya tinggal menambahkan beberapa bagian supaya terlihat sempurna.

Ia menuangkan segelas air dan meminumnya dalam sekali teguk. Fisiknya lelah. Ia harus tidur. Tubuhnya butuh istirahat. Tapi bukannya membaringkan tubuhnya di kasur, pria itu malah berjalan ke arah pintu keluar dan meninggalkan apartemennya.

Daripada tidur, Sai lebih memilih jalan-jalan sembari mencari udara segar. Meskipun matanya terasa berat, kakinya masih sanggup berjalan hingga ia melihat sekumpulan orang yang sedang berjalan-jalan dan menikmati waktu santai sorenya di taman. Taman ini cukup jauh dari apartemennya. Entah kenapa ia datang kemari. Sudut bibirnya terangkat sebelah. Ia berjalan pelan sembari memperhatikan orang yang lalu lalang di taman. Mereka terlihat bahagia. Terutama anak kecil yang sedang bermain dan berlarian dengan wajah polosnya.

Hembusan napas panjang keluar dari mulutnya. Sai kembali memijat keningnya ketika ia merasa kepalanya berdenyut. Ya, sebaiknya ia istirahat. "Mungkin susu akan membuatku mengantuk," gumamnya sembari menghampiri vending machine yang ada di dekatnya. Pria itu membeli susu dingin. Ketika ia berbalik, keningnya sedikit berkerut mendapati perempuan dengan helaian rambut merah muda terlihat tak jauh dari tempatnya berdiri. Matanya berkedip tiga kali. Ia langsung mengedarkan pandangannya, tapi tak menemukan apa-apa.

"Apa aku salah lihat?" Sekali lagi, ia mencari keberadaan warna rambut mencolok itu, tapi hasilnya nihil. "Sepertinya aku kelelahan. Sebaiknya aku pulang," gumamnya lagi lalu berbalik, pulang.

. . .

"Kau yakin akan datang? Aku sungguh tak keberatan jika kau tak datang, Saku. Lagipula kau bisa melihat karyaku di rumah," ucap Karin. Raut wajahnya memancarkan kekhawatiran yang dalam.

Dan sekali lagi, Sakura tersenyum, berusaha meyakinkan temannya itu kalau ia baik-baik saja, meskipun dalam hatinya ia benar-benar terpaksa melakukan ini. "Aku sungguh tak apa, Karin. Aku hanya perlu memastikan kami tak bertemu. Kau juga bisa mengawasinya dari jauh kalau kau sangat khawatir begitu padaku. Lagipula Sarada ingin datang ke pameranmu. Dan Sasuke-san  juga akan menemani kami kesana. Bukannya kau senang Sasuke-san datang? Jadi, tenang saja ya?"

Karin menjatuhkan dirinya di sofa. Ia menyilangkan tangannya di dada. Ia menghela napas panjang sebelum kembali bicara, "Baiklah. Tapi kau harus hati-hati jika tak mau bertemu dengannya karena kami satu ruangan. Untung saja lukisanku tidak dipajang dekat dengannya. Oh, dan juga ..." Karin bangkit berdiri, mengambil sesuatu di tasnya lalu memberikannya pada Sakura. "Pakai ini. Akari kemarin memberikannya padaku. Kau mau yang mana? Hitam atau putih?"

"Hm ... putih? Kurasa kau lebih cocok memakai warna hitam," jawab Sakura.

Karin mengangguk. "Tidak, sebenarnya aku punya yang warna merah. Hampir mirip dengan warna rambutku. Dia memberiku tiga kemarin. Kau boleh memberikannya pada Sarada satu lagi. Dia cocok dengan warna hitam kan. Sama seperti warna rambutnya."

Sakura tersenyum. "Terima kasih, Karin."

Karin melirik jam tangannya. "Kalau begitu aku pergi duluan ya. Aku harus melihat apa mereka memasang lukisanku dengan benar atau tidak. Kabari aku kalau kau mau kesana ya."

A Papa For SaradaWhere stories live. Discover now