-30-

2.4K 386 17
                                    

-The Woman's Struggle-

. . .

"Oh, hai. Selamat datang, Saku. Aku membuat pasta malam ini. Tak apa 'kan?" kata Karin dari dapur. Tanpa menengok pun dia tahu kalau yang datang adalah Sakura. Tapi wanita itu sama sekali tidak mengucapkan salam. Jadi, Karin berbalik untuk melihatnya dan ketika ia melihat temannya sedang terduduk di lantai dengan tatapan kosong, Karin buru-buru menyelesaikan masakannya dan menghampiri Sakura.

"Hei, kau tak apa?" Tak ada jawaban. "Sakura?"

"... aku ... bertemu dengannya. Aku bertemu dengannya, Karin ..."

Karin terdiam. Sakura menangkupkan kedua tangannya di wajah. Detak jantungnya kembali berpacu. Rasa gelisah memenuhi dadanya. Tubuhnya bergetar.

Karin menatap lirih temannya. Bagaimana bisa pria itu membuat temannya jadi seperti ini? Ia memeluk Sakura. Hatinya terasa sakit melihat wanita itu seperti ini. "Tenanglah ... dia tidak akan kemari. Jadi, tenanglah, Sakura ..."

. . .

Sasuke menatap layar komputernya dengan serius, membaca proposal yang baru saja dikirimkan Ino padanya. Siang ini ia ada pertemuan dengan Kakashi Hatake untuk membahas kerjasama mereka lebih lanjut. Perusahaan Hatake Corp sudah mulai kembali berkat kinerja Kakashi selama beberapa tahun belakangan. Pria itu memang cocok menjadi pimpinan perusahaan dibandingkan pimpinan perusahaan yang sebelumnya. Dia membawa perusahaan keluarganya kembali sukses setelah dulu hampir bangkrut hanya dalam waktu beberapa tahun saja. Yah, secara pribadi pun, Sasuke Uchiha sebenarnya sangat mengaguminya. Dia guru dan pemimpin yang hebat.

Sasuke memijat pelan keningnya. Ia menyandarkan punggungnya pada punggung kursi kerjanya, menutup mata. Pria itu menghubungi Ino lewat telfon untuk membawakan teh hangat. Lima menit kemudian, Ino datang dengan teh aromaterapi yang biasanya. Sasuke menghirup dalam aroma teh yang masih mengepul panas itu. Ia sudah berpindah ke sofa dengan Ino yang duduk disisinya.

"Kau tidak akan makan siang dulu? Meetingnya dimulai setelah makan siang," ucap Ino. Raut wajahnya terlihat khawatir.

Sasuke menghela napas setelah menyeruput sedikit tehnya. "Bisakah kau membelikanku makan? Aku terlalu malas untuk turun ke bawah."

"Tentu. Mau makan siang apa?"

"Apa saja selain makanan cepat saji."

Ino berdiri dari duduknya. "Baiklah. Kalau begitu, saya permisi dulu." Ia membungkukkan badannya sedikit sebelum keluar dari ruangan Sasuke, melaksanakan perintah pria itu.

Sasuke baru saja menyesap tiga perempat tehnya ketika ponselnya bergetar. Nomor tidak dikenal. Ia sedang lelah dan malas mengangkatnya, jadi Sasuke membiarkan panggilan itu hingga mati sendiri. Tapi nomor yang sama menelfonnya lagi. Kesal, akhirnya ia memutuskan untuk mengangkatnya.

"Ah, Sasuke-kun?"

"Siapa?"

"Ini aku, Karin! Yaampun, jangan bilang kau tidak menyimpan nomorku?!" Oh, Karin.

Sasuke menghembuskan napas. "Ada apa?"  tanyanya langsung. Ia tidak suka basa-basi di telfon. Merepotkan.

"Oh, iya. Ini soal Sakura." Ia yang tadinya malas tiba-tiba menegakkan badannya.

A Papa For SaradaKde žijí příběhy. Začni objevovat