-63-

1.9K 328 7
                                    

-Home-

. . .

Setelah selesai menurunkan barang-barang, dan jasa pindahan telah pergi, Kizashi mengajak mereka makan setelah istirahat sebentar.

"Bibi, biar kubantu ya?"

"Tidak usah, Nona. Nona pasti lelah. Duduklah bersama yang lain. Bibi akan buatkan makanan. Sudah lama kan Nona tidak makan masakan Bibi?"

Sakura tersenyum. "Baiklah. Kalau butuh bantuan panggil aku saja ya, Bi."

Mabui yang disebut Bibi oleh Sakura itu tersenyum. Meskipun usianya sudah menginjak kepala empat, wanita itu masih saja cantik. Rambut peraknya bahkan masih bersinar cantik karena terawat. Sakura terkadang iri melihatnya. Kerutan halus bahkan tidak begitu terlihat karena ia sangat merawat kulit wajahnya. "Bibi masih saja cantik setiap kali aku melihatmu," puji Sakura.

Mabui tertawa. "Tentu saja. Aku senang memamerkan kecantikanku pada orang lain, termasuk Nona."

"Dan Bibi yang cantik ini kenapa betah sekali bekerja di rumahku? Padahal Bibi bisa bekerja di restoran terkenal di luar sana dan dapat bayaran lebih besar daripada terus menetap di dapur ini."

"Aku tahu. Tapi aku juga pasti akan lebih sibuk daripada sekarang. Nona tahu kan, Bibi ini tidak suka kesibukan. Tuan Kizashi tidak begitu memberi banyak pekerjaan. Aku juga bisa memakai dapur dengan bebas. Dan lagi, Tuan tidak pernah meminta menu aneh-aneh untuk makanannya. Beliau adalah majikan yang sangat kuhormati. Apalagi sekarang Nona kembali ke rumah. Bagaimana mungkin aku bisa pindah kerjaan?"

Sakura tertawa kecil. "Aku senang mendengarnya. Terima kasih sudah selalu menjaga ayah, Bibi."

Mabui tersenyum. "Tentu saja. Itu sudah menjadi tugasku."

. . .

Seperti ucapannya, Mabui menyiapkan makan malam dengan dibantu beberapa pekerja lainnya. Wanita itu sangat ahli dalam memasak. Ia bisa saja menjadi koki terkenal daripada hanya bekerja di dapur kediaman Haruno, tapi Mabui memilih untuk mengabaikan fakta itu dan bertahan di rumah ini. Ia memasak banyak makanan karena Kizashi bilang kalau malam ini mereka akan makan bersama seluruh pekerja juga untuk merayakan pulangnya Sakura ke rumah ini. Pria paruh baya itu pasti senang. Bahkan Kizashi sengaja menyiapkan meja makan satu lagi yang berukuran panjang untuk mereka semua makan.

"Apa Ayah tidak terlalu berlebihan?" ucap Sakura melihat meja yang penuh dengan makanan. Benar-benar penuh dengan makanan.

"Tidak. Ini untuk menyambut kedatanganmu kembali. Kenapa berlebihan? Malah kupikir ini kurang. Apa seharusnya aku membuka wine?"

"Tidak, jangan," tolak Sakura cepat. "Disini ada Sarada, jadi kumohon jangan. Aku tidak mau Sarada dikelilingi orang-orang mabuk. Sudah cukup dia melihat Karin yang sering nyasar ke rumah saat sedang mabuk." Ucapannya membuat Karin langsung bungkam dan memalingkan muka saat Kizashi meliriknya. Akhirnya dengan terpaksa Kizashi menyetujuinya dengan raut wajah cemberut.

Kediaman Haruno sangat ramai malam itu. Kizashi mengundang semua pekerja untuk ikut makan malam bersama. Semuanya tertawa ceria bersama. Sakura kembali bertemu dengan orang-orang yang dulunya akrab dengannya saat ia masih tinggal disini dan melepas rindu. Ia juga mengenalkan mereka pada anaknya, Sarada. Untungnya, karena Sarada anak yang supel, dia bisa beradaptasi dengan mudah. Semua orang menyukainya. Kizashi pun membanggakan cucunya di depan semua orang meskipun baru beberapa hari yang lalu mereka bertemu.

Setelah mengobrol terus menerus dan membahas masa lalu, Sakura pergi ke dapur untuk mengambil minum lalu ke lantai dua, memasuki kamarnya dulu. Semuanya masih sama seperti terakhir kali ia melihatnya. Seprei merah muda polos, boneka yang tersusun rapih di sisi kasurnya, meja belajarnya, foto-fotonya dulu saat SMA. Terbanyak adalah fotonya dengan Karin dan Temari karena mereka bersahabat sejak saat itu. Sakura tersenyum saat melihatnya. Sepertinya ayahnya menyuruh pelayan untuk membersihkan kamarnya secara berkala.

A Papa For SaradaWhere stories live. Discover now