-65-

2K 344 6
                                    

-Marriage?!-

. . .

Sesuai perkataan Kizashi dulu saat ia membujuk Sarada untuk pindah ke rumahnya, saat ini, dirinya dan orang-orang yang diundang ke rumahnya sedang menghias rumahnya untuk merayakan natal yang akan datang kurang dari 24 jam lagi. Dengan kata lain, malam ini adalah malam natal, tanggal 14 Desember.

Temari, Deidara, Naruto, Karin, hingga Kakashi bahkan datang kemari atas permintaan Sarada, membuat suasana rumah ini ramai. Suara gelak tawa tak henti terdengar di kediaman keluarga Haruno itu. Sangat berbanding terbalik dengan keadaan Sai Shimura dan Ino Yamanaka yang menghabiskan malam natal mereka berdua. Sai dan Ino tidak diundang ke kediaman Haruno malam ini karena Sarada menentangnya. Sudah hampir sebulan lamanya sejak Sarada memutuskan untuk bertemu dan memberi Sai kesempatan untuk berusaha menjadi Ayahnya, tapi belum hingga saat ini belum membuahkan hasil sama sekali.

Sikap Sarada tak berubah. Masih dingin dan acuh ketika berhadapan dengan Sai dan Ino. Meskipun begitu, ia tidak pernah menolak ketika Sai meminta bertemu dengannya, meskipun dengan syarat kalau Sasuke harus ikut bersamanya, menemaninya atau ia tidak akan mau bertemu dengan Sai.

"Apa ada perkembangan?" tanya Kakashi pada Sakura yang baru saja duduk disampingnya.

Sakura menghela napas. "Tidak. Sarada menjaga sikapnya. Dia tidak luluh sama sekali. Bagaimana bisa dia setangguh itu?"

Kakashi tersenyum, melihat orang yang mereka bicarakan. "Benar, bagaimana bisa dia setangguh itu?"

Kakashi kembali bicara ketika Sakura tak membalas ucapannya, "Apa sekarang kau merasa kasihan pada Sai?"

"Sedikit. Tapi aku tidak ada niatan untuk membantunya. Itu adalah hasil dari perbuatannya. Dia bisa saja tak mempedulikan kami seperti yang dilakukannya dulu dan hidup bahagia berdua dengan Ino-san, tapi Sai memilih untuk menjadi ayah bagi Sarada dan sekarang yang harus ia lakukan untuk bisa mencapai itu adalah membuat Sarada mengakuinya. Iya kan, Sensei?"

"Benar. Aku suka, anakku ternyata pintar." Sakura tersenyum mendengarnya. "Biarkan saja dia berusaha. Kau sudah menyerahkan keputusannya pada Sarada, jadi biarkan dia yang memutuskan. Meskipun masih kecil, tapi Sarada sudah cukup pintar untuk anak seusianya."

"Ya ..."

. . .

Sakura baru saja kembali masuk setelah mengantar Sasuke yang kembali pulang ke rumahnya setelah dua hari yang lalu pria itu menginap di rumahnya karena pesta natal disini. Sasuke harus kembali bekerja. Sudah cukup dua hari kemarin Sarada menahannya disini. Yah, setidaknya pria itu bisa istirahat walaupun hanya sebentar. Sakura terkadang mengkhawatirkannya. Sasuke terlalu sibuk hingga tak punya waktu bahkan hanya untuk tidur sebentar.

Sakura menghampiri Ayahnya yang baru saja keluar kamar dengan tangan di atas kepalanya sambil mengerang pelan dan ekspresi menahan sakit. Sakura menuangkan segelas air dan memberikannya pada Ayahnya ketika dia duduk di sofa.

"Terima kasih." Kizashi meneguk air itu hingga habis dan meletakkannya di meja. "Sasuke sudah pulang?"

"Ya, baru saja. Apa Ayah mau kuambilkan obat?" tanya Sakura khawatir melihat Ayahnya yang kesakitan.

"Tolong ambilkan saja minyak angin." Sakura segera mengambil yang diminta Ayahnya. Kizashi mengoleskan cairan hangat itu pada pelipisnya dan suara helaan napas lega terdengar setelahnya.

"Aku memikirkan ini akhir-akhir ini ..." Kizashi mulai bicara. Ia menatap anak perempuan satu-satunya itu. "Kapan kau akan menikah, Sakura?"

"Ya?! A-apa—kenapa menikah?!" tanya Sakura yang terkejut. Ia bahkan tak bisa menyembunyikan rona merah di wajahnya.

"Apa maksudmu apa? Kau dan Sasuke sepasang kekasih. Kalian bahkan sudah benar-benar terlihat seperti orangtua bagi Sarada. Aku juga tahu kalau Sasuke sangat mencintaimu. Dia pasti juga ingin menikah denganmu kan. Tak mungkin pria sepertinya akan membiarkanmu lama-lama tanpa status yang pasti dengannya seperti ini. Aku memikirkan ini karena kau pasti akan pergi dengannya setelah menikah padahal kau baru saja pindah kemari."

Kizashi menghela napas panjang. "Tak bisakah ... tak bisakah kalian tinggal disini untuk beberapa tahun saja? Aku baru saja bertemu denganmu setelah tujuh tahun terakhir. Aku tidak bisa melepasmu lagi sekarang, Sakura."

Sakura terdiam. Ayahnya benar. Dia pasti masih merindukannya setelah tujuh tahun mereka terpisah. Sasuke juga sudah beberapa kali menyinggung soal menjadikan dirinya milik pria itu seutuhnya. Menikah. Sakura belum memikirkan ini lagi dengan serius, tapi sepertinya ia harus mulai kembali membicarakan hubungannya lebih lanjut dengan Sasuke.

Tapi kesempatan itu tak kunjung datang. Hingga akhir bulan Desember, Sasuke sangat disibukkan dengan pekerjaannya. Pria itu bahkan tidak bisa sering berkunjung ke rumah, sehingga Sakura memutuskan untuk berkunjung ke rumahnya dan sedikit bebersih. Beberapa tempat mulai berdebu, sepertinya Sasuke tidak sempat membersihkan rumahnya. Tentu saja, pria itu sibuk. Hari itu hari Jum'at ketika Sakura berkunjung ke rumah Sasuke. Ia datang dengan membawa makan malam yang sudah disiapkannya di rumah sebelumnya. Sakura tak membawa Sarada karena hari sudah malam saat ia memutuskan untuk pergi. Meskipun sulit, tapi akhirnya Sarada setuju setelah dibujuk oleh Ayahnya.

Jarum jam sudah menunjukkan pukul 11:30 saat Sakura membuka matanya karena ia tak sengaja tertidur di sofa dan Sasuke masih belum pulang. Apa pria itu akan menginap lagi di kantor? Sasuke sudah beberapa hari menginap di kantor. Seharusnya hari ini dia pulang untuk membawa baju ganti atau hanya sekedar mandi. Sakura kembali merebahkan dirinya di sofa. Ia mengambil sleimut dan menyelimuti dirinya yang merasa dingin.

"Aku harus memarahinya saat pulang nanti. Dia terlalu banyak bekerja," gumamnya pelan sebelum kembali terlelap.

Tepat pukul 01:35 pagi, Sasuke memasuki rumahnya dengan penampilan yang sudah berantakan. Dasinya longgar, lengan kemejanya ia gulung hingga siku, dan dua kancing teratas kemejanya ia buka karena merasa gerah. Sekarang, yang diinginkannya hanyalah mandi dengan air hangat dan segera tidur.

Alisnya berkerut ketika matanya menangkap sepasang sepatu tak asing tersimpan di depan pintu rumahnya. Apa Sakura kemari?  Tapi keadaan hening dan lampu pun mati. Hanya beberapa yang menyala hingga membuat kesan remang pada ruangan. Sasuke tak melihat siapapun di ruang tengah. Apa dia sempat kemari? Ia naik ke kamarnya dan masih tak menemukan siapapun. Setelah diam beberapa saat, Sasuke kembali ke bawah dan benar dugaannya, ia menemukan Sakura terbaring di sofa. Wanita itu bahkan sepertinya sudah tertidur nyenyak melihat dia sama sekali tak bergeming ketika Sasuke menggendongnya, memindahkannya ke kamar.

Ia menyelimuti Sakura sebelum memasuki kamar mandi untuk membasuh dirinya dengan air hangat. Badannya lengket karena seharian bekerja. Air hangat sungguh membuatnya segar sebelum tidur. Apalagi hari ini Sakura akan menemaninya tidur. Sasuke tersenyum memikirkan itu dan menyelesaikan mandinya lebih cepat.

Mungkin karena mandi dengan air hangat, suhu tubuhnya naik dan Sasuke merasa gerah, jadi ia memutuskan untuk tidak memakai baju sebelum bergabung dengan Sakura di atas kasur. Erangan pelan terdengar ketika ia menarik Sakura lebih dekat dengannya dan memeluk wanita itu dalam tidurnya. Ia mengecup kening Sakura dan berucap pelan, "Selamat tidur." sebelum kesadarannya mulai menurun dengan cepat.

. . .

Don't forget to vote and comments! Your support means a lot to me!

. . .

11:55 p.m

Wednesday, 21/04/28


A Papa For SaradaWhere stories live. Discover now