1. She's Confused

Mulai dari awal
                                    

Mereka semua—ah ralat, anak-anak ENCT ikut berteriak sambil mengangkat tangan untuk menyemangati satu sama lain. Ini membuat Dasha diam-diam menarik senyum.

Mereka masih satu ruangan, hanya saja agak menyisih agar tidak mengganggu masing-masing tim.

Tapi demi Tuhan, mana yang namanya Taeyong, mana yang namanya Taeil, Doyoung, Yuta, Dasha sama sekali tidak tahu.

Wajahnya sama semua.

"D, kau membawa tas mu ke sini?" Irene. Dasha mengerutkan dahi lalu menggeleng, "aku kesini dengan Joy Unnie, kami tidak membawa apapun," kata nya enteng.

Irene menepuk dahi, "lalu tas yang di pegang anak itu tas siapa?"

Dasha langsung memicingkan mata, mengikuti arah pandang jari telunjuk Irene.

Tas selempang warna hitam dengan gantungan kunci bendera Kanada. Itu jelas milik Dasha! Kenapa bisa ada di anak itu?

Bocah nya kelihatan tengil. Mungkin maknae? ugh.

Sebelum instruktur itu memarahi Dasha untuk kesekian kalinya karena terlambat beberapa kali, ia harus segera mengambil alih dari tangan bocah itu. Dasha berlari dengan langkah cepat, kemudian segera berdehem, berharap anak itu menoleh ke arah nya.

"Eum, hai? maaf, tapi ... itu tas siapa?"  Ucapnya sembari berdebar. Takut kalau sewaktu-waktu dia menampar Dasha—bercanda.

"Oh, halo Sonbae-nim! Ini tadi tergeletak di sini, dan dia menyuruhku untuk mengambilkan nya." Jawabnya santai tanpa beban.

See, dia lebih muda dari Dasha.

"Siapa? Hee ... chan?" Dasna membaca ukiran nama di gelangnya.

"Namaku Haechan." Dia tertawa.

Kembali ke pertanyaan pertama, Dasha lagi-lagi ingin meyakinkan diri. Memang siapa lagi yang punya gantungan kunci dan tas yang sama persis seperti milik nya di dunia ini? se-murah itu kah hadiah perpisahan dari Mark?

"Okay, Haechan. Aku tanya, itu tas siapa? mirip dengan punyaku, jadi aku ragu." titah nya jujur sambil berkacak pinggang. Haechan menghela nafas, "Ini, aku tadi Min-"

"Haechan, kau sedang apa? cepat kemari!" Teriak salah satu member ENCT yang sudah berbaris kurang rapi di ujung ruangan. Haechan terpanjat dan segera berlari ke arahnya. Kalau saja menarik ujung baju adalah hal yang rasional, Dasha sudah melakukannya.

"Maaf Sonbae-nim, nanti setelah selesai latihan kita bicara lagi," Haechan menundukkan tubuhnya di tengah-tengah tubuhnya yang berlari.

Kurang sopan.

Tapi okay. Dia sudah berusaha menundukkan tubuh.

"Awas saja kalau ada barang hilang di tanganmu, Haechan." Lirih Dasha geram. Idol, kerja sambilannya pencuri? gila.

To be honest, Dasja ingin langsung merenggutnya atau berteriak bahwa itu adalah kepunyaannya, tapi instruktur mereka tidak bisa diajak kompromi. Jadi diam adalah opsi paling benar. Dasha menghela nafas sambil berjalan berat, kembali ke barisannya.

Finalnya, Dasha hanya memperhatikan segala koreo yang diberikan secara seksama, mendengarkan musik dengan serius dan akhirnya mempraktekkan apa yang di dapat. Catat, tanpa drama. Tanpa, drama.

Sudah lebih dari sepuluh jam mereka di sini. Dan syukurlah, semuanya selesai

Beberapa member sudah terkapar di lantai dengan kipas kecil di tangan mereka masing-masing. Ya, mereka termasuk orang yang selesai mempraktekkan koreo dari awal sampai akhir.

Bagaimana dengan Dasha? grup nya sudah selesai semua, tinggal menunggu member ENCT yang banyaknya seperti lalat buah yang mengelilingi makanan basi. Seperti itu lah, member Reeve kan hanya lima.

Mata Dasha menyisir ruangan, mana Haechan yang tadi, ya? nasib nya buruk kalau dia benar maknae, pasti akan keluar lebih lama.

Tiba-tiba ia panik, saat kipas di tangannya mati mendadak. Habis batre. Dasha kemudian mengerang kesal sambil mengikat rambut. Ini panas sekali.

Tapi ternyata, salah satu member ENCT memperhatikan Dasha sedari tadi kerena gerak-gerik nya benar-benar memusingkan. Anak itu memberanikan diri untuk bertanya, menawarkan bantuan.

"Sonbae-nim, kenapa?"

Dasha ber-ah ria, "Ahahaha, aku tidak apa-apa, kipas ku mati." Jawab nya seadanya. Sudah ia bilang barusan, kalau member ENCT itu tidak akan pernah ada habisnya.

Anak laki-laki itu tiba-tiba mengarahkan kipasnya ke kanan, "Kita bisa berbagi angin,"

Lucu, kata-katanya itu ...

"Terimakasih, sebentar saja. Ini benar-benar panass," Dasha mendekatkan wajahnya yang berkeringat.

Anak itu mengangguk, "Lama juga tidak apa-apa. Heheh." Dia terkekeh.

"Eh, iya, kau sudah selesai? bagaimana?" tanya Dasha berusaha mencairkan suasana yang canggung. Dia mengangguk lemas, "Uhuh, aku sudah selesai. Yang tua kan lebih dulu?"

Dasha agak melotot mendengarnya. Dia tua? tunggu, tunggu, dia, kan maknae di Reeve, apa dia tetap harus Dasha panggil Oppa nanti?

"Agar lebih sopan ke depannya, bisa aku tahu kau kelahiran berapa?" tanya Dasha memastikan.

Ia was-was ...
Was-was ...
Dan was-was ...

"Aku 99, hahahaha." Dia tertawa. Dasha ber-oh ria sambil menarik nafas diam-diam. Mereka seumuran ternyata.

Kalian tahu apa yang membuat nya takut? tadi Dasha kan memasang muka sok senior ...

Mau di cari datanya di Wikipedia, pasti belum tersedia. Secara, mereka kan baru debut. Data nya belum lengkap.

"Oh! Kita seumuran!" Pekik Dasha. Dia langsung menghadap ke arahnya antusias, "benarkah? wah, keren!" laki-laki itu bertepuk tangan.

"Hey, siapa namamu?" tanya Dasha sambil mengubah gaya duduk menjadi bersila, dan mereka benar-benar berhadap-hadapan sekarang.

"Minhyung, bagaimana dengan Sonbae?" Ia mengulurkan tangan. Dasha menyipitkan mata, lalu menjabat nya hangat, "Aku D," singkat Dasha. Ya, anak itu memang cari gara gara dengN mematikan topik seperti ini.

Canggung lagi.

Sekarang hanya ada suara musik yang mengiringi gerak tari mereka. Dasha mengulum bibir kemudian berdehem. "Kau lelah?" tanya gadis itu pada Minyung.

"Secara fisik, iya." Jawab Minhyung sambil memejamkan mata. "Secara mental?" tanya Dasha lagi.

"Aku bahagia." Ia tampak menahan senyum. Dasha yang sadar akan interaksi mereka yang mungkin agak berlebihan, segera menjaga jarak. Kata nya, "mengerikan—sstt, jaga jarak. Kau baru debut, jangan membuat masalah baru," Dasha menjauhkan diri, "Kipasnya jangan, heheh." sergah nya.

Minhyung maju, Dasha mundur, namun tangan panjangnya tetap memegang kipas. Iya, mereka sama-sama kepanasan. Di sini tidak ada AC. Dasar agensi miskin, kalau umpat Wendy.

"Kalau mau diambil fotonya dengan paparazi aku sogok mereka," ia tersenyum sarkas. Dasha terkekeh, "Dengan apaa?"

"Dengan cinta dan senyuman. Kan aku tampan."

capitulate.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang