Rekah.

1.2K 132 25
                                    

🎈

"Kau 'kan si talker itu?"

Tawa Nyonya Song yang begitu keras memenuhi seisi mobil.

Seokjin merasakan jantungnya terpompa lebih cepat, sedikit terhenyak sehingga ia harus membuang napas dengan kasar.

"Apa yang kau bicarakan, Jin? Melakukan apa? Stalker? Ibu?" Seraya tertawa terbahak-bahak, pandangan Nyonya Song sesekali melihat air muka Seokjin lewat spion mobil. "Astaga, kau bercanda ya ... Mana mungkin aku melakukan itu, sayang .... Untuk apa?"

Tangan Seokjin terkepal hingga buku jarinya terlihat memutih, muak dengan segala bualan wanita bersurai hitam ini.

Dengan sebongkah keberanian besar, ia kembali berkata, "Kau yang selalu berada di sekitar rumah kami, iya 'kan? Kau yang di jendela itu?"

"Apa? Astaga, Ibu selama ini hanya mengurus toko dan berbelanja, tak ada kegiatan lain selain itu. Seokjin." Dengan dahi tertekuk, Nyonya Song menjelaskan tanpa melirik. Ia berusaha untuk tidak mengalihkan pandangan dari jalanan yang saat ini mobil tengah melaju.

Mendengus kasar, Seokjin kembali berkata. "Berhenti. Nyonya. Tolong diam di sana." Titahnya, seraya menunjuk trotoar yang cukup luas.

Nyonya Song pun terpaksa menepi, ia agaknya setuju dengan Seokjin. Jadi, setelah mobil sedan hitam tersebut melipir, ia mematikan mesin. Kini mereka bisa saling berhadapan, "Kenapa kau menuduhku seperti itu?" Nyonya Song bertanya dengan nada yang tegas, terlihat sedikit tengah menahan amarah.

Tanpa segan Seokjin menatap lurus netra wanita itu, napasnya terdengar menderu seraya ia merogoh saku celana. Menggenggam erat sebuah kalung dengan liontin perak di sana, kemudian ditujukan kepada Nyonya Song tepat di depan matanya.

"Ini milikmu."

Kala Seokjin berkata, lengannya secara skeptis memegang leher tergesa. Peluh dingin lantas terlihat di leher serta kening Nyonya Song, dengan meneguk saliva perlahan, tergugu saat ia berucap. "A-apa? Itu bukan—"

"Ini jelas milikmu."

"Lalu apa?" Nyonya Song berusaha tenang, nada bicaranya terdengar terpaksa.

"Yoongi. Menemukan kalung ini di depan rumah, dan ini kalung panti asuhan yang hanya dimiliki oleh anak serta pengasuh di sana. Nyonya."

Nyonya Song mengelak, ia kembali terkekeh geli mendengar pernyataan yang dilontarkan Kim Seokjin. "Kalung itu banyak dimiliki oleh orang lain, Kim Seokjin. Kau dengan beraninya menuduh ibumu sendiri sebagai seorang penguntit?!" Nada bicara Nyonya Song semakin tinggi, membuat Seokjin agak tersentak sebelum pada akhirnya, sebuah kalimat membuat Nyonya Song mati kutu.

"Tapi adakah seseorang yang mengukir liontin ini dengan nama bunga kesukaannya? Nasturtium? Sama denganmu? Dari panti? Apa ada selain kau, Nyonya?"

Berbeda dengan Nyonya Song yang masih terlihat cukup tenang, Seokjin nampak kewalahan untuk membendung seluruh fakta yang nyata di hadapannya, rasa kecewa kian menggilas hati Seokjin tanpa ragu hingga terasa sesak dan perih. Berimbas pada matanya yang kini tanpa Seokjin sadari telah basah.

"Akuilah sekarang juga, Nyonya ... Hentikan semua bualan itu dan tolong jujur padaku." Dengan kepala tertunduk ia berkata, intonasinya semakin pelan.

Namun Nyonya Song tak bisa menjawab bahkan membuka mulutnya sedikitpun, ia hanya bersandar pada kemudi mobil, di atas telapak tangannya yang mencengkram erat benda bundar itu.

"Omong kosong."

Seokjin terlihat diam setelah mendengar dua kata tersebut, kembali melihat presensi yang tetap di sebelah kirinya dengan alis yang hampir menyatu.

BERILIUMWhere stories live. Discover now