Stalker.

2K 316 145
                                    

🎈

"H-Hyung ...."

Seokjin menoleh, mengalihkan atensi pada sang adik yang tengah tertunduk dengan bibir sedikit dilipat ke dalam.

"Ada apa? Yoon?" Ia menghentikan aktivitas—mencuci piring—nya sejenak.

Yoongi tak mampu melihat wajah Seokjin, ia hanya berdiam setelah mereka menghabiskan semangkuk sup lobak dengan nasi dan ikan.

"Kau ini ... Bilang saja, aku takkan membunuhmu." Diakhiri kekehan kecil terlontar dari bibir Seokjin, serta tangan yang terulur 'tuk meraih benda bulat dihadapannya lagi.

"Mereka ... Temanku, Akan datang ke rumah."

"A-apa?!"

Seokjin mengatakan hal itu bukan dengan raut wajah penuh masalah, namun dengan kegembiraan yang meletup-letup.

Sepertinya, beberapa plester kompres yang Yoongi beli sewaktu pulang sekolah sangatlah ampuh mengusir demam. Alhasil Seokjin bisa bergerak lagi seperti biasa, dengan senyum yang selalu ia tunjukkan pastinya (meski dengan sekuat tenaga Yoongi menempelkan benda tersebut di dahi Seokjin diiringi insiden baku hantam namun masih dalam skala aman).

Oke. Jangan bayangkan cara Yoongi menempelkan itu.

Mereka seperti anak kecil.

"Wah ... Aku tak menyangka, kita harus menyiapkan beberapa makanan dan minuman bukan? Ada berapa temanmu yang akan datang? Hm? Lima? Enam? Sepuluh? Satu kelas?" Ia bertanya masih dengan berfokus pada beberapa piring digenggaman, sementara Yoongi tengah terduduk di kursi makan dengan kedua kaki terangkat ke atas.

"Dua."

"Apa?"

"Hanya dua orang, hyung."

"Oh, baiklah ... Temanmu suka apa? Minuman soda? Kue kering? Basah? Sirup? Pie?"

'Sungguh, ia terlihat seperti nenek-nenek tua cerewet sekarang. Mungkin lebih dari itu.'


"Tak usah repot-repot, hyung ... Bukan itu masalahnya ...." Yoongi nampak gemas dengan tingkah Seokjin yang sangat merepotkan. Terdengar dari nada bicara Yoongi; sudah tak menanggapi hal tersebut dengan 'sabar' lagi.

"Bagaimana dengan ibu? Hm? Kau tak pernah memikirkan bagaimana wanita tua itu akan menanggapi hal ini 'kan?"

"Aku pasti mati."

"Yoongi." Nada bicara Seokjin kini terdengar tegas.

Si pemuda pun mengangkat pandangan mendengarnya, melihat Seokjin yang kini telah mematikan kran air dan tengah menatap lekat.

"Jangan panggil ibu dengan sebutan seperti itu."

"M-maaf."

Seokjin tersenyum simpul, "Dia ibu kita, Yoon. Bagaimanapun, kita harus menghormatinya."

"Nah, untuk hal itu ... Kau tenang saja ... Kerja kelompoknya besok 'kan?"

Ia mengangguk pelan. Cukup menggemaskan bila mengingat karakter Yoongi yang tak berubah sedari dulu—penurut dan tak pernah terlihat marah.

"Kulihat, ibu ada jadwal rapat. Dan pastinya ia pulang larut malam ...." Pernyataan Seokjin sedikit memberi hati Yoongi ketenangan.

"S-syukurlah ...." Helaan napas terdengar.

BERILIUMOù les histoires vivent. Découvrez maintenant