Ada Sesuatu yang Hilang.

1.3K 181 98
                                    

🎈

"Yoon, ayo berangkat!" Seokjin sedikit berteriak di pintu gerbang, ia telah memakai seragam lengkap dan sebuah tas dipunggungnya.

"Iya. Tunggu sebentar!"

Ia kini tengah menunggu Yoongi lengkap helaan napas berat—menunggu selama 5 menit, ditambah pandangan jengkel. Bagaimana tidak? Nyonya Song telah siap di mobil, mengantar mereka berdua ke sekolah sedang Yoongi kesulitan memasang sepatu.

"Cepat, lamban."

"Sebentar. Ini sulit, bodoh." Celetuk Yoongi.

Tersulut oleh kata-kata Min Yoongi, Seokjin lanjut mengomel, "Kau yang bodoh! Butuh berapa lama sih memakai sepatu?! Satu abad?! Pakai tenagamu! Kau 'kan habis minum susu beberapa menit yang lalu?!"

Mendecih cukup nyaring, Yoongi membalas, "Sepatu ini cukup sempit! Jariku harus ditekuk sedikit saat memasukannya! Tak ada hubungan sama sekali dengan tenaga ataupun susu! Dasar, bisanya memaki saja."

"Siapa yang memaki—"

"Sudahlah, Jin. Bantu dia, dan berhenti bertengkar ...." Imbuh Nyonya Song dari dalam mobil.

Sementara itu Seokjin lekas menghampiri, hendak membantu si bungsu sebelum ia harus menunggu satu abad lamanya.

"Telat, dasar lamban." Yoongi lantas berdiri, meninggalkan Seokjin dalam keadaan mematung hendak berjongkok pun memasuki mobil dengan suara lantang, "Ayo cepat! Kita berangkat! Apa sih yang kau lakukan di sana?" Terlengkapi dengan tawa jahat yang menjengkelkan.

Satu kosong. Yoongi menang.









Tak dapat diam dengan rentetan pertanyaan yang bercokol dalam pikirannya, Seokjin lantas membuka suara, "Emm ... Nyonya, tidak apa-apa? Kau mengantar kami ke sekolah ... Bagaimana dengan toko bungamu? Maaf kami merepotkan." Ia melihat presensi Nyonya Song tengah mengemudi, pandangan berfokus pada jalanan sementara Yoongi terduduk di belakang.

"Aish, tidak apa-apa ... Ibu senang mengantar kalian ke sekolah. Lagipula, toko bunga biasa buka lebih siang kok ... Jadi tak perlu khawatir! Sudah, nikmati saja ya?" Tukasnya tanpa mengalihkan pandang. Membuat Seokjin terangguk kecil, menunduk seraya ulasan senyum tipis terlukis di sana.

Semua terjadi sejak malam itu.

Malam saat Min Hyeji untuk kali pertama membiarkan seorang tamu memasuki rumah keluarga Min.


















"Seulhee, apa maksudmu datang ke sini? Tak ada hal yang perlu dibicarakan." Melipat lengan di dada, Min Hyeji bertanya pada Nyonya Song di ambang pintu tanpa membiarkannya masuk.

Sedang Nyonya Song hanya tersenyum tipis pun membalas, "Tidak, Hyeji. Aku hanya ingin bertemu dan berbicara denganmu, itu saja. Terlebih, kita ini teman bukan? Sudah lama aku tak melihatmu. Kau baik-baik saja?" Ia memegang lembut lengan Min Hyeji yang terlipat. Sontak membuat hati wanita itu sedikit melunak.

"Masuklah." Katanya, setelah menurunkan kedua alis pun sebuah helaan napas berat.

"Terima kasih, Hyeji."

Setelah membuka sepatu, Nyonya Song hanya mengedarkan pandangan ke seluruh sudut rumah, sementara Min Hyeji tetap pada pandangannya—ingin segera mengakhiri invasi dadakan yang dilakukan Song Seulhee.

Ia tak ingin Nyonya Song tahu.

Ia tak ingin semua kejadian yang terjadi di rumah ini terkuak begitu saja.

"Bagaimana kabarmu? Aku turut berduka mendengar kabar kepulangan Pak Min. Maaf tak sempat datang pada hari pemakaman." Katanya, sembari tertunduk dalam.

BERILIUMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang