Chapter 84

93 25 27
                                    

Bukan Firaun
Chapter 84

Akmal bangun mendadak sambil memaki, "#*%$," dia loncat dan meninju udara kosong. "Boryaaaaaa! Sini lo, anj ... " Akmal berhenti memaki melihat Hasani molor di sofa.

Ditendang Hasani hingga berguling ke bawah. Tetep aja gak bangun.

Akmal menampar wajah Hasani bolak-balik. Di check napasnya takut sudah mati. Ditampar lagi, lalu dicheck badannya apa ada luka tembakan, luka tusuk atau memar. Kelihatannya cuma kebluk aja.

Akmal keluar villa, melihat helipad telah kosong. Dia memandang berkeliling, suasana lengang dan sepi walau matahari telah terbit di ufuk timur. Mendadak tangannya terasa perih. Akmal melirik dan melihat lengan kaosnya sobek dan ada goresan panjang.

"Alhamdulillah bukan di muka." Akmal masih bersyukur. Dia gak mau berakhir seperti Kenshin Himura, di wajahnya ada tanda X.

Akmal buru-buru mengambil air wudhu dan shalat subuh. Selesai salam, Hasani masih juga belum bangun. Akmal berasumsi Hasani sudah shalat duluan.

Itu hanya goresan, tapi tetap aja, harus dibersihkan. Akmal membasuh lukanya dengan taplak meja yang dia sobek dan dibasahkan air keran.

Setelah merasa cukup bersih, Akmal mengecek setiap sudut villa mencari hape-nya. Kembali mengecek semua saku baju Hasani yang juga tidak ditemukan hape hanya dompet dan pisau lipat.

Akmal lalu mengecek setiap lemari yang ada. Tidak ada makanan sama sekali. Villa itu memang kecil, hanya ada tiga kamar dan satu ruangan besar. Kolam renang aja tidak ada. Akmal menyisiri pantai melihat kemungkinan kapal lewat, tapi sejauh mata memandang dia hanya melihat air laut yang kebiruan.

Di saat Akmal di luar, Hasani bangun sambil memegang pantatnya yang berasa agak nyeri. Dia heran mendapati telah tidur di lantai. Hasani berdiri dan melihat langit telah terang dari jendela. Dia memang telah shalat subuh, sehingga santai aja mengecek sekeliling dengan matanya. Jaketnya terhampar di lantai. Dipungut lalu dipakai. Hasani berjalan keluar mencari Akmal namun tidak ditemukannya.

"Woooy Tarsaaaaan!" terdengar teriakan dari atas. Hasani mendongak. Dilihatnya Akmal duduk di atas genteng dalam keadaan bertelanjang dada.

Hasani mencari pijakan untuk memanjat. Dengan gesit sebagai mantan akamsi dan mantan begal, dia sampai juga ke atas. Tanpa peduli dia menginjak-injak genteng hingga berbunyi berisik. Walaupun bisa bikin bocor, bukan rumahnya ini.

"Mal, yang ngelukain tangan lu si Buduk, mereka terus ninggalin kita di sini, Shin termasuk juga. Jadi gimana neh cara kita balik ya? Apa berenang aja? Sanggup gak lu? Waduh gua laper, sumpah! Mal, lu gak marah kan sama gua? Lagi-lagi gua gagal nikah, ooh shit! Bener kata lu, Katya gak mungkin banget serius. Lagian dia anak calon presiden juga kan? Gak tau diri banget gua. Eh dia juga udah tua. Lu tau gak dia udah tiga dua umurnya, busyet dah! Gak nyangka gua ... dia tuh ... gak kelihatan tua ... ehem ... Mal? Mal?" Hasani baru nyadar Akmal cuma memandang ke laut sambil bengong. Dia lalu duduk di sampingnya.

Mereka diam-diaman menikmati panas matahari yang lembut karena masih pagi. Beberapa camar terbang rendah, Hasani melihatnya seperti ayam bakar sedang melayang. Dia laper banget. Hasani melepas jaketnya ikut menikmati angin pantai.

"Hala pasti khawatir." Akmal akhirnya ngomong. Hasani otomatis mengecek saku-sakunya mencari hape.

"Hape kita sepertinya disita." Akmal memberi tahu.

"Bangs ..." Hasani mau memaki tapi Akmal menyuruhnya diam dengan tangan.

"Jangan dibiasain lagi ngomong kasar! Bukannya antum pingin kembali? Mari kita rubah dari yang paling mudah terlebih dahulu."

Bukan FiraunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang