Chapter 76

94 21 18
                                    

Bukan Firaun
Chapter 76

Akmal belajar main skateboard tentu selama di Bali, begitu juga Hasani. Shin entah dari kapan, dia yang paling jago. Mungkin karena badannya kecil, sehingga lebih aerodinamis.

Karena papan skate cuma dua, Hasani beli papan baru yang juga terjual di situ, ditambah pelindung kepala dan lutut.

Akmal agak kaku karena sudah lama gak main. Shin jago seperti biasanya, bikin orang-orang pada kepo, nyangkainnya dia profesional. Hasani belum juga setengah jam sudah menyerah.

"Sakit punggung gua, muka gua juga sakit pakai helm." Hasani  duduk lalu melepas helm-nya.

"Wah, Has, itu kaos lo ada darahnya." Shin menunjuk punggung atas Hasani.

"Iya makanya sakit, padahal udah dibawa ke klinik tadi malam." Hasani memegang punggungnya sambil meringis.

"Yah cuma ke klinik sih gak akan dikasih morfin. Paling pain killer doang. Lagi gak ada stock gue." Shin mengeluh.

"Ayo kita ke dokter lagi aja, Has." Akmal terlihat khawatir.

"Gak usahlah, ini karena maen skate aja, jadinya lukanya berdarah lagi. Kalian maen aja, gua duduk dulu deh ye. Jangan berhenti gara-gara gua!" Hasani berdiri dan berjalan menuju kafetaria dekat situ sambil menenteng papan skate-nya.

Akmal dan Shin ngeliatin Hasani jalan menjauh.

"Enggak-enggak, ayo kita pulang aja! Ana juga gak tenang main kalau suasananya begini." Akmal menyusul Hasani.

"Serah lu dah, Mal!" Hasani menurut.

Mereka berdua akhirnya mengantarkan Hasani ke klinik. Setelah dirapikan lagi jahitannya dan dibalut rapat, mereka mulai berdebat harus membeli apa buat upeti.

"Perhiasan lah." ucap Shin sambil nyetir. Mereka sekarang memakai mobil Hasani yang berwarna hitam gelap. Akmal pilih duduk sendiri di belakang.

"Wkwk, Nur kan minta khulu, semua perhiasan dilemparkan?" Hasani ngupingnya detil malam itu.

"Hah masa?" Shin gak percaya.

"Hala tidak pernah terikat dengan perhiasan, dari awal ketemu pun ana sudah dilempar perhiasan." Akmal mengenangnya.

"Bunga kalau gitu." Shin memberi usul lain.

"Nur sih beliin aja ayam hidup, seneng pasti dia." Hasani nambahin.

"Ya udah, bunga sama ayam hidup." Shin pikir itu serius.

"Ana kesel kalau masalah rumah tangga ana dianggap remeh terus." Akmal marah.

"Gue gak anggap remeh. Ini juga lagi bantuin mikir." Shin membela diri.

"Gua gak anggap remeh, cuma gak lebay juga. Aneh aja gua sih. Dia yang dulu maksa-maksa mempertahankan lu. Sekarang dia maen buang aja. Habis manis sepah dibuang." Hasani gak terima banget.

"Si Akmal kapan pernah manis emangnya?" Shin balik bercanda.

"Waktu tatonya kelinci, manis banget tuh wkwk." Hasani ngeledek.

"Tau tuh, Katya tega beut masa cowok ditato begitu, wkwk." Shin ikutan ngakak.

"Eh kata kalian rumah Bali mau dijual?" Akmal bertanya.

"Iya, Mal. Duitnya mau dibagi-bagi. Kata Katya lo juga ada bagiannya." Shin memberi info.

"Kamar paling timur lantai dua, jadi kamarnya siapa?" tanya Akmal.

"Kamar gua." Hasani menunjuk dirinya sendiri.

"Kamar paling belakang di rumah Surabaya siapa yang tempatin?" tanya Akmal lagi.

Bukan Firaunحيث تعيش القصص. اكتشف الآن