12. Keinginan Zein

4.3K 399 35
                                    

Aku selalu kebinggungan menata bahasa jika harus menulis tentang kebahagiaan

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Aku selalu kebinggungan menata bahasa jika harus menulis tentang kebahagiaan. Bagaimana bisa aku menulis sesuatu hal yang tidak pernah aku rasakan?

—Naila Bilqis Al Madinah.

*****

Tring.. Tring..

Bunyi bel istirahat terdengar bersamaan dengan sorakan siswa. Yang mengantuk jadi bersemangat lagi dan yang lapar langsung berhamburan kekantin. Mufid, Faqih, Galen dan Ansel berjalan dikoridor hendak menuju kantin. Mufid dan Ansel berjalan didepan, Galen dan Faqih dibelakangnya. Mereka berlagak seperti anak biasa hanya siswa lain yang memandang takjub pada mostwanted sekolah SMA Swandaya.

Sekarang ganti Mufid dan Galen yang memesan makanan sedangkan Faqih dan Ansel duduk di kantin. Setelah memesan makanan mereka duduk menyantap nasi goreng kantin yang sangat terkenal enak. Galen memakan dengan rakus ditambah sempol ayam kesukaannya. Kata Galen, "Gue boleh makan apa aja yang penting ada sempol harus soalnya gue nggak mau ngehianatin sempol gara-gara makan makanan lain."

Jam istirahat masih tersisa 15 menit tapi mereka sudah menyelesaikan makan. "Eh, gue mau ngomong dah." ucap Galen.

"Apaan? Kalau kaga jelas mending jangan ngomong. Baru masuk nasi diperut gue males ngeladenin orang nggak jelas." sahut Faqih.

"Diem dulu napa Qih. Gini deh gue beneran mau ngomong."

Mufid memandang Galen yang meliriknya. "Fid, gue gapapa ngomong?"

"Ngomong aja, Len." jawab Mufid sembari mengangguk.

Ansel yang sudah mengamati Galen mulai jengah dengan basa basi omongan Galen. "Jadi nggak Len? Mau ngomong aja ribet."

"Mau ngomong takut jadi ghibah gimana dong? Aa Galen juga nggak mau ghibah."

"Yaudah, jangan ngomong." ucap Faqih beranjak dari tempatnya diikuti Ansel dan Mufid.

"Bentar napa we! Ngomong ini gue beneran!" teriak Galen membuat ketiga temennya mendelik menatap nyalang lalu duduk kembali.

"Haduh gimana ya? Takut ghibah sih tapi yaudah lah ini penting banget. Jadi gini, Fid gue kemarin lihat suami kak Nai dikawasan sepi nggak jauh dari rumah gue itu. Dia ikut balap liar bro!" lanjut Galen.

Mufid, Faqih dan Ansel tentunya kaget dengan pernyataan Galen. "Yang bener Len?" tanya Faqih tidak percaya.

"Ya beneran lah, lo kira gue boong hah?!" kini gantian Galen yang ngegas.

Mufid pun tidak bisa menyembunyikan rasa kagetnya. "Darimana lo tau Len?" tanya Mufid santai.

"Gue kemarin kan nggak bisa tidur, bokap nyokap lagi di London. Yaudah temen rumah gue ajak nonton balap liar, katanya seru terus gue ikut. Eh pas gue lihat itu suami kak Nai sapa namanya? Zein nggak sih? Bener nggak Fid namanya, Zein?" jelas Galen dan dibalas anggukan oleh Mufid. "Nah itu tapi gue belum tanya sih.. Nama yang balapan itu siapa, nanti ya gue tanyain temen gue soalnya dia sering lihat begituan. Dan lo tau yang lebih dahsyat lagi?" tanya Galen heboh temannya hanya menggeleng.

SENDU (On Going)Where stories live. Discover now