📍chapter 25.

360 28 0
                                    

Jangan lupa VOTE dulu ya-!!

Follow Instagram :

@mandayntaa_


HAPPY READING-!!!

°°°°°°

"Jangan pergi tanpa kabar lagi, lo pikir gue sanggup nahan rindu sama lo?

-Aldrich Ravka Willyard-

Dokter Vara mengajak pasien yang seumuran dengannya itu mencari angin ke taman rumah sakit yang besar dan mewah ini.

Tanpa lelah, dokter Vara selalu menghibur pasien tersebut agar tidak jenuh seraya mendorong kursi roda pasiennya.

Sesampainya, mereka mengamati taman yang dipenuhi dengan berbagai jenis bunga di sekelilingnya.

"Gimana, seru nggak?" tanya dokter Vara.

Gadis dengan wajah pucat itu tersenyum, ia mengangguk pelan.

"Aku pingin pulang, tapi keadaan aku malah makin memburuk." Lirihnya dengan kepala tertunduk.

"Kamu harus kuat ya, aku juga selalu doain kamu. Aku yakin kamu bakal sembuh secepatnya, tapi janji sama aku, obatnya jangan di buang lagi." Ucap dokter Vara seraya menggenggam tangan gadis itu yang terasa hangat.

"Makasih, Dokter. Aku janji bakal rutin minum obat," ucapnya.

Dokter Vara menggembungkan pipinya.

"Jangan panggil aku pake embel-embel dokter lagi dong, kita kan seumuran. Mulai sekarang, kita jadi teman." Seru dokter Vara semangat.

Mata gadis di depannya berkaca-kaca, ia terharu sekaligus bahagia. "Aku seneng bisa kenal dokter," ucapnya jujur.

"Aku juga seneng bisa ketemu kamu," balas dokter Vara.

"Oh iya, kemarin kenapa keadaan kamu bisa down banget? Banyak pikiran ya?" tanya dokter Vara.

Terdengar helaan nafas panjang dari gadis itu, matanya yang sayu menatap lurus kedepan.

"Iya, aku mimpi ketemu sama masa lalu aku. Dan ya, sejujurnya aku kangen sama dia, kalau ada kesempatan buat ketemu dia, aku pingin jujur tentang perasaan aku dulu."

"Kamu harus sembuh, kalau udah sembuh total nanti aku bantu cari dia, gimana?" ucap dokter Vara yang membuat mata gadis itu berbinar.

"Beneran? Aku bakal rajin minum obat kok, biar cepet sembuh."

"Bagus," ucap dokter Vara dengan senang.

°°°°°

Ravka, Randero, Silva dan Nadya mengejar Dhifa yang sedang berlari menuju gerbang sekolah. Banyak yang memandang Dhifa aneh. Namun gadis itu tidak peduli. Dhifa terus menyeka air matanya yang sejak tadi tak berhenti keluar.

"Dhifa, stop!" teriak Ravka.

Dhifa berhenti seraya berpegangan pada gerbang sekolah. Kakinya terasa sakit, sakit di dadanya yang sejak tadi ia tahan semakin terasa.

RAVKA & RASWAWhere stories live. Discover now