📍chapter 8.

451 72 30
                                    

Jangan lupa VOTE dulu ya!

Follow Instagram :
@mandayntaa_



HAPPY READING!!!
••••

"Sekolah gue bukan tempat menghina orang."

-Aldrich Ravka Willyard-

Jam istirahat pun tiba, terdengar begitu ramai sorak demi sorakan heboh dari kelas X IPA 5. Mulai hari ini, Dhifa sudah menjadi bagian dari sahabat Raswa, Silva dan juga Nadya. Karena Dhifa gadis yang gampang berbaur, ramah, dia juga sangat senang bisa bergabung dengan Raswa ddk.

Namun, Raswa sejak tadi masih diam. Ia masih memikirkan hubungan Dhifa dengan cowok tadi. Padahal Raswa sudah berusaha untuk bodo amat, tapi kok tetap kepikiran.

"Wa, diem-diem aja. Ntar nabrak loh, mikirin apaan sih?" Tanya Nadya dengan menyipitkan matanya curiga.

"Eh? Enggak kok, cuma itu aja hm apa ya?" Raswa terlihat sangat lucu. Eskpresinya saat salah tingkah seperti anak kecil ketahuan mencuri uang ibunya sambil cengar-cengir.

"Lo bikin gue gemes, Wa. Muka lo lucu banget deh, jadi pengin cubit." Ujar Dhifa, gadis itu tertawa lepas. Membuat para lelaki yang sedang berjalan atau berkumpul di koridor menjadi bengong.

Bahkan saking takjubnya melihat kecantikan Dhifa apalagi saat tertawa tadi, membuat beberapa dari mereka tersandung kaki temannya sendiri. Dan mirisnya sampai ada yang menabrak jendela kelas yang terbuka.

Dhifa menatap sekelilingnya, ia heran melihat orang-orang memandangnya begitu intens. Dhifa hanya tersenyum melihatnya. Ia lupa bahwa dirinya adalah siswi baru, pasti banyak yang belum tau tentang dirinya.

Risih? Tidak! Dhifa selalu bersikap ramah pada semua orang. Ia tidak mau dibilang sombong atau mentang-mentang cantik malah sok jutek.

"Mereka ngelihatin gue gitu banget ya?"

"Wajar lah, Fa. Lo cantik, manis, imut, lucu, putih, bening, terus lo itu ...." Tidak membiarkan Nadya kembali membuka suara, dengan cepat Silva menutup mulut Nadya. Alasannya, karena jika Nadya sudah memuji seseorang, tidak akan ada ujungnya. Yang pasti akan dilebih-lebihkan oleh gadis itu.

Dhifa tersenyum. "Berlebihan lo, Nad. Gue ga suka lo muji gue segitunya. Panas kuping gue dengernya, ga enak aja."

"What?" Nadya langsung menggerakkan kepalanya dengan cepat menghadap ke Dhifa. "Baru ini gue nemu orang kalo dipuji malah panas dengernya," lanjut Nadya takjub.

"Iya betul, orang mah panas kalo dijelekin ya kan, Nad?" Sahut Silva dengan alis yang sedikit terangkat.

"Itu beda lagi, Dhifa sama kalian itu kek beng beng. Satu, tapi makannya yang beda. Nah gini, sama-sama cewek, tapi kalo Dhifa dipuji dia risih, kalo kalian kan emang mauan." Jawab Raswa yang sedikit ngawur.
Tapi, ada benarnya juga.

"Tau aja deh kamu beb, jadi cayangg." Nadya memeluk Raswa sekejap, lalu ia mengelus rambut Raswa.

"Jijik gue!" Ujar Silva, Nadya emang sudah gila.

"Ih, geli Nad. Dah ya, aku duluan, baiii!" Raswa meninggalkan mereka bertiga dengan belari kecil. Nadya dan Silva hanya saling tatap dan menepuk jidatnya pelan.

RAVKA & RASWATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang