Freya manggut-manggut. Lalu dia juga menyebutkan paket kecantikan yang diinginkan. "Saya mau paket glowing ya mbak,"

Audy berjalan menghampiri Freya dan Cici dengan senyuman lebar yang terpatri diwajahnya. Perlahan-lahan dia mendekat. Memperhatikan kedua orang itu lekat. Sesampainya dia memanggil nama keduanya.

"Freya dan Cici ya?"

Freya dan Cici menoleh kepada Audy serentak. Mereka mengeryit melihat sosok cewek cantik memanggil nama mereka. Apakah dia mengenal mereka dengan baik? Tapi, siapakah dia?

"Siapa ya?" tanya Cici penasaran. Pasalnya baru pertama kali ini dia melihat cewek secantik dan seputih dia. Jangan lupakan dengan wajah mulus bagai kulit bayi. Cici benar-benar merasa iri dengan kulit wajahnya.

"Gue Audy, pemilik klinik kecantikan ini." Pernyataan itu membuat Freya dan Cici mendelik. Tercengang bahkan tak percaya jika ternyata pemilik klinik ini ternyata seorang cewek yang sangat cantik dan sepertinya dia seumuran dengan mereka. Apalagi saat melihat kulit glowing Audy, Freya dan Cici semakin tak sabar memulai perawatan.

Vania turun dari mobil setelah bertukar pesan dengan Audy. Dia melangkahkan kaki masuk ke dalam klinik menyusul kedua temannya. Saat dia masuk kedalam, Vania sedikit terlonjak kaget saat melihat Audy sedang asik mengobrol dengan kedua temannya.

Vania kira, Audy tidak hadir disini, ternyata dugaannya salah. Cewek itu bergeming di ambang pintu.

Audy menaikkan satu alisnya melihat Vania terdiam diambang pintu. "Vania?" Audy melambaikan tangan pada Vania.

Freya dan Cici juga membalikkan badan. Ternyata Vania sudah datang menyusul keduanya. Tapi yang mereka bingungkan, kenapa Audy mengenal Vania?

"Eh Non-" ah tidak. Vania tidak boleh memanggilnya dengan sebutan Nona. Lalu Vania harus memanggilnya apa? Apakah Vania harus memanggil Audy dengan namanya.

Audy yang mengerti itu langsung mengisyaratkannya dengan bergumam menyebut namanya.

Audy saja.

Vania mengedipkan mata sekali dan mengangguk tipis bermaksud bahwa dia paham maksud Audy. " Eh Audy, lo disini?"

Freya dan Cici menatap bingung antara Vania dan Audy bergantian. Vania berjalan menuju mereka.

"Iya, gue denger lo mau ngajak kedua temen lo buat perawatan di klinik gue, makanya mumpung ada waktu senggang gue kesini."

Vania tertawa kecil seraya menganggukkan kepala. "Iya, gue ajak mereka ke klinik lo."

"Oh iya, Freya, Cici kenalin dia Audy temen gue. Audy yang punya klinik kecantikan ini," Vania memperkenalkan Audy pada kedua temannya.

Freya dan Cici mengangguk bersama. Dan melakukan jabat tangan. "Iya, kita baru aja kenal,"

"Karna mumpung lo ada disini, Jadi gue minta bantuan buat urus perawatan mereka ya Audy, gue serahkan kecantikan mereka ke lo. Lo kan yang tau segalanya,"

Audy mengangguk kecil sembari tertawa. "Siap, akan gue laksanakan."

"Freya, Cici lo berdua ikut Audy. Karna dia yang lebih tau kondisi kulit kalian berdua."

Mata Freya dan Cici nampak berbinar. Mereka tak menyangka jika perawatan keduanya akan diambil alih oleh pemiliknya langsung. Pasti kulit mereka akan sama seperti milik Audy yang mulus. Sungguh menakjubkan. Tidak akan ada orang yang sangat diistimewakan selain mereka saat ini.

"Makasih Vania," kata keduanya tersenyum lebar. Mereka tidak boleh menyia-nyiakan kesempatan spesial ini.

"Gue pergi dulu, oh iya nanti kalian berdua pulang duluan aja, gue masih mau ngobrol sama Audy setelah perawatan. " Vania pergi menuju kamar klinik untuknya. Membiarkan Freya dan Cici diurus sendiri oleh sang putri.

"Kalian berdua percaya kan sama gue?" Audy menatap mata Freya dan Cici secara bergantian.

Keduanya mengangguk. "Pastilah percaya, lo kan pemilik klinik ini," ucap Cici.

"Gimana kita gak percaya kalo wajah lo aja semulus ini,"

Audy menarik sudut bibirnya mendengar ucapan Freya. "Oke kalo gitu kalian akan gue berikan perawatan yang sangat spesial. Ayo ikut gue keruangan Annabelle."

"Annabelle?" Cici kaget mendengar nama kamar klinik yang sangat aneh dan mengerikan. Kenapa harus Annabelle nama kamar itu? Memangnya tidak ada nama lain apa?!

"Gue ambil nama-nama boneka untuk ruangan kliniknya," Audy menampilkan senyum manisnya.

Freya dan Cici mengangguk mengerti dan mengikuti langkah Audy kekamar tersebut.

***

"Kerja yang bagus Vania,"

"Terimakasih Nona Audy," Vania harus berterima kasih pada cewek cantik didepannya ini. Berkar dirinya wajah Vania terlihat sehat dan lembab.

"Mereka sudah pulang, saat ini mungkin kulitnya bakalan bagus, tapi besok, kulit mereka akan bermunculan jerawat besar dan merah." Audy menarik sudut bibirnya. Puas karna membuat Freya dan Cici memakai krim pembuatannya sendiri.

"Oh iya, gimana perawatan di klinik gue?"

"Sangat menakjubkan, gue baru pertama kali ini perawatan kulit yang langsung terlihat hasilnya." Vania tidak bohong. Dia bersungguh-sungguh mengatakannya. Buktinya sedari tadi dia terus memegangi hingga mengelus pipinya sendiri.

"Itu berkat kerja Papa lo di perusahaan gue sangat bagus,"

"Tapi lo gak potong gajinya kan?"

Audy menggeleng. "Gak. Karna lo udah menyelesaikan tugas dengan baik makanya gue kasih lo perawatan gratis."

Vania memandang Audy dengan tatapan bahagia. Vania tersenyum lebar. "Setelah ini apa yang harus gue lakukan?"

"Jangan pergi sekolah selama gue belum memerintahkan lo,"

Vania sedikit terkejut mendengar ucapan Audy. "Kenapa?"

"Bisa gak lo ngomong iya doang tanpa tanya kenapa?"

Vania menduduk bersalah. "Maaf Nona, gue bakal nurutin perintah lo."

"Bagus,"

"Tapi," Vania kembali menengadah menatap Audy. "Gimana sekolah gue? Maksudnya tugas-tugas dan lainnya?"

"Lo lupa kalo gue adalah pemilik sekolah itu?"

Vania melupakan kenyataan itu. Kenapa dia harus khawatir akan sekolahnya saat pemiliknya sendiri yang mengizinkan dia untuk tidak berangkat sekolah dulu. Audy pasti memiliki rencana lain.

"Jangan munculkan wajah lo di depan senua orang termasuk Riska dan Arjuna, mengerti?"

Vania mengangguk patuh. "Siap mengerti,"

"Lo bakal muncul kembali saat ulang tahun gue diadakan disana," Lagi-lagi Vania menganggukkan kepalanya.

"Lo harus datang bersama Arkas."

***

DIA ACHA (PUBLISH ULANG)Where stories live. Discover now