🏸 FRAGILE - 23 🏸

576 44 33
                                    

FRAGILE
[M.R.A]
----------

A]----------

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.



Lagi-lagi, langkah Rian dan Fajar harus terhenti di babak perempat final. Tapi, mencapai posisi ini saja sudah cukup baik bagi mereka. Meski begitu, ada saja orang-orang yang menghujat. Beruntung, mereka adalah sosok atlet yang tidak pernah memikirkan omongan para netizen. Yang penting bagi mereka adalah tetap fokus untuk berjuang di turnamen-turnamen berikutnya.

Sesuai perjanjian yang Rian lakukan di Indonesia waktu itu bersama Azka dan beberapa teman-temannya, kali ini cowok itu ditemani Fajar akan menemui Devina dan Nino di apertemen tempat mereka tinggal. Semua ini tanpa sepengetahuan Devina dan Nino.

"Lo tau tempatnya, gak?" tanya Fajar sambil berjalan di samping Rian.

"Iya, tau. Tadi si Azka udah kasih alamatnya."

"Mampir ke patung Merlion dulu dong, Jom. Kangen gue liat singanya ngiler."

"Singanya ngiler, ngawur lo! Nanti kalo udah ketemu sama Devina, baru kita ke sana," balas Rian.

Teringat akan wajah Devina saat vidcall dengan Fajar saat itu semakin membuat hati Rian berdegup kencang. Pujaan hatinya sudah berhijab sekarang. Syukurlah, Allah telah mengabulkan doanya selama ini.

"Ayo dong, Jom. Patungnya ada di depan kita, noh." Fajar menunjuk patung Merlion yang berada tidak jauh di depan mereka. Rian berdecak, cukup kesal dengan Fajar yang seperti anak kecil.

"Mau liat sepatu terbang gak, Jar?" tanya Rian.

"Tapi, Jom ..." Fajar memanyunkan bibirnya dan memperhatikan patung singa yang menjadi ikon negara Singapura itu.

"Jom, stop! Itu bukannya Bang Nino, Devina, sama Bintang di langit?" ucap Fajar.

"Mana?" Rian menajamkan penglihatannya. Benar saja ucapan Fajar. Devina, Nino, dan Bintang tengah bermain dan berfoto-foto sambil memakan es krim. Ya Allah, apa ini sebuah keajaiban? Mimpi Rian menjadi kenyataan. Bertemu dengan Devina kembali di dekat patung Merlion.

"Yok, kesana!" Rian tersenyum tanpa mengalihkan pandangannya dari Devina lalu berlari mendekati cewek itu. "Anjir, kasian banget gue. Ditinggalin sama temen sendiri gara-gara cewek," gumam Fajar.

"Devina!" panggil Rian dari belakang. Senyumnya sama sekali tidak luntur. Bahagia bisa menemukan separuh hatinya kembali. Devina membalikkan badannya begitu pun dengan Nino dan Bintang.

"I-Ian?"

"Rian?"

"Kak Rian?" ketiganya tercengang melihat Rian dan Fajar di sini. Tatapan yang ditunjukkan Devina membuat hati Rian cukup ter-iris. Tidak ada raut wajah bahagia. Cowok itu beranggapan kalau Devina tidak senang kalau dirinya berada di sini menemuinya.

"Kok, lo berdua bisa di sini?" tanya Nino.

"Kita lagi ikut turnamen Singapore Open, Bang," jawab Fajar. Rian dan Devina masih diam. Rasa bahagia tadi seketika hilang dari hati Rian. Apakah dirinya tidak berarti lagi dalam kehidupan Devina? Atau mungkin, cewek itu telah menemukan laki-laki yang lebih baik dari dirinya di sini?

"Kamu, sehat?" Devina memaksakan dirinya untuk tersenyum. Apa Rian tau kalo gue kena kanker? batin Devina.

"Alhamdulillah, kalau kamu?"

"Alhamdulillah, baik."

"Devina kena kanker payudara, Jom," celetuk Fajar.

Aa Fajar boleh dihilangin dulu, gak? Ember banget -_-

Nino menepuk keningnya sambil melapalkan istighfar. Dia tahu kalau bohong itu dosa, tapi masa iya harus jujur juga kalau hal kaya gini?

"Kanker payudara? Kamu kok diem aja, Cha? Aku udah gak ada artinya lagi ya, buat kamu?" tanya Rian pelan. Devina menggelengkan kepalanya. Dia senang Rian di sini. Dia senang juga karena dia tidak perlu takut lagi dengan Winda yang akan mengancamnya. Tapi ...

"Iya, aku divonis mengidap kanker payudara. Aku udah ngejalanin operasi, dan sekarang masih harus ngejalanin kemo. Maaf, bukannya Rian gak ada artinya lagi di kehidupan Acha. Tapi ... Acha cuma gak mau kalau Ian khawatir," tutur Devina.

"Sebagai sahabat, udah sepantasnya dan seharusnya aku tau apa yang kamu alami. Udah cukup aku nyesel, Cha gara-gara gak bisa nemenin kamu waktu Ayah sama Mama meninggal. Dan sekarang, aku ngerasain penyesalan itu lagi."

"Dia cuma gak mau bikin lo khawatir, Yan," kata Nino.

"Iya Bang, gue ngerti. Sekarang, aku mau minta sesuatu ke kamu."

"Apa?" tanya Devina.

"Aku mau kamu pulang ke Indonesia dan lanjutin pengobatan di sana. Tolong, Cha. Aku gak mau kita pisah lagi," jawab Rian.

"Nanti Acha pikirin," balas Devina.

Pengen rasanya gue jujur sama lo kalo gue kangen. Tapi, gue belum siap. Gue harap, lo bisa nunggu gue sampai gue siap buat nyatain semuanya, Cha, batin Rian.

📎

📎

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

📎

FRAGILE Where stories live. Discover now