🏸 FRAGILE - 14 🏸

598 51 16
                                    

FRAGILE
[M.R.A]
----------

A]----------

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.



Setelah kemarin menempuh perjalanan kurang lebih satu jam, sekarang mereka bisa memulai kehidupan baru di Singapura.

Devina dan Nino bersyukur ternyata Bintang tidak menangis sejak mereka tiba di bandara. Ya ... meskipun harus lelah meladeni anak kecil itu yang merengek saat di pesawat.

Tepat setelah adzan Isya tadi malam, Devina terkejut karena mendapat panggilan vidcall dari Apri, Greysia, dan Jorji. Mereka sempat syok saat mendengar alasan Devina pindah. Tapi tak lama setelah itu, mereka mencoba menyemangati Devina. Untung saja untuk hal ini mulut mereka bisa dijaga agar tidak bocor saat bertemu Rian nanti.

Pagi ini, Devina dan Nino hanya diam di apartemen sambil membereskan barang-barang yang belum sempat mereka rapikan kemarin. Tante May bilang, mereka tidak perlu repot mengurus makanan di sini karena beliau yang akan mengurusnya. Devina sempat menolak, tapi tante May tetap kukuh pada keinginannya karena beliau tidak memiliki anak untuk diurus. Lebih tepatnya, beliau tidak pernah memiliki anak.

"Bang, koper Bintang mana?"

"Di kamar," jawab Nino santai sambil main game ala-ala warga +62.

"Minta tolong ambilin."

"Ini Kak, koper Bintang." Anak itu tiba-tiba muncul sambil menyeret kopernya. Kuat dia ternyata.

"Makasi Bintang. Besok kalo kamu udah gede, jangan ikutin Bang Nino."

"Emang Bang Nino kenapa?"

"Pemales," sindir Devina. Mendengar dirinya dibicarakan, Nino langsung menoleh dan menatap tajam mata adiknya. Enak aja dia dibilang pemalas, terus yang tetap cuci mobil siapa? Ya Devina lah, wkwk.

"Mau dibantuin?" tawar Bintang.

"Boleh." Akhirnya, mereka berdualah yang merapikan baju-baju di koper. Canda tawa beberapa kali terlontar dari mulut mereka. Devina merasakan hal berbeda setelah berada di sini. Ya, dia semakin tenang meskipun rindu dengan Rian.

"Dev, yakin mau putus komunikasi sama Rian?" Nino duduk di sebelah Devina dan Bintang tanpa memainkan ponselnya lagi.

"Iya," jawab Devina mantab.

"Emangnya lo gak bakalan kangen sama dia?"

"Kan ada temen-temennya. Eh, bentar. Kok ada raket di sini?" Devina mengernyit heran saat menemukan raket di koper Bintang.

"Lah, masa? Mana mungkin muat di koper," kata Nino. Bintang mah santuy. Jadi, saat kemarin Azka menjemput mereka, si cowok tengil itu membawa raket dan tabung kok tanpa sepengetahuan Devina dan Nino. Saat mencari Bintang ke kamar, dia diam-diam menyuruh anak kecil itu memasukkan raket dan tabung kok tadi ke koper meskipun harus susah payah mencari posisi yang pas.

"Tang, kok bisa ada raket di koper lo?" tanya Nino.

"Hehe, kemarin Kak Azka suruh Bintang masukin raketnya ke koper. Katanya biar Bintang bisa belajar main selama di sini," jawab Bintang sambil menunjukkan deretan gigi putihnya.

"Ya Allah, ada-ada aja si tengil," balas Devina.

"Terus cuma raket aja? Koknya mana?" timpal Nino.

"Cari aja di bagian bawah." Benar saja, setelah Devina memeriksanya, ada satu tabung kok di sana. Heran, kok muat gitu di koper.

"Gak tau mau ngomong apa gue," kata Nino. Devina menggelengkan kepalanya. Sedangkan Bintang, dia cekikikan dari tadi melihat ekspresi dua kakaknya.

Cukup beberapa menit, baju-baju di koper Bintang dan Nino sudah tertata rapi di lemari. Baju Devina sudah dirapikan kemarin karena itulah dia sedikit santai. Tak lama, terdengar suara ketukan pintu dari luar.

"Sebentar!" Nino beranjak menuju pintu lalu membukanya. Terlihat tante May bersama suaminya di sana membawa dua tote bag.

"Ini buat sarapan," kata tante May. Beliau adalah orang asli Indonesia tapi setelah menikah dengan om Brian, beliau berpindah kependudukan ke Singapura. Jadi, tante May memang fasih berbahasa Indonesia meskipun sekarang ada bahasa Inggris yang terselip disetiap kata-katanya.

"Alhamdulillah, makasih Tan. Masuk dulu, Devina sama Bintang ada di dalem."

"Enggak Nin, kita mau ke kantor dulu.  Yang nyaman tinggal di sini, kita pergi dulu." Belum Nino menjawab, mereka berdua sudah hilang dari pandangan cowok itu.

🎶     🏸     🎶

Setelah sarapan dan sedikit bersih-bersih, mereka bertiga bersantai-santai sambil menonton TV.

Kenapa tiba-tiba Devina teringat Winda dan menyesali keputusannya? Bukankah dengan dia pindah ke Singapura, Winda akan semakin leluasa mendekati Rian dan mengganggu kehidupan cowok itu? Biarlah, ini juga bukan keputusan dia saja, kan? Ada Nino juga yang ikut andil dalam hal ini.

"Dev, Rian lolos ke perempat final!" pekik Nino dan menyadarkan Devina dari lamunannya.

"Alhamdulillah," balas Devina dan Bintang serempak.

"Moga bisa sampe final deh tu bocah," sambung Nino.

"Aamiin." Tidak ada lagi yang berbicara. Mungkin, Devina dan Nino tengah bermain di dunia khayal-nya.

Ting!

Ada satu SMS yang masuk ke ponsel Devina. Cewek itu segera membukanya. Siapa tau ada hal penting.

Thanks banget karena lo udah turutin perintah gue. Sekarang, gue bisa lebih leluasa deketin Rian. Dan gue, bisa habisin lebih banyak waktu sama dia. Hidup yang tenang Devina Anastasya ... gue bakal jagain sahabat lo di sini 😏

📎

📎



FRAGILE Where stories live. Discover now