27 : Flashback (4)

171 15 5
                                    

꒰‧₊˚Dear V´°꒱

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

꒰‧₊˚Dear V´°꒱

Sidney Australia.
  2009 Okt 19.

Sudah genap bulan ke-2. Elvano dinyatakan sukses akan operasinya, jelas membuat Melvin sangat bersyukur, namun belum sempat memberi tahu pada keluarganya di Seoul. Menurutnya lebih baik menunggu Elvano sembuh total dulu sebelum memberi tahu Istrinya dan juga Elvio.

Ya, itu memang salah, seharusnya dia memberi tahunya terlebih dahulu, karena melihat Elvio yang terus mengabarinya lewat Handphone genggam atau via skype untuk mengetahui kabar sang adik.

Seperti sekarang.

Dering telepon memecah heningnya pagi. Melvin menggeliat, meregangkan sendinya yang terasa kaku, lalu meraih ponselnya dengan malas. Nama Elvio tertera di layar. Namun, saat baru saja ia hendak menekan tombol hijau, panggilan sang anak itu terputus.

Melvin langsung mencampakkan benda seukuran genggaman tangannya itu, ke nakas setelah melihat sekilas jumlah panggilan Elvio di ponselnya. Lima kali panggilan tak terjawab, dan Melvin baru tersadar dari tidur saat ponselnya berdering untuk ke lima kalinya. Melvin yakin, beberapa saat lagi Elvio pasti akan meneleponnya lagi.

Dia melihat Elvano yang masih terbaring lemah di sana, di kasur yang sudah dua bulan dia tempati itu.

Pikiran Melvin berkecamuk kepada janjinya kepada dirinya sendiri, ucapan nya kala waktu itu terngiang di kepalanya.

Kini bukankah Elvano sedang terbaring kaku di atas sana dan tidak bisa melakukan apa-apa?

Bahkan Melvin berpikir, bahwa tidak akan memberi kesempatan untuk Elvano kembali lagi ke Seoul. Membuat pikirannya semakin kalut, akan melakukan rencana itu atau tidak.

Rencana dimana, Melvin akan menyatakan bahwa Elvano sudah tiada. Dimana bahwa pekerjaan nya, kini tak akan bertumpuk jika menyatakan hal konyol itu.

Katakan memang dia egois, tapi mau bagaimana lagi kedua perusahaanya harus lancar di pegang oleh kedua anaknya, namun dengan berbeda negara tentunya, itu akan meningkatkan investor dari perdagangan perusahaan yang akan Elvano pegang.

Suara dering berisik
menyentakkan Melvin, membuatnya sedikit menggaruk gelisah.

"Haruskah kini aku katakan? Jikalau mengatakan, apakah Elvio akan mempercayainya?" Batinnya.

Melvin meniatkan semuanya, memulai aktingnya dengan perlahan, Melvin kemudian duduk di kursi dan menaruh laptopnya di meja--menerima panggilan video dari sang anak. Ya, tak lain adalah Elvio Melvin.

"Hallo ayah! Bagaimana keadaan Elvano?" suara nyaring Elvio membombardir seisi ruangan, bahkan pria itu menutup telinganya menggunakan tangan.

Melvin berusaha membuat raut wajahnya menjadi muram, kesedihan dari wajahnya yang tiba-tiba muncul, sepertinya dia telah berakting dengan baik seperti aktor Drama Korea.

Dear V ✓Where stories live. Discover now