"I don't like you and you don't my type," lanjutnya.

Sakit memang di tolak oleh seseorang yang sangat disukainya. Tetapi Adena berusaha kuat untuk bertahan.

"Apa karena gadis yang kamu temuin di waktu pesta lima tahun lalu?"

Seluruh tubuh Naden menegang mendengar ucapan Adena. Bagaimana Adena tau tentang gadis itu?

Naden tersenyum remeh. "Ternyata lo tau juga tentang hal itu."

"Boleh aku maki kamu kalo kamu itu bodoh? Gadis itu gak bakal datang ke kamu, percuma kamu nunggu bertahun-tahun. Sedangkan aku disini ada buat kamu, Den." Adena menatap penuh Naden.

"Percuma lo berusaha keras buat dapatin gue, hasilnya bakal sama. Gue dan lo gak bakal jadi Kita. Dan asal lo tau, rasa suka gak bisa dipaksa." Naden berucap tenang.

"Gue bakal tunggu kehadiran gadis itu. Biar waktu yang menjawab semuanya," lanjutnya.

Setelah mengucapkan itu Adena bangkit dari duduknya dan pulang kerumahnya. Miranda menatap kepergian Adena penuh dengan tanda tanya kearah Naden. Sedangkan Naden yang ditatap hanya mengangkat kedua bahunya meninggalkan Miranda yang ditangannya sudah memegang nampan berisi cemilan dan minuman.

Satu bulan semenjak kejadian itu. Adena semakin berusaha keras untuk mendapatkan Naden. Sedangkan Naden yang tidak mempedulikan keberadaan Adena.

Lamunannya buyar tak kala dering telepon dari tas selempangnya berbunyi. Ia segera merogoh tasnya untuk mengambil ponselnya berada.

Dilihatnya nama si penelepon lalu dengan cepat ia mengangkat telepon tersebut. Tidak lama kemudian panggilan tersebut terputus, Adena segara memasukkan kembali ponselnya kedalam tas selempangnya.

Adena menarik napas dalam dan menghembuskannya. Mungkin ini udah waktunya. Batin Adena.

Sepuluh menit berlalu. Suara dehaman pria terdengar di pendengaran Adena, ia mendongak menatap Naden yang sudah berdiri di depannya. Ia tidak sendir, ada Nadeline di samping Naden. Mereka berdua langsung duduk di depan Adena.

Adena memang sengaja mengajak Naden dan Nadeline untuk bertemu. Ia ingin meluruskan masalahnya dengan mereka berdua sekaligus meminta maaf atas kesalahan yang pernah terjadi, walaupun saat di rumah sakit ia pernah meminta maaf tapi ia yakin Naden benar-benar tidak memaafkannya.

Tidak ada yang mau membuka suara dalam keheningan diantara mereka bertiga. Mereka bertiga sibuk dalam pikiran masing-masing.

Adena berdeham. "Untuk kesalahan yang pernah aku lakuin, aku minta maaf." Adena menatap Naden dan Nadeline.

Naden manatap dengan dingin, sedangkan Nadeline menatapnya datar.

"Dan untuk Nadeline. Maaf karna kebodohan aku, kamu jadi dalam bahaya."

Nadeline mengerti arah maksud tujuan pembicaraan ini. "Semua kesalahan kakak udah gue maafin. Walaupun kejadian itu pernah terjadi itu udah takdir yang diberikan tuhan, kita semua gak bisa mengelak takdir yang udah digariskan ke kita." Nadeline menggenggam tangan dingin Adena. Ia tau kalau sebenarnya Adena merasa takut.

Naden menatap Nadeline tidak percaya, bagaimana ia bisa dengan mudah memafkan Adena yang pernah membahayakan dirinya.

"Kak Naden juga udah maafin lo." Nadeline menyikut perut Naden untuk mengiyakan ucapannya.

Beloved SunshineWhere stories live. Discover now