35- Pamit

114 10 0
                                    

Karena sabar, aku sakit. Karena setia, aku kecewa. Karena cinta, aku terluka.
-Adena-

~•BS•~

Seorang gadis berwajah cantik duduk di sudut cafe. Kedua tangannya menggenggam cangkir kopi yang masih hangat. Sehangat udara Jumat sore hari ini.

Sorot matanya menatap cangkir kopi yang ia genggam tanpa berniat untuk meminumnya. Pikirannya terbayang akan kejadian lima tahun lalu.

Seorang gadis berpakaian putih biru duduk termenung di halte. Sorot matanya menatap jalan raya yang sepi karena hujan sedang turun di seluruh ibu kota Jakarta.

Tatapannya kosong, sampai seseorang duduk di sebelahnya baru ia tersadar dari lamunannya. Gadis itu tersenyum hangat menatap seorang pria yang juga menatapnya dengan dingin tanpa berniat membalas senyumannya.

"Nanti aku main ke rumah kamu ya," ucap gadis itu dengan lembut.

Pria itu menatap dingin gadis yang duduk disebelahnya. "Terserah," ucapnya lalu mengeluarkan ponsel dari saku celananya.

Gadis itu tersenyum hambar. Selalu seperti ini. Pria yang ia sukai sejak lima tahun terakhir selalu dingin kepadanya. Tetapi bodohnya gadis ini selalu menyukai sepenuh hatinya.

Pria yang duduk bersebelahan dengannya bangkit berjalan meninggalkan halte.

Gadis itu tersadar akan kepergian pria itu, lantas ia segera berlari menuju pria itu yang sudah berjalan jauh darinya.

"Naden, tunggu aku!!" teriak gadis itu.

Yang dipanggil tidak mempedulikannya, ia terus berjalan tanpa mau melihat gadis dibelakangnya.

Gadis itu berhasil menyeimbangi langkahnya dengan pria yang sudah berada disebelahnya.

Naden tersenyum sinis. "Bodoh," makinya pelan tetapi dapat terdengar di telinga gadis yang berjalan disampingnya.

Gadis itu tersenyum tipis. "Adena suka sama Naden. Kalo Naden suka sama Adena gak?"

Naden menatap Adena yang berjalan bersamanya lalu kembali menatap jalan di depannya. "Gak."

Sejak lima tahun terakhir Adena selalu mendekatinya dan sejak satu tahun terakhir ia selalu menyatakan perasaannya, tetapi selalu Naden tolak.

Pertama kalinya Adena mengungkapkan isi hatinya saat mereka kelas tujuh. Pada saat itu mereka berdua teman sebangku. Adena memaksanya untuk menjadi teman sebangkunya, awalnya Naden menolak, ia ingin duduk bersama Gani, tetapi Gani sudah mempunyai teman sebangku yaitu Lanova. Mau tidak mau Naden duduk bersama Adena.

Mereka berdua sudah berada di dalam rumah Naden. Miranda menyambut mereka berdua dengan senyum hangat dan menyuruh Adena untuk duduk di sofa. Sedangkan Naden sudah berjalan menuju kamarnya untuk membersihkan diri. Sementara itu Miranda membuat cemilan di dapur.

Sepuluh menit berlalu. Naden turun dengan rambut basah, tetesan air menetes dari lambut hitam legamnya.

Lalu ia duduk di single sofa sambil memainkan game yang ada di ponselnya.

"Den aku mau ngomong," ucap Adena ragu-ragu.

Naden menatap Adena yang duduk di depannya. "Ngomong aja." Naden melanjutkan bermain game di ponselnya.

"Kamu kenapa selama ini selalu nolak perasaan aku?" tanya Adena sambil menatap penuh sendu kearah Naden.

Naden menatap Adena dengan dingin. "Lo udah tau jawabannya."

Beloved SunshineWhere stories live. Discover now