30- Jadian?

139 14 0
                                    

Setelah berharap lama dengan ketidakpastian. Akhirnya ketidakpastian itu menjadi nyata.

~•BS•~

Sepuluh hari sudah Naden dan Nadeline tidak masuk sekolah, akibat penyekapan yang di dalangi oleh Kenan. Butuh waktu lama pengobatan sampai luka tusuk yang di punggung Naden benar-benar sembuh.

Naden menuruni anak tangga dengan tas yang disampirkan di bahunya. Sampai di lantai dasar Naden segera berjalan memasuki ruang makan. Dilihatnya Adarma sedang menyesap kopi dengan uap mengepul diatas cangkir kopinya, tanda kopi nya baru saja dibuat oleh Miranda sekitar lima menit yang lalu.

Naden tersenyum melihat Adarma. "Pagi pa," sapa Naden sambil menaruh tas nya di kursi yang kosong tepat di sebelahnya.

Adarma melirik Naden sekilas, lalu mulai mebuka koran dan membacanya.

"Kamu tuh mas, kalo disapa anak sendiri yah dijawab, jangan dicuekin gitu. Sifat kamu yang dingin itu cukup kamu tunjukin ke kolega atau karyawan kamu." cerocos Miranda yang baru datang dari dapur sambil membawa nampan berisi semangkuk sereal lalu menaruhnya di depan Naden.

"Pagi sayang, kamu udah mau sekolah? Luka dipunggung kamu masih belum sembuh total sayang," ucap Miranda sambil mengusap rambut hitam legam Naden.

"Kalo Naden gak sekolah, ketinggalan banyak materi pelajaran ma. Tinggal hitungan bulan lagi Naden lulus."

"Kamu bawa mobil ya sayang, jangan bawa motor dulu," ucap Miranda dan dibalas anggukan oleh Naden.

Adarma menatap ke arah Naden. "Hubungan kamu sama anak bungsu Pak Ardi gimana? Udah ada kemajuan?" tanya Ardi.

"Sebentar lagi mama bakal punya mantu," celetuk Miranda. Membuat dua orang bersifat dingin itu melihat kearahnya. Tetapi Miranda hanya menunjukkan senyuman bahagianya.

Naden beralih menatap Adarma lalu tersenyum misterius untuk menjawab pertanyaan papanya.

"Naden berangkat dulu," ucap Naden sambil mengambil tasnya lalu disampirkan tas itu dipunggunya, segera ia mengambil kunci mobil dan berjalan keluar.

Di dalam mobil Naden mencari kontak Nadeline lalu menekan tombol telepon.

"Hallo kak," ucap Nadeline dari seberang sana.

"Berangkat bareng gue, gak ada penolakan," ucap Naden lalu mematikan panggilan teleponnya tanpa menunggu jawaban dari Nadeline.

Naden segera menjalankan mobilnya kearah rumah Nadeline. Tak butuh waktu lama untuk sampai ke rumah Nadeline, jarak rumahnya dengan rumah Nadeline tidak terlalu jauh.

Naden turun dari mobil lalu berjalan kearah teras rumah Nadeline. Mba Sarti sedang menyiram tanaman menyadari keberadaan Naden.

"Ehh... Mas ganteng lagi nyari den Arnold atau non Nadeline?" tanya mba Sarti dengan logat Jawa.

"Nadeline," ucap Naden singkat.

"Mas ganteng masuk aja," ucap mba Sarti.

Naden mengangguk lalu memasuki rumah Nadeline. Ia bisa melihat om Ardi sedang membaca koran di ruang keluarga.

"Pagi om," sapa Naden sambil tersenyum ramah.

Ardi melihat kearah Naden lalu tersenyum. "Pagi juga Den."

Nova berjalan sambil membawa piring berisi buah-buahan.

Nova tersenyum kearah Naden. "Ada apa kemari Den?"

Bersaman dengan itu suara seorang gadis. "Kak Naden," panggil Nadeline yang baru saja menuruni anak tangga dengan senyum mengembang.

Naden menegok kearah suara tersebut. Lalu senyum simpul terukir jelas di sudut bibirnya.

Beloved SunshineOpowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz