Usai

71.8K 10.9K 3.3K
                                    

Makasih komentarnya Jumpers di part kemarin🙏🏻
Ditunggu lagi 2000 komentar di part ini?
Bisa dalam beberapa jam aku upload lagi hari ini!!

Hehe dikasih bintang juga boleh❤️

Coba ambil tisu dulu. Siapin hati jangan sampai hancur berkeping-keping tanpa perlawanan 🥀

Selamat membaca❤️

🚴🏻‍♂️🚴🏻‍♂️🚴🏻‍♂️

"Loh, Si Ajum langsung pulang?" tanya Rudy saat melihat Adel menutup pintu rumah.

"Udah malem jadi Adel langsung suruh dia pulang," Adel tersenyum melihat Rudy dan Santi sedang duduk bersantai menonton televisi. "Adel ke kamar, ya? capek mau istirahat."

Santi dan Rudy memandangi punggung Adel yang menjauh dengan penuh tanya.

Adel menutup rapat pintu kamar, tidak lupa menguncinya. Adel segera melepaskan sandal dan melempar asal tasnya ke atas meja. Terakhir, Adel memadamkan lampu kamarnya.

Gadis itu meringkuk di atas ranjang, memeluk lututnya sendiri.

Adel menangis.

Air mata yang ia tahan mati-matian akhirnya luruh juga. Adel meraih bantal, menyembunyikan wajahnya di sana. Adel berusaha menahan suara tangisannya, mengabaikan rasa mencekik yang menjalar di pita suaranya. Perlahan Adel menekan dadanya, merasa sesak di sana.

Ia tahu, tidak seharusnya merasakan bahagia berlebihan. Seseorang pernah berkata janganlah tertawa terlalu banyak, karena pada malam hari mungkin kamu akan menangis. Jangan bahagia berlebihan, karena tidak akan ada yang bisa menghiburmu jika duka mengambil alih.

Sulit menjelaskan apa yang Adel rasakan sekarang. Adel berusaha mengabaikan perasaannya. Berusaha mementingkan logika bahwa meskipun hatinya patah, hidup masih akan terus berjalan. Ada dan tiada Jack di sisinya, Adel tetap harus tegar. Menangis hanya akan membuang-buang waktu dan tenaga. Sebanyak apapun air mata yang terjatuh membasahi pipi, tidak juga mengubah kenyataan. Apa yang sudah pergi akan tetap pergi, tidak peduli sebanyak apapun kita menangisinya.

Meski masih terasa berat sekali membayangkan hari demi hari tanpa seseorang yang biasanya selalu ada. Saat terbiasa menggenggam sebuah koin dan harus terbangun dengan tangan kosong. Hampa.

Dan di mulai dari malam ini, Adel harus mulai terbiasa dengan kenyataan itu.

Adel terlalu fokus pada kata 'selamanya', hingga lupa pada fakta bahwa kebahagiaan di bumi sifatnya hanya 'sementara'. Apalagi cinta?

Adel salah telah menggantungkan harapannya kepada manusia. Adel merasa bodoh mengapa harus menjadi selemah ini hanya karena permasalahan hati. Adel sering ditinggalkan, namun ia tidak pernah benar-benar merasa sehancur ini. Adel kembali dengan hati masih tertinggal di sana. Di tempat pria yang memutuskan untuk menyerah.

Adel kesal.
Rasanya ia jadi membenci Dimas.

Adel cemburu.
Cemburu pada setiap pilihan yang Jack ambil. Sayangnya, Adel tidak pernah menjadi salah satu pilihan itu. Ia hanya menjadi satu dari sekian banyak pilihan yang terabaikan.

Bagi Adel, Jack adalah satu-satunya pilihan. Satu jawaban dari setiap pertanyaan. Tetapi, mungkin pria itu mempunyai pandangan lain. Baginya Adel adalah salah satunya pilihan, bukan satu-satunya. Nyatanya, Jack dengan begitu mudah memilih pilihan lain tanpa berusaha sedikit saja memperjuangkannya. Adel memang egois, diam-diam ingin tetap diperjuangkan tanpa mau mengerti keadaan Jack.

Sesuai Titik, Ya?  Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang