Pelarian

91K 11.9K 1.6K
                                    


"Apa gue bilang? Dari awal gue yakin ojek online langganannya Adel, tuh, bukan ojek biasa. Kirain cuma tajir doang, ternyata tajir mampus!"

"Eh, tapi lo lihat juga kan kemarin dia digandeng cewek mesra banget? Itu siapanya?"

"Tunangan kali? Dua-duanya pake cincin yang sama. Eh, berarti Adel dicampakin dong?"

"Kasihan Adel pancingannya gagal, padahal dia pasti deketin ojek onlinenya karena tau duitnya banyak. "

"Heh, tapi Adel udah dapet pengganti. Kemarin dia dateng sama cowok baru kelihatan tajir juga."

Sudah dua hari berlalu sejak acara malam itu, tetapi gosip yang beredar masih seputar Adel-pergi-dengan pria-baru dan Adel-dicampakan-ojek online-tajir. Mulanya Adel sempat terganggu, tetapi gadis itu memilih diam dan berlagak tidak mendengar apapun.

"Bisa diam tidak?!" Bondan bangkit berdiri menggebrak meja kayu panjang di depannya, membuat gelas es teh yang ia pesan berguncang dan menumpahkan sedikit isinya.

Saat ini Bondan, Adel, dan Fion sedang berada di warung bakso yang terletak tak jauh dari kantornya. Beberapa pegawai kantor-sialnya adalah orang-orang yang hobi bergosip- juga menghabiskan jam istirahat di sana.

"Bon!" Fion menggeram pelan seraya melirik sekeilingnya. Semua pengujung warung itu kini melirik ke mejanya karena kericuhan yang Bondan lakukan.

Bondan masih berdiri menatap tajam seolah mengancam membuat 'kelompok gosip' itu melotot tak terima. Tapi keduanya memilih diam, Bondan sendiri kembali mendudukan diri dengan bibir mengerucut kesal. Sementara Adel yang menjadi alasan perdebatan justru tak bergeming. Mulut gadis itu penuh dengan bakso, sibuk mengunyah dengan tenang.

Fion meraih selembar tisu, membereskan kekacauan yang Bondan perbuat. Mejanya basah dengan cipratan air es teh, untung saja mangkuk baksonya tidak ikut-ikutan mengotori meja.

"Tuh, mulut ya kelihatan enggak pernah disekolahin!" Bondan berdecih sinis, "Tiap hari kerjaan ngomongin hidup orang lain. Orang-orang kek gini, nih, yang bikin Indonesia enggak maju-maju."

"Soalnya hidupnya suram, enggak ada yang bisa diomongin," sela Fion, "Udah diemin aja, mau lo pukul juga mereka enggak bakalan kapok. Udah watak."

"Tapi gue kesel!" Bondan masih menggebu, pandangannya kini terarah pada seorang gadis yang duduk berhadapan dengannya, "Del, sesekali lo harus tegur mereka. Karena lo cuma diem, mereka jadi ngelunjak buat jelekin lo."

Adel melirik sekilas Bondan sebelum kembali menunduk menatap fokus mangkuk bakso yang isinya tinggal setengah, "Males ribut."

"Tapi--"

"Udahlah, Bon. Adelnya aja bilang gitu?" potong Fion berhasil merapatkan bibir Bondan yang siap membantah.

Kali ini Bondan diam, kembali menyantap bola bakso terakhirnya.

Fion menghela nafas lega melihat Bondan mulai tenang, pandangannya kini fokus memandangi gadis yang duduk disampingnya. Fion menaikkan sebelah alis melihat Adel menjauhkan mangkuk baksonya.

"Enggak habis lagi?"

"Kenyang," jawab Adel membuat Fion lagi-lagi menghela nafas.

"Udah dua hari lo makan enggak pernah habis, padahal kerjaan lagi banyak," Fion menepuk pelan puncak kepala Adel, "Lo enggak lagi sakit, kan?"

Sesuai Titik, Ya?  Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang