Gaguna

91.6K 12.6K 889
                                    

Sunguh aku terharu akhirnya bisa kembali menulis di sini 😭
Akhirnya urusan kuliahku kelar juga, tinggal menunggu wisuda.
Aku akan kembali fokus berkarya ❤️

Maaf lama sekali tidak melanjutkan cerita ini.
Jika lupa bisa baca lagi dari awal ya 🥺🙏🏻
Aku juga baca lagi karena sempat lupa sampai mana 🤣

Jumardi Kariman akan selalu muncul di wattpad semoga tidak bosan❤️

Btw, selamat membaca. Jangan lupa like dan komentarnya ☺️
Untuk info update bisa cek di ig aku: @stephn_b

Thankyou 🙏🏻

🚴🏻‍♂️🚴🏻‍♂️🚴🏻‍♂️

Piip.. piip.. ceklek..

Pintu appartement terbuka menampilkan sosok pria yang tampak lusuh, dua kancing teratas kemeja putihnya dibiarkan terbuka, lengannya digulung sembarangan, dasi yang tak lagi berada pada posisinya, serta rambut acak-acakan. Tak memperdulikan betapa kacau penampilannya, dengan setengah tenaga yang tersisa ia mendekatkan diri pada sofa dan merebahkan tubuhnya di sana. Kedua matanya terpejam dengan sebelah tangan sibuk memijat pelipisnya perlahan. Penat adalah kata yang paling tepat mewakili keadaannya saat ini.

"Gue akan merebut semua yang menurut lo berharga, karena lo lebih dulu merampas semua hal yang gue perjuangkan."

"Bangsat.." geramnya masih dengan mata terpejam.

Kata-kata tersebut terus terngiang di otaknya. Mulanya ia tak memusingkan ucapan orang itu karena mengira ancamannya tidak akan pernah terjadi. Tetapi hari ini, orang itu membuktikan bahwa ancamannya bukan sekadar ucapan kosong.

Sebenarnya ia sangat tidak ingin mencari keributan dengan menanggapi setiap tindakan orang itu, karena jauh di dalam lubuk hatinya tak pernah sedikitpun menaruh dendam apalagi benci. Justru ia merasa bersalah karena tanpa disengaja dirinya memang selalu memperoleh hal-hal yang sangat dinginkan oleh orang tersebut. Ia tidak pernah benar-benar menginginkan berada diposisi ini, tetapi keadaan tak memungkinkannya untuk lari dari tanggungjawab.

Bukan hanya permasalahan ini yang membebaninya, masih banyak hal yang mengusik pikirannya. Tiba-tiba ia teringat pada ucapan seseorang yang menasihatinya dulu 'Terkadang ada harapan yang harus kau matikan paksa untuk melindungi semua yang kau anggap berharga.'

Lagi, pria itu menarik nafas dalam-dalam kemudian menghembuskannya perlahan. Dadanya terasa sesak memikirkan apa yang harus ia lakukan setelah ini. Giginya menggeretak menahan emosi yang tak tahu harus ia lampiaskan pada siapa. Bukan sebuah kemarahan, melainkan rasa kecewa

Haruskah untuk kesekian kalinya ia mengalah untuk menyenangkan orang itu?

🚴🏻‍♂️🚴🏻‍♂️🚴🏻‍♂️

"Nomor yang anda tuju sedang tidak dapat dihubungi.."

Kening Adel berkerut dalam, sudah beberapa kali gadis itu berusaha menghubungi Jumardi tetapi selalu saja operator yang menjawab. Pesan yang ia kirim juga pending, tidak biasanya ojek online langganannya itu sulit dihubungi. Adel melirik jam tangannya dengan gelisah. Tak sempat memikirkan perasaan kesalnya pada Jumardi, Adel segera membuka aplikasi ojek online dan memesan ojek untuk mengantarnya ke kantor. Berusaha menghubungi Jumardi hanya akan membuatnya menjadi sasaran empuk Riadi, bosnya yang super sensitif jika ada karyawan terlambat.

"Dengan Mbak Adel?"

Adel mengalihkan tatapannya dari layar ponsel, "Iya."

Sesuai Titik, Ya?  Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang