Pamit

89.9K 12.9K 695
                                    


"Del.." panggil Santi memecah keheningan yang sempat tercipta di antara mereka.

Sejak kepulangan Dimas, Adel lebih banyak diam dan enggak melontarkan pertanyaan pada Santi. Gadis itu memilih bungkam selagi menyiapkan makan malam.

Santi memberanikan diri mendekati putrinya yang sedang sibuk menggoreng telur dadar, "Kamu marah sama mama?"

Adel menghela nafas panjang, "Menurut mama?"

"Kamu marah karena mama kenalin kamu ke Dimas?" tanya Santi.

Tidak langsung menanggapi pertanyaan ibunya, Adel lebih fokus memindahkan telur gorengnya ke atas piring. Setelah mematikan kompor, gadis itu meletakkan lauk pauk yang telah dimasaknya ke atas meja. Dengan sabar Santi mengamati putri tunggalnya, menunggu hingga gadis itu membuka mulut. Adel menarik kursi kemudian mendudukinya, diikuti oleh Santi yang dengan berani duduk disampingnya.

Adel menatap dalam Santi, "Aku nggak suka mama bohong sama Adel ataupun papa."

Garis lembut tampak jelas di kening Santi saat kedua mata wanita itu menyipit bingung, "Mama bohong apa ke kamu?"

Melihat ekspresi bingung Santi membuat Adel kesal. Bagaimana bisa ibu kandungnya itu tampak kebingungan padahal jelas sekali banyak hal yang wanita itu sembunyikan darinya. Tapi, alih-alih marah Adel memilih untuk menahan emosinya.

"Tempat kerja mama mau dijual?"

Adel memusatkan perhatiannya pada Santi, mengamati gerak gerik dan mimik wajah ibunya. Santi sempat terkejut mendengar pertanyaan Adel tetapi rasa herannya berbeda dengan yang Ade harapkan.

"Loh, papa kamu belum cerita?" Santi menaikkan kedua alis, "Mama memang mau jual tempat itu karena seminggu yang lalu mama dapat tawaran kerja di Butik Nusantara."

"Butik Nusantara?" Adel tertegun, "Kok bisa mama keterima kerja di sana?"

Kedua mata Santi melotot tajam, "Eh, kamu ngejek mama? Sementang mama nggak lulusan kuliah kayak kamu, jadi mama nggak pantes kerja di butik terkenal?"

Adel meringis kecil, merasa bersalah dengan ucapannya. Gadis itu tidak mampu menahan diri untuk tidak berkomentar setelah mengetahui ibunya bekerja di salah satu butik terkenal di Jakarta. Bukannya mau mengejek, tetapi zaman sekarang sulit sekali mencari pekerjaan jika tidak memiliki gelar setidaknya sarjana sedangan ibunya hanya lulusan SMA.

"Jadi beberapa hari yang lalu ada pelanggan minta buatin baju pesta, katanya desain terserah penjahitnya. Yaudah, mama buatin gaun persis kayak gaun yang pernah mama jahitin buat kamu."

"Terus?" tanya Adel antusias.

"Nggak nyangka pelanggan mama puas banget, nah karena itu dia tawarin mama lowongan kerja di butik tempat kerjanya karena kebetulan lagi butuh designer," tatapan Santi menerawang membayangkan saat wanita itu mencoba melamar pekerjaan di Butik Nusantara, "Awalnya cuma coba-coba, eh, ternyata mama diterima kerja di sana. Kata Dimas desain baju yang mama buat nggak kalah dengan designer yang lulus sarjana."

Kening Adel berkerut bingung, "Kenapa jadi Dimas?"

"Nak Dimas kan pemilik Butik Nusantara."

Satu fakta tersebut membuat Adel semakin heran. Jika Dimas adalah bos ibunya, sangat aneh keduanya seakrab itu. Terlebih, ibunya bahkan belum bekerja cukup lama di sana. Hanya ada dua kemungkinan, Dimas memang bos yang sangat ramah kepada pekerjanya, atau ada maksud lain yang belum Adel ketahui.

"Dimas memang ramah banget sama semua pekerja, Ma?"

Santi mengangguk, "Semua pegawainya diperlakukan seperti sahabatnya sendiri. Udah ganteng, ramah pula, siapa coba yang nggak betah punya atasan kayak gitu?"

Sesuai Titik, Ya?  Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang