ENAM BELAS

464 50 1
                                    


Matahari baru saja terbit, tirai kamar Bia sudah dibuka lebar hingga cahaya matahari menerobos melalui jendela. Bia mengerang dan menutup mata dengan boneka ulil kesayangannya karena silau. Pelan-pelan kelopak matanya terbuka, samar ia mendapati seseorang tengah berdiri persis di dekat jendela.

"Bangun woi!"

Bia menarik tubuhnya untuk duduk, berulang kali ia mengerjap berusaha agar kedua matanya terbuka.

"Lho Lit, kapan balik?"

"Barusan."

Kedua mata Bia terasa berat, ia menguap beberapa kali. Saat hendak menjatuhkan kembali tubuhnya ke kasur cepat-cepat Elita mendekat dan berdiri di hadapannya sambil berkacak pinggang.

"Hoi, udah siang Bia!"

"Apa sih, masih juga jam segini." Bia mengucek matanya dan berusaha untuk duduk.

"Ciee..ciee...gimana gimana ngedate sama Mas Ganteng?"

"B aja."

"Maksudnya B aja? Tunggu-tunggu biasa aja maksudnya, Bi?"

"Ya gitu-gitu aja, nggak ada pergerakan."

"Cerita, cerita, ceritain Bi. Gila pas aku lihat fotonya di grup sumpah ya, jadi pengen ke sana deh. Eh trus-trus gimana jadinya? Kamu ih, semalam aku sama Anggun nungguin di grup kagak nongol-nongol."

Elita mengambil posisi duduk di hadapan Bia bersiap memberondongnya dengan berbagai pertanyaan.

"Gimana Mas Ganteng?"

Bia menggeleng. "Gimana apanya?"

"Jadi nembak?"

"Nembak apaan!" Alis Bia terangkat lalu ia menggeleng cepat.

"Ah, kamu ma gitu Bi. Padahal momennya pas lho. Tempat romantis gitu. Trus ngapain aja? Eh habis itu langsung pulang apa mampir ke mana dulu, Bi. Eh kok bisa foto bareng?"

"Sabar beb, atu-atu tanyanya, aku bingung ngejawab yang mana dulu." Elita hanya nyengir.

Bia mengernyitkan kening, tatapannya menerawang jauh mengingat kejadian semalam yang disebutnya sebagai ngedate bareng Mas Ganteng. Lalu tiba-tiba saja ia mendecak kesal, "Hish!"

"Tapi seneng kan bisa candle light dinner bareng gebetan? Lanjut Bi, setidaknya kan udah ada progress yang nyata."

"Progres apa, Lit. Lha wong dianya aja nggak suka kok, "ucapnya parau.

"Terus kalo nggak suka ngapain coba doi ngajak jalan. Terus pake acara ngafe, mana tempatnya sweet gitu."

"Auk ah..."

Bia bangun dari kasur lalu berdiri di depan cermin. Tangannya meraih botol minum lalu menenggaknya sampai tak bersisa. "Aku mandi dulu deh." Bia mengambil handuk yang tergantung di belakang pintu lalu masuk ke kamar mandi meninggalkan Elita dengan rasa penasarannya.

"Hoi main kabur. Pokoknya kamu hutang cerita!"

Elita masih belum beranjak dari ranjang, ia tengah khusyuk memainkan ponsel. Berbekal rasa penasarannya, ia mulai stalking akun instagram Bia. Siapa sangka di sana ia mulai mendapatkan petunjuk.

"Anjay! Bi lihat deh banyak yang like fotomu." Namun Bia tak menggubris, dari kamar mandi suara Elita terdengar samar jadi Bia tak terlalu menghiraukan.

"Ecieee...cieee Bia..Bia..."

Di tengah kekusyukan Elita stalking akun instagram, tiba-tiba ponsel Bia berdering nyaring. Merasa terganggu karena tak kunjung berhenti, tangannya meraih ponsel Bia di nakas.

"Bi, telepon!" Karena panggilannya tak direspon, Elita membiarkan ponsel Bia terus berdering sampai empat kali. Tak lama Bia keluar dari kamar mandi dengan rambut yang terbungkus handuk.

"Telepon tuh dari tadi nggak berhenti."

"Mas Ganteng bukan?"

"Hu, ngarep!"

"Angkat tuh sapa tau ada info tentang Mas Ganteng."

Bia dengan sigap meraih ponselnya yang tergeletak, dan benar saja ia mendapati ada empat kali panggilan tak terjawab. Sebuah nama tertera di sana, Bash Yudha.

Bucin Kasta TertinggiWhere stories live. Discover now